Terkendala Dana, RPTRA di Jakarta Tak Kunjung Diperbaiki
Masih banyak RPTRA di Jakarta yang mengalami kerusakan dan tidak kunjung diperbaiki. Sebab, terkendala dana, imbas pandemi Covid-19.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah fasilitas bermain Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Jakarta terlihat rusak dan sepi pengunjung. Fasilitas bermain itu tidak kunjung diperbaiki oleh pihak pengelola karena terkendala dana.
Fasilitas bermain anak, seperti ayunan, perosotan, dan jungkat-jungkit, banyak yang berkarat, bahkan ada yang bolong hingga besi berkarat mencuat. Tidak hanya itu, warna cat pada fasilitas bermain sudah mulai terkelupas. Kondisi ini terlihat di Ruang Publik Terpadu Raman Anak (RPTRA) Amir Hamzah, Jakarta Pusat.
Rani Sanjaya (38), orangtua yang rutin menemani kedua anaknya bermain di RPTRA Amir Hamzah, mengatakan, sebagian fasilitas bermain anak sudah berkarat dan besinya mencuat ke atas. Menurut dia, fasilitas bermain di sana sudah pernah diperbaiki sebelum pandemi Covid-19, tetapi kembali rusak.
”Besi berkarat yang mencuat ke atas seperti ini tentu sangat berbahaya untuk anak-anak jika terinjak. Sebaiknya ya pihak pengelola memperbaiki lagi,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Kamis (13/10/2020), terdapat pelang tulisan RPTRA Amir Hamzah yang beberapa hurufnya miring dan hampir jatuh. Di sana terdapat sepuluh fasilitas bermain anak ditambah dengan lapangan basket.
Namun, dua di antara sepuluh fasilitas itu dalam kondisi rusak dan berkarat. Ring basket yang terpasang pada tiang juga sudah mulai koyak jaringnya dan terkelupas catnya.
Tidak hanya fasilitas bermain, RPTRA Amir Hamzah juga memiliki perpustakaan. Sayangnya, perpustakaan itu dibiarkan kosong karena tidak ada pengelola yang berjaga. Fasilitas seperti kipas angin di dalamnya juga rusak.
Kondisi serupa terlihat di RPTRA Borobudur, Jakarta Pusat. Hanya terdapat dua fasilitas bermain yang masih bisa digunakan dari total empat fasilitas, yakni perosotan dan jungkat-jungkit. Terlihat tiang ayunan berkarat yang dibiarkan kosong dan tidak terpasang tali serta kursi ayunan.
Tampak juga bagian panjat tali pada perosotan yang ditambal di sisi kanan dan kirinya serta jungkat-jungkit yang berkarat dan hampir patah di bagian tengahnya. Selain itu, sepinya pengunjung juga terlihat di sana.
”Iya, ini memang ayunannya rusak, perosotan, dan jungkat-jungkitnya. Tapi, kami telah mengajukan permohonan peremajaan ke Kelurahan Pegangsaan,” kata Koordinator Pengelola RPTRA Borobudur Fatah Maulana.
RPTRA Borobudur telah melakukan peremajaan tahap 1 pada tahun 2016. Namun, fasilitas itu kemudian rusak lagi dan sempat tutup total akibat pandemi Covid-19.
Tidak jauh berbeda dengan dua RPTRA sebelumnya, RPTRA Kebon Sirih, Jakarta Pusat, juga memiliki fasilitas bermain anak yang rusak dan berkarat. Meskipun begitu, beberapa fasilitas seperti perosotan dan jungkat-jungkit di sana tidak berkarat karena terbuat dari kayu.
Namun, ayunan yang ada sudah sangat berkarat serta salah satu rantainya putus sehingga tidak digunakan lagi. Selain itu, fasilitas piring putar juga sudah berkarat sehingga tidak bisa diputar ketika dinaiki anak-anak.
Sejumlah RPTRA yang masih rusak tersebut tidak kunjung diperbaiki akibat terkendala dana. Dana yang dialokasikan oleh suku dinas pemberdayaan perlindungan anak dan pengendalian penduduk (PPAPP) harus digunakan untuk menangani permasalahan selama pandemi Covid-19.
Adanya pandemi membuat sejumlah RPTRA terbengkalai dan tidak kunjung diperbaiki. Namun, tahun 2022, para pengelola RPTRA telah mengajukan peremajaan fasilitas bermain anak ke Kelurahan Pegangsaan dan sedang ditindaklanjuti untuk direalisasikan pada tahun 2023.
”Kami sedang usahakan minta ke kelurahan saat ini untuk diganti fasilitas yang berkarat itu dengan yang baru,” kata Koordinator Pengelola RPTRA Kecamatan Menteng yang juga anggota Pengelola RPTRA Kebon Sirih Faridha.
RPTRA Kebon Sirih belum melakukan peremajaan imbas dari pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pihak pengelola mengandalkan dana patungan pribadi anggota, bantuan beberapa perusahaan seperti MNC Group dan Transgasindo (TGI), dan Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Administrasi Jakarta Pusat.
Menurut Faridha, dana patungan biasa dikumpulkan untuk memperbaiki berbagai kerusakan bangunan kecil, salah satunya atap yang bocor. Sementara bantuan dari perusahaan dan sudin perpustakaan dan kearsipan biasanya berupa fasilitas penunjang untuk anak-anak, seperti fasilitas bermain baru dan rak berisi buku, bukan uang.
Tidak hanya terkendala biaya akibat pandemi Covid-19, pengajuan proposal ke tingkat kelurahan pun dinilai memakan waktu lama. Faridha mengatakan, diperlukan waktu kurang lebih satu tahun dari pengajuan proposal hingga nanti diterima.
”Pengajuan proposal saja lama sekali prosesnya, jadi kami saat ini mengandalkan dana patungan pribadi dan bantuan dari beberapa perusahaan,” kata Faridha.