Pembangunan Fasilitas Publik DKI Didorong Libatkan Difabel
Jalur pedestrian dengan alur pemandu menandakan DKI menjalankan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun, tanpa menggandeng difabel, di lapangan realisasi aturan itu kurang tepat sasaran.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
HIDAYAT SALAM
Bangku khusus untuk penyandang disabilitas di tiap bus Transjakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Penyandang disabilitas mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah membangun infrastruktur publik ramah difabel. Meskipun demikian, mereka meminta dilibatkan dalam hal pembangunan infrastruktur sehingga makin tepat sasaran dalam penggunaannya sehari-hari.
Fasilitas umum di DKI Jakarta, khususnya trotoar, kini dibangun dengan konsep ramah bagi para penyandang disabilitas. Pada Selasa (1/11/2022) pagi, misalnya, terpantau keramaian para pejalan kaki di sepanjang jalur pedestrian di Jalan Jenderal Sudirman-Jalan MH Thamrin. Jalur pejalan kaki di kawasan premium Ibu Kota tersebut telah dilengkapi guiding block atau jalur pemandu untuk memudahkan para difabel dalam beraktivitas.
Tak hanya itu, sejumlah jembatan penyeberangan orang (JPO) di DKI Jakarta juga dilengkapi lift khusus bagi penyandang disabilitas dan yang membutuhkan, seperti orang lanjut usia dan ibu hamil. Sejumlah halte dan stasiun telah dilengkapi fasilitas penunjang pengguna kursi roda, seperti ramp atau jalur yang melandai.
Jalur pedestrian dilengkapi tonggak-tonggak besi untuk menghalangi pesepeda motor yang kerap menyerobot trotoar. Eka Setiawan, penyandang tunanetra, mengatakan, saat ini fasilitas publik seperti trotoar dan halte di sejumlah ruas jalan utama DKI Jakarta sudah mulai memperhatikan kemudahan akses bagi para penyandang disabilitas dalam beraktivitas.
Jalur pedestrian yang dilengkapi jalur pemandu menandakan pemerintah telah menjalankan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Menurut dia, pemerintah sudah seharusnya menjamin infrastruktur publik yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas sesuai amanat UU meskipun keterlibatan penyandang disabilitas dalam membangun infrastruktur itu masih minim.
”Kurangnya (kami) dilibatkan dalam perencanaan kepada penyandang disabilitas dalam membangun fasilitas publik. Sebab, masih ditemukan di beberapa tempat akses yang tidak sesuai kebutuhan. Hal yang sering saya jumpai jalan pemandu arah yang menabrak pohon atau tiang listrik,” ujarnya yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD Pertuni atau Persatuan Tunanetra Indonesia DKI Jakarta itu.
Selain UU No 6/2016 tentang Penyandang Disabilitas, masih ada dua peraturan menteri yang mengatur mengenai aksesibilitas bangunan dan fasilitas publik. Pertama, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Kedua, Peraturan Menteri PUPR No 14/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
David Tjahjana, Advisor Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN), mengatakan, pihaknya sering memberikan advokasi dari penyandang disabilitas yang kesulitan. Salah satu yang sering diterima adalah fasilitas jalur kursi roda yang belum sesuai standar.
Menurut dia, rata-rata lebar kursi roda adalah 90 sentimeter (cm), sementara jalurnya kerap dibuat hanya 60 sentimeter. Hal ini menyulitkan bagi para pengguna kursi roda. Apalagi, masih ditemukan lokasi pedestrian yang peletakan jalur pemandu di titik yang salah, seperti terhalang pohon.
Dari segi aturan, bagi David, sudah jelas sehingga dalam melaksanakan aturan tersebut pemerintah daerah bisa melibatkan para penyandang disabilitas dari mulai perencanaan hingga selesai. Namun, seringkali yang ada hanya dilibatkan pada saat audit atau ketika proyek pengerjaan tersebut selesai lalu dicoba oleh para penyandang disabilitas.
HIDAYAT SALAM
Jalur pedestrian di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2022).
Hal ini justru menyebabkan ketidaksesuaian infrastruktur dengan kebutuhan penyandang disabilitas terungkap setelah fasilitas publik selesai dibangun. Biaya perbaikan dapat membengkak dan lama waktu penyelesaian proyek molor. Menurut David, penting ketika di awal seperti perencanaan telah dilibatkan dalam membangun fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas itu.
”Artinya meminimalkan kesalahan pembangunan fasilitas publik untuk penyandang disabilitas salah satunya dengan mengajak mereka terlibat. Saat ini hanya dilakukan ketika proyek itu selesai, lalu teman-teman mencobanya sehingga ketika tidak sesuai akan dibongkar dan diperbaiki,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho, saat ini dalam membangun trotoar ataupun JPO sudah melibatkan berbagai organisasi masyarakat sipil, salah satunya dari GAUN. Hal ini agar pembuatan jalur pedestrian itu dapat sesuai dengan kebutuhan bagi para penyandang disabilitas.
Hal ini bisa dilihat ketika membangun JPO yang baru di DKI Jakarta akan dilengkapi fasilitas lift. Ini bertujuan agar para penyandang disabilitas lebih mudah aksesnya saat menyeberang menggunakan jembatan tersebut.
Layanan informasi untuk membantu para penyandang disabilitas yang disiapkan pengelola di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Dewan Disabilitas Jakarta
Ketua DPD Pertuni DKI Jakarta Ajad Sudrajad menerangkan, saat ini Pemprov DKI Jakarta telah memiliki aturan selain dari UU Disabilitas, yakni dengan disahkannya Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas pada 17 Oktober 2022. Nantinya, dalam perda itu, akan ada lembaga pengawas yang dinamakan Dewan Disabilitas Jakarta sebagai upaya perlindungan bagi kalangan difabel.
”Apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah semakin ke arah lebih baik dalam memperhatikan para penyandang disabilitas, terutama sejak ada UU Disabilitas. Apalagi, dalam pengawalan dan pengawasan selama dua tahun ini oleh teman-teman untuk memperjuangkan hak-haknya tersebut,” ujarnya.