Buang Sampah Sembarangan, Warga Jakarta Harus Bayar Denda Langsung
Pembayaran denda langsung di posko penindakan dinilai merepotkan pelanggar yang tidak membawa uang tunai.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga Jakarta yang kedapatan membuang sampah sembarangan dikenai sanksi membayar denda langsung. Meski sempat keberatan, para pelanggar tetap harus membayar denda secara tunai di lokasi penindakan posko operasi tangkap tangan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Berdasarkan pantauan pada Minggu (23/10/2022) pagi, para petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menangkap sejumlah warga yang membuang sampah sembarangan. Penangkapan dilakukan di sekitaran lokasi penindakan posko operasi tangkap tangan (OTT) di Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Tiga warga yang sedang beraktivitas di sekitaran Bundaran HI saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) ditangkap saat sedang membuang sampah bekas makanan, tisu, dan puntung rokok. Satu di antara tiga warga bahkan terlibat adu mulut dengan para petugas DLH DKI Jakarta akibat tidak terima dikenai denda langsung sebesar maksimal Rp 500.000.
Nuryani (58), seorang pelanggar yang membuang sampah bekas makanan dan tisu sembarangan, ditangkap bersama salah seorang temannya oleh petugas DLH DKI Jakarta dan diharuskan membayar denda. Awalnya Nuryani menolak membayar dengan alasan tidak memiliki uang tunai. Petugas pun menyita kartu tanda penduduk (KTP) miliknya. Nuryani sempat pergi meninggalkan posko penindakan, tetapi akhirnya kembali dengan membawa uang tunai sejumlah Rp 200.000 untuk menebus KTP miliknya.
”Saya datang ke sini tidak membawa uang sebanyak itu untuk bayar denda, hanya Rp 30.000, tapi ditolak. Saya juga menolak kalau harus bayar denda langsung, repot sampai harus pinjam ke teman saya, Rp 200.000,” kata Nuryani yang datang bersama teman-temannya.
Nuryani menyayangkan tidak adanya peringatan terlebih dahulu ketika ditindak dan langsung dikenai denda. Menurut dia, denda yang dikenakan langsung di posko justru sangat memberatkan karena tidak semua warga memiliki uang saat itu juga.
Selain Nuryani, Kevin (29) juga ditindak akibat membuang puntung rokok sembarangan saat sedang berjalan di sekitaran Bundaran HI. Kevin dikenai denda sebesar Rp 100.000.
Pembayaran denda secara langsung akan memperbesar risiko konflik antara masyarakat dan petugas. Perlu adanya perubahan sistem oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait cara pembayaran denda akibat membuang sampah sembarangan.
Hal yang sama juga terjadi pada Muhammad Bohari (27), pelanggar yang membuang puntung rokok sembarangan, saat sedang duduk bersama temannya di sekitaran Hotel Indonesia Kempinski. Bohari dikenai denda sebesar Rp 100.000. Ia pun terlihat kebingungan sebab uang tunai yang dibawanya tidak cukup untuk membayar denda.
”Saya sedang tidak bawa uang, sedangkan denda harus langsung dibayarkan di posko. Menurut saya sistem seperti ini membuat pelanggar repot. Saya sampai harus berkeliling mencari mesin ATM untuk tarik tunai,” katanya.
Masyarakat keberatan membayar denda langsung di posko penindakan dengan alasan tidak membawa uang tunai. Mereka mengeluhkan tidak adanya sistem transfer agar memudahkan pembayaran denda sehingga tidak mengharuskan mereka membayar langsung di posko atau ke Bank DKI.
Perlu diubah
Kepala Bidang Pengawasan dan Penaatan Hukum DLH DKI Jakarta Eko Gumelar mengatakan, pemberian denda langsung di posko penindakan dilakukan demi memberikan efek jera kepada warga yang melanggar. Saat ini, pihaknya memprioritaskan sanksi pembayaran denda secara tunai.
”Kalau bisa dibayar secara tunai, itu sangat diusahakan demi memberikan efek jera kepada warga yang melanggar,” katanya saat sedang berjaga di lokasi penindakan posko OTT Bundaran HI.
Meskipun begitu, pembayaran denda yang tidak dapat dilakukan secara transfer dinilai menyulitkan pelanggar yang tidak membawa uang tunai. Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, berpendapat, perlu ada mekanisme alternatif pembayaran denda.
”Masyarakat malas kalau harus membayar denda di posko penindakan secara langsung. Kebanyakan mereka tidak membawa banyak uang tunai. Sebab, tujuan datang saat HBKB hanya untuk jalan santai dan olahraga,” katanya.
Menurut Trubus, pembayaran denda secara langsung akan memperbesar risiko konflik antara masyarakat dan petugas. Perlu ada perubahan sistem oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait cara pembayaran denda akibat membuang sampah sembarangan.
Tidak adanya pilihan untuk melakukan transfer saat membayar denda membuat masyarakat kebingungan ketika ditindak dan diharuskan membayar denda secara langsung, terlebih ketika tidak memiliki uang. Perlu ada perubahan peraturan agar dapat memudahkan masyarakat dalam membayar denda, tidak sekadar memberikan efek jera.
”Kalau tidak ada pilihan yang memudahkan masyarakat dalam melakukan pembayaran denda, lebih baik jangan dilakukan dulu (denda). Pasanglah kamera pengawas dan didata saja para pelanggar itu, jangan langsung didenda,” kata Trubus.
Adapun pembayaran denda akibat membuang sampah sembarangan telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Pembayaran denda sebesar maksimal Rp 500.000 tertuang dalam Pasal 130 Ayat (1b).