Pemindahan jaringan kabel utilitas ke bawah tanah perlu untuk mengefektifkan pembangunan infrastruktur digital kota dan mempercantik Jakarta. Kerja sama asosiasi jasa telekomunikasi dan pemerintah perlu dijalin erat.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penataan jaringan kabel fiber optik menjadi program prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian penataan estetika kota dan akselerasi infrastruktur digital. Meski program dimulai sejak 2019, masih ditemukan kabel yang menggantung di tiang listrik dan belum dipindahkan ke sarana yang telah dibangun Pemprov DKI Jakarta. Kerja sama dan aturan yang jelas dibutuhkan agar proses pemindahan berjalan lancar.
Dari pantauan di lapangan, Rabu (19/10/2022) pukul 13.00 WIB, di ruas jalan kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, masih ditemukan kabel menggantung di tiang listrik, meski di bawah telah dibangun manhole atau lubang tempat sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) berada. SJUT ini menjadi tempat bagi kabel fiber optik tersebut ditaruh setelah dipindahkan dari atas.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menjelaskan, masih ditemukannya kabel optik yang tertambat di tiang listrik karena para pemilik kabel, dalam hal ini penyelenggara jasa telekomunikasi, masih mengurus berita acara kesepakatan (BAK) dengan operator SJUT.
Di dalam BAK termuat aturan berisi teknis, waktu pelaksanaan pemindahan, dan juga biaya sewa. Proses ini membutuhkan proses yang cukup panjang. Masih banyaknya kabel juga karena ada pemilik yang tidak mengurus BAK sama sekali.
”Prosesnya tidak langsung dipindahkan. Operator dan penyelenggara jasa akan menyepakati teknis dan waktu pemindahan dan ini butuh waktu yang tidak sebentar. Kabel yang digunakan di bawah juga berbeda dengan yang di atas sehingga penyelenggara jasa membutuhkan waktu untuk menyediakannya,” ujarnya, Rabu.
Pemindahan kabel fiber optik ke sarana jaringan utilitas terpadu bantu akselerasi pembangunan digital Jakarta sekaligus mempercantik tata kota. (Hari Nugroho)
Hari menegaskan, bagi penyelenggara jasa yang melewati batas waktu yang termuat dalam BAK dan tak kunjung memindahkan kabelnya, pemerintah akan memberikan peringatan dan memotong kabel tersebut. Ia mengingatkan, proses pemotongan kabel dilakukan setelah memberikan pemberitahuan bagi pemilik kabel.
”Kalau perjanjian di BAK-nya tidak dijalankan dengan baik, kami akan potong,” ujarnya.
Hari menuturkan, di Mampang Prapatan, sudah ada 52 pemilik kabel yang mengurus BAK dan 42 telah dipindahkan ke SJUT. Di Tendean, sudah ada 45 pemilik kabel yang mengurus BAK dan 28 kabel masuk SJUT.
Di Walter Mongonsidi, sudah 8 pemilik kabel yang mengurus BAK dan 1 kabel sudah turun ke SJUT. Di Gunawarman, ada 16 pemilik kabel sudah BAK dan 5 sudah masuk ke SJUT. Di Senopati, ada 15 pemilik kabel yang sudah BAK, dan sudah masuk ke SJUT sebanyak 4 kabel.
Di Suryo, ada 15 pemilik yang mengurus BAK dan 2 kabel sudah dipindahkan ke SJUT. Di Cikajang, ada 7 pemilik kabel yang sudah BAK, namun belum ada yang turun ke SJUT. Total ada 82 kabel yang masuk di total ruas SJUT sepanjang 20 kilometer.
Ia mengajak para pemilik kabel yang belum mengurus BAK untuk segera melakukannya agar proses pemindahan bisa dilaksanakan. Adapun pemerintah menunjuk dua operator untuk mengelola SJUT, yaitu Jakarta Propertindo dan Sarana Jaya.
”Jakarta ini perlu ditata agar bisa menjadi smart city, penataan juga penting agar Jakarta semakin terlihat rapi. Merapikan Jakarta tugas kita (pemilik kabel dan pemerintah) bersama. Tantangannya banyak, tetapi semoga bisa berjalan lancar,” ujarnya.
Tarif sewa
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Sinaga menjelaskan, pihak asosiasi mendukung penuh upaya Pemprov DKI membangun infrastruktur digital dan mempercantik wajah Jakarta dengan memindahkan kabel fiber optik ke SJUT. Namun, ia memberikan beberapa catatan agar program ini bisa berjalan dengan baik dan transparan.
”Kami mendukung penuh upaya Pemprov DKI memindahkan kabel ke SJUT, tetapi ada beberapa aturan yang perlu diperjelas, salah satunya soal biaya sewa,” ujarnya.
Jerry menjelaskan, tarif biaya sewa SJUT dibahas secara terpisah antara pemilik kabel dan operator. Ia meminta agar penentuan tarif diatur dalam peraturan yang jelas dan baku. Aturan ini nantinya dapat dijadikan acuan penentuan tarif biaya sewa.
Kita mengurus IPPJU, masa dikatakan ilegal. (Jerry Sinaga)
”Tarif sewa dibicarakan secara terpisah setiap pemilik kabel dengan operator. Hasilnya tarif biaya sewa bisa berbeda-beda di antara penyelenggara. Harus ada aturan yang jelas supaya tidak ada kesalahpahaman,” ujarnya.
Ia juga menyarankan pembangunan SJUT tidak dilakukan di badan jalan, tetapi di trotoar. Hal ini agar setiap kali ada pemeliharaan para pemilik kabel tidak mengganggu aktivitas di jalan raya.
Jerry sekaligus menampik informasi yang mengatakan para penyelenggara jasa yang masih menambatkan kabelnya di atas adalah tindakan ilegal dan melanggar aturan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas. Ia menyebut, para anggota Apjatel menaati aturan dengan mengurus izin ke pemerintah.
”Kita urus IPPJU (izin pelaksanaan penempatan jaringan utilitas) ke pemerintah, bagaimana mungkin disebut ilegal,” ujarnya.