Pembangunan wilayah Kuala Lumpur, Malaysia, menjadi kota modern, tak mengesampingkan peninggalan kolonial Inggris. Sebab, peninggalan tersebut menjadi jejak untuk masa yang akan datang.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Bendera Malaysia berkibar pada tiang setinggi 95 meter di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur. Keberadaannya menandai kemerdekaan Tanah Melayu dari kolonial Inggris pada 31 Agustus 1957.
Dataran Merdeka sekaligus menjadi titik nol kilometer Kuala Lumpur. Setiap tahun di situ selalu semarak dengan perayaan menjelang kemerdekaan dan perarakan ulang tahun Malaysia.
Minggu (16/10/2022) siang, langit cerah dan angin sepoi menemani langkah wisatawan dari berbagai negara. Mereka sekadar jalan-jalan, duduk atau berswafoto di area yang populer dengan sebutan Kota Lama Dataran Merdeka.
Pada kawasan itu pula terdapat Gedung Sultan Abdul Samad yang dibangun tahun 1897. Bangunan bergaya arsitektur mughal yang kesohor dengan atap kubah dan tower jamnya.
Banyak wisatawan berswafoto di muka bangunan. Salah satu spot favorit ialah membelakangi tower jam beratap kubah.
Wisatawan juga bisa menikmati Museum Tekstil Nasional yang bergaya art deco dan Galeri Kota Kuala Lumpur. Semuanya bersisian di titik nol kilometer Kuala Lumpur.
Jika diperhatikan dengan saksama, titik nol kilometer Kuala Lumpur itu seakan dikepung gedung pencakar langit. Bangunan-bangunan modern milik perbankan, badan usaha, swasta, atau pemerintah yang menjulang tinggi di sekitarnya.
Keberadaannya tak lepas dari perkembangan kota selepas penjajahan. Segenap warga Malaysia yang terdiri dari etnis Melayu, Tiongkok, India, dan lainnya membangun wilayahnya menjadi kota modern lewat kehadiran bangunan-bangunan beton yang menjulang ke angkasa.
”Orang Malysia berlomba merancang bangunan elok (indah). Ada omongan di antara orang Malaysia kalau merancang bangunan elok namanya akan terkenang 100 tahun,” tutur Low Wei Hsing, pemandu wisata.
Arsitek-arsitek Malaysia menghasilkan banyak bangunan yang indah ataupun unik seantero kota. Namun, keberadaannya tak menghilangkan jejak-jejak kolonial yang tetap dipertahankan atau dilestarikan sebagai warisan budaya dan pengingat sejarah bangsa.
Peradaban
Kota Lama Dataran Merdeka ditunjang jalur pedestrian dan sepeda yang bebas okupasi. Aksesnya kian mudah dengan jalur kereta dan bus pariwisata.
Pengemudi kendaraan pribadi maupun sewaan enggan berhenti atau parkir sembarangan. Sebab, tertera plang denda sebesar 500 ringgit atau Rp 1,6 juta (1 ringgit setara Rp 3.300).
Low Wei Hsing yang akrab disapa Wini memandu wisatawan ke River of Life. Salah satu ikon Kuala Lumpur berupa hasil revitalisasi pada area pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak di Leboh Pasar Besar.
Jembatan ini terletak di seberang Dataran Merdeka. Letaknya melalui Pasar Besar atau pasar utama di tebing timur Sungai Klang. Sungai ini juga menjadi pemisah warga Inggris di tebing barat dengan Melayu dan Asia Timur selama masa penjajahan.
Jembatan tersebut menghadap ke Masjid Jamek Sultan Abdul Samad. Salah satu masjid tertua di Malaysia yang dibangun bergaya arsitektur neo-moor, seperti bangunan kolonial di India Utara.
Salah satu yang menarik perhatian di area itu ialah galeri petunjuk di sudut jembatan. Galeri beton berbentuk persegi setinggi satu meter. Pada atasnya terdapat peta tiga dimensi kawasan titik nol kilometer Kuala Lumpur yang dilalui Sungai Klang dan Sungai Gombak.
Wini meminta sebotol air untuk dituangkan ke atas peta itu. Dalam sekejap air memenuhi aliran sungai hingga seisi kawasan. ”Ini ingatkan tentang potensi banjir di Kuala Lumpur. Kalau sungai penuh, meluap, banjir landa kota," ujarnya.
Banjir kerap kali melanda Kuala Lumpur. Banjir merendam beberapa daerah di Lembah Klang, terutama di Kuala Lumpur pada Senin (25/4/) sore. Terjadi kemacetan panjang saat jam pulang kerja.
Desember tahun 2021, Lembah Klang mengalami salah satu banjir terparah dalam sejarah. Daerah-daerah seperti Shah Alam, Klang, dan Kuala Lumpur terdampak. Ribuan orang mengungsi, 25 orang meninggal, dan kerugian mencapai 3,1 miliar ringgit (Rp 10,26 triliun) di Selangor.
Pusat kota Kuala Lumpur didominasi beton-beton menjulang tinggi. Bahkan, salah satunya menjadi ikon Malaysia, yaitu menara kembar Petronas. Tingginya mencapai 452 meter yang terdiri dari 88 lantai. Kedua menara dihubungkan oleh sebuah jembatan pada lantai 42.
Dibandingkan gedung pencakar langit, galeri petunjuk mungkin hanya seonggok beton. Akan tetapi, keberadaannya yang tak kesohor justru menunjukkan pembangunan kota tanpa mengesampingkan jejak sejarah sehingga bisa jadi pelajaran untuk masa yang akan datang.
Jalan kaki 9 kilometer tidak terasa, ya (Dea)
Jalan kaki
Selain bangunannya, berjalan kaki di dalam kota Kuala Lumpur terasa menyenangkan. Apalagi ditambah udara yang cukup sejuk selama kaki mengitari kawasan pusat perbelanjaan dan kuliner seperti Selasa (18/10) malam.
Warga dan wisatawan menjadi satu di trotoar sepanjang Bukit Bintang hingga Sungai Wang. Terkadang ada pertunjukkan seni atau musik yang menjadi tontonan semua orang.
”Jalan kaki 9 kilometer tidak terasa, ya,” ujar Dea, wisatawan dari Indonesia. Perkataan Dea ada benarnya. Pejalan kaki bisa melengos bebas tanpa khawatir menabrak pedagang kaki lima atau disenggol kendaraan.
Tak dimungkiri sepanjang perjalanan memang dijumpai pengemis. Namun, jumlahnya tak banyak. Mereka pun hanya duduk lesehan sambil meminta-minta kepada lalu lalang orang untuk berbelas kasih.