Ada 42 Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Jakarta
Dinkes DKI Jakarta mencatat selama Januari-13 Oktober 2022 terdapat 42 kasus gagal ginjal akut misterius pada anak-anak. Dinkes DKI Jakarta masih menyelidiki kasus tersebut.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat sejak Januari 2022 sampai dengan 13 Oktober 2022 terdapat 42 kasus gagal ginjal akut misterius pada anak-anak. Dinas Kesehatan DKI Jakarta masih menyelidiki kasus tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, Jumat (14/10/2022), menjelaskan, Dinkes DKI Jakarta sudah berkomunikasi dengan rumah sakit-rumah sakit di DKI Jakarta untuk menangani kasus gagal ginjal akut misterius. Dinkes DKI Jakarta juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena kasus tersebut relatif baru.
”Itu menjadi penting karena hal yang relatif baru untuk dilakukan investigasi yang lebih intens,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, dari 42 kasus tersebut, 29 kasus menimpa anak laki-laki dan 13 kasus anak perempuan.
Dari jumlah itu, lanjut Dwi Oktavia, 37 kasus anak balita dan lima kasus usia 5-18 tahun. Dari 42 kasus itu, Dinkes DKI mencatat sebanyak 25 orang meninggal, rawat inap 7 kasus, dan sembuh 10 kasus.
”Kepada orangtua perlu memperhatikan kesehatan anak, menerapkan pola hidup bersih sehat (PHBS). Contoh cuci tangan sebelum makan, pilih makanan yang bersih, dimasak dengan benar,” kata Dwi Oktavia.
Jika anak sakit, lanjut Dwi Oktavia, ia meminta para orangtua segera memeriksakan anak ke dokter. ”Perhatikan frekuensi dan jumlah buang air kecil (BAK). Jika berkurang dari biasanya atau bahkan tidak buang air kecil sama sekali, jangan tunda untuk berobat,” kata Dwi.
Menurut Dwi, terkait gagal ginjal akut misterius itu, para orangtua harus mencermati gejala awal, di antaranya demam, diare dan muntah, serta batuk pilek.
Kemudian, gejala lanjutan, di antaranya jumlah urine dan frekuensi buang air kecil berkurang, badan membengkak, penurunan kesadaran, dan sesak napas. ”Jika ditemukan gejala demam, diare, muntah, frekuensi buang air kecil berkurang, sebaiknya dalam 12 jam harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Semakin cepat terdeteksi, semakin baik perbaikan penyakit jika ditangani khusus,” jelas Dwi Oktavia.
Adapun langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah gangguan ginjal, kata Dwi Oktavia, di antaranya mencukupi kebutuhan cairan harian sesuai usia, konsumsi makanan lengkap dan gizi seimbang. Kemudian, menerapkan pola hidup sehat, hindari mengonsumsi obat keras terbatas tanpa resep dokter.
”Masyarakat tidak perlu panik, tetapi tetap waspada terutama jika jumlah dan frekuensi buang air kecil anak berkurang,” ujar Dwi.
Gangguan ginjal akut misterius, dijelaskan Dwi Oktavia, merupakan kondisi ketika ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah dan tanpa diketahui penyebab utamanya. ”Penyebab pasti dari gangguan ginjal itu belum diketahui dan masih dalam investigasi,” kata Dwi Oktavia.