Sistem Pengendalian Hulu-Hilir Kunci Bebaskan Jakarta dari Banjir
Sinergi pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci mengubah kota menjadi bebas banjir. Kerja sama pengendalian banjir perlu dilakukan secara terpadu mulai dari hulu hingga hilir.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepekan ini hujan deras dan kondisi lingkungan yang buruk memicu banjir hingga longsor di banyak lokasi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini mengingatkan bencana masih menjadi permasalahan yang mendera warga setiap tahun. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kembali didorong bekerja sama menciptakan sistem pengendalian banjir yang efektif agar dapat membebaskan diri dari permasalahan klasik tersebut.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane Bambang Heri Mulyono menjelaskan, pemerintah pusat telah membangun dua waduk kering atau dry-dam di Ciawi dan Sukamahi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembangunan waduk ini merupakan upaya pemerintah pusat mengendalikan banjir Jakarta dari sektor hulu dan ditargetkan selesai pada tahun 2022.
Bambang menjelaskan, waduk kering ini berfungsi mengontrol debit air yang dialirkan dari Bogor menuju Jakarta. Sebelum ada waduk, debit air hujan yang dialirkan dari Bogor menuju Jakarta sebesar 365 meter kubik per detik, tetapi dengan waduk bisa turun menjadi 253 meter kubik per detik karena sisanya akan disimpan di waduk. Setelah debit air di hilir sudah normal, air dialirkan kembali.
”Waduk ini menjadi tempat air mengantre turun ke bawah. Harapannya bisa menekan debit air yang mengalir ke bawah sampai 30 persen,” ujarnya, Rabu (12/10/2022).
Waduk Ciawi dan Sukamahi ditargetkan selesai pada tahun 2022.
Selain di hulu, pemerintah pusat juga terlibat di hilir, melalui revitalisasi Ciliwung. Namun, Bambang menyebut progres revitalisasi belum berubah sejak 2018, yaitu masih 50 persen. Mengacu pada rencana BBWS Ciliwung Cisadane dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, program revitalisasi dilakukan mulai dari aliran kali hulu di segmen TB Simatupang-Condet hingga hilir di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan.
”Sampai saat ini yang sudah dibangun sepanjang 16,5 kilometer dari total 33 kilometer, masih 50 persen. Kendalanya ada di pembebasan lahan,” ujarnya.
Meskipun begitu, BBWS Ciliwung Cisadane tetap mengerjakan beberapa proyek pengendalian banjir lain di Jakarta. Sejak 2021, BBWS mengerjakan proyek pengendalian banjir seperti pembangunan sodetan Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur dan rumah pompa Ancol-Sentiong, yang perkembangan keduanya kini mencapai 50 persen.
Ia menyebut, anggaran dua proyek diatas berasal dari anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, berbeda dengan revitalisasi Ciliwung yang berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
”Kami tetap mengerjakan beberapa proyek lain seperti pembuatan sodetan aliran Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur dan rumah pompa di Sentiong. Anggarannya dari PUPR,” ujarnya.
Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Manajemen Sumber Daya Air Firdaus Ali menjelaskan, sebagai kota metropolitan dan wajah dari Indonesia, Jakarta dituntut memiliki sistem pengendalian banjir yang baik, apalagi di tengah kondisi perubahan iklim yang semakin buruk. Ia menyebut, pembangunan sistem mitigasi bencana yang efektif di Ibukota adalah hal yang mendesak.
”Coba kita bandingkan kota-kota lain di dunia seperti Tokyo, Hong Kong, atau Singapura, Jakarta tertinggal karena belum ada flood control system (sistem pengendalian banjir) yang baik,” ujarnya.
Mengacu pada Rencana Pembangunan Daerah DKI Jakarta 2023-2026, banjir yang kerap terjadi di Jakarta biasanya berasal dari curah hujan lokal yang tinggi, banjir kiriman dari hulu (Bogor), dan air laut pasang (rob) yang tinggi di daerah pesisir. Banjir tersebut diperparah karena drainase tidak berfungsi dengan baik dan berkurangnya wilayah resapan air karena menjamurnya hunian warga.
Rumah Limpah Sungai
Selain di sektor hulu, pengendalian juga harus dilakukan di sektor hilir. Pengendalian sektor hilir dilakukan melalui Proyek 942. Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, Proyek 942 merupakan pembangunan dan rehabilitasi sembilan polder, empat waduk, dan revitalisasi dua sungai.
Sembilan polder dalam Proyek 942 tersebut berlokasi di Kelapa Gading, Pulomas, Muara Angke, Teluk Gong, Mangga Dua, Green Garden, Marunda JGC, Tipala-Adhyaksa, dan Kamal. Sementara pembangunan empat waduk ada di Brigif Jagakarsa, Lebak Bulu, Pondok Ranggon, dan Wirajasa. Adapun revitalisasi dua sungai berada di sodetan Muara Bahari-Kali Besar dan Kali Ciliwung segmen Pasar Baru (Kompas.id, 6/10/2022).
RLS berfungsi mengontrol debit air di hulu untuk nantinya dialirkan secara bertahap menuju hilir.
Dari laman resmi Dinas SDA Jakarta, proyek pembangunan Waduk Brigif, Lebak Bulus, dan Pondok Ranggon, dikenal sebagai program Rumah Limpah Sungai (RLS). RLS berfungsi mengontrol debit air di aliran kali hulu agar dapat dialirkan secara bertahap menuju hilir.
Berdasarkan informasi dari laman media sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, RLS Brigif diproyeksikan mampu menurunkan risiko banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krukut sebesar 25 persen dan mengurangi potensi banjir di Ciganjur, Cilandak, Kemang, dan Petogogan.
RLS Lebak Bulus diproyeksikan mampu mengurangi risiko banjir di DAS Grogol sebesar 11 persen dan mengurangi potensi banjir di Palmerah dan Kebayoran, sedangkan RLS Pondok Ranggon diharapkan mampu menurunkan resiko banjir di DAS Sunter sebesar 16,4 persen, dan mengurangi potensi banjir di Lubang Buaya, Kampung Melayu, Cipinang Muara, dan Pondok Bambu.