Pembangunan Tol Belum Memperhatikan Dampak Sosial dan Lingkungan
Pembangunan tol yang kini selalu kebanjiran di Serpong dinilai warga tanpa memerhatikan keseimbangan lingkungan serta kepentingan warga sekitarnya. Pengembang perumahan juga dipertanyakan tanggungjawabnya.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS - Banjir yang terjadi di ruas tol Pondok Aren-Serpong Kamis sore hingga Jumat dini hari diduga akibat penyempitan saluran air menuju Sungai Cibenda. Selain jalan tol, banjir juga menggenangi rumah warga sekitar. Kejadian ini telah berulang beberapa kali dan diyakini buah dari pembangunan tanpa mengacu pada keseimbangan lingkungan.
Warga perumahan Al-Kahfi Residence, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Tengarang Selatan, Banten, pada Jumat, (7/10/2022) melakukan bersih-bersih pasca banjir. Bencana itu terjadi sepanjang Kamis (6/10/2022) pukul 06.00 sore sampai surut dini hari tadi pukul 04.00.
Aris Prasetyo (32) warga perumahan Al-Kahfi Residence menjelaskan kondisi banjir saat ini semakin parah dengan genangan air yang semakin tinggi. Menurutnya, sebelumnya banjir hanya setinggi 30 sentimeter. Kemarin, banjir mencapai 1,2 meter. Hal ini membuat beberapa warga mengungsi ke rumah kerabat sampai musim hujan selesai.
"Banjir disebabkan penyempitan Sungai Cibenda yang semula sembilan meter menjadi empat meter. Selain itu, imbas pembangunan tol yang tidak disertai pembuatan saluran air ke sungai yang memadai, memperparah kondisi. Mereka buat proyek tapi tidak mementingkan warga sekitar," kata Aris.
Kasat mata terlihat aliran air tidak langsung lurus ke arah sungai tapi berbelok ke arah permukiman warga. Kondisi ini diperparah tidak adanya tanggul untuk melindungi permukiman.
"Selain sungai menyempit, juga mengalami pendangkalan. Air bisa bisa naik 70 sentimeter dalam waktu 30 menit. Kami mau menyelamatkan barang-barang juga sulit," kata Aris lagi.
Yang terdampak sekitar 150 keluarga mencakup warga Al-Kahfi Residence, warga Kampung Gedong dan Kampung Pasar Kekurahan Jombang, Kecamatan Ciputat. Al Kahfi Residence merupakan perumahan yang terdampak paling parah karena letaknya paling dekat dengan jalan tol.
"Kami sudah melakukan berbagai cara agar banjir ini tidak bertambah parah. Mulai dari membeli pompa air, sampai enam kali mediasi dan bersurat kepada pengelola tol, juga ke pejabat terkait. Tapi sampai saat ini hasilnya nihil dan mereka terkesan seperti tutup mata," ujar Angga (30) sesama warga perumahan Al-kahfi.
Kondisi warga
Dampak dari banjir yang dirasakan warga bukan hanya materi melainkan juga psikologis yang dirasakan. Sebab dalam dua minggu ini saja permukiman warga sudah terendam banjir dua kali. Hal ini membuat beberapa warga trauma.
"Jadinya khawatir kalau meninggalkan. Padahal perginya dekat. Takut anak dan barang di rumah enggak bisa diselamatkan," kata Farida (28) warga yang tedampak banjir.
Kami merasa tertipu, sering kebanjiran, kualitas air buruk. Kami curiga izin amdal dan lainnya itu palsu
Ia mempertanyakan pertanggungjawaban pengembang perumahan, karena menurutnya perumahan dijanjikan bebas banjir namun nyatanya kebalikannya. Selain itu, kualitas air di perumahan berwarna kuning dan berbau, warga terpaksa menambahkan penyuling agar airnya lebih bersih.
"Kami merasa tertipu, sering kebanjiran, kualitas air buruk. Kami curiga izin amdal (analisis mengenai dampak lingkungan hidup) dan lainnya itu palsu," ujarnya.
Warga berharap segera ada solusi nyata dari pihak terkait mengenai nasib mereka.
"Tuntutan kami sederhana, bantu diperbaiki drainase. Jika memang area perumahan kami adalah resapan air kami mau direlokasi, yang penting jelas. Kami juga ingin hidup layak," ujar Yuli Gimel (40) sekrtaris RT 01 RW 13 Al-Kahfi Residence.
Solusi nyata
Dikutip dari "Desain Lengkap Mitigasi Banjir Tol BSD" (Kompas.id, 5/10/2022), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sejak tiga tahun lalu sudah mendesain sejumlah langkah mitigasi naiknya muka air di Kilometer 8+500 Tol BSD. Misalnya, adanya box culvert atau drainase tanam selebar 2 meter × 4,5 meter dengan tinggi 2 meter yang selevel dengan dasar Sungai Cibenda, peninggian badan jalan pada Kilometer 8 setinggi 2 meter dengan panjang 450 meter, dan pembersihan sedimen sungai di sekitar jalan tol.
Selanjutnya, KemenPUPR akan melakukan pelebaran sungai, menambah lahan tangkapan air, dan peninggian ruas jalan tol dengan jembatan menjadi upaya mitigasi banjir berulang di Jalan Tol BSD, Kota Tangerang Selatan, Banten. Namun, upaya-upaya itu kini masih dalam proses pengerjaan.
Adapun PT Bintaro Serpong Damai sebagai pengelola Tol BSD mengalihkan lalu lintas saat terjadi banjir. Kendaraan dari Jakarta dibelokan ke arah Parigi, sedangkan kendaraan dari BSD dialihkan ke Tol Serpong-Kunciran.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyebut masalah banjir harus dilihat dari berbagai sisi. Dari segi teknis, ia menjelaskan arus sistem drainase jalan tol dengan sistem koneksi di luar tol kemungkinan ada masalah. Ada potensi kapasitas sistem diluarnya sudah tidak mampu lagi menampung sistem yang ada dari jalan tol.
Lebih lanjut menurutnya kemungkinan semakin padatnya permukiman disekitar jalan tol membuat resapan berkurang dan kapasitas drainase sudah tidak sesuai dengan perubahan bentang alam.
Yayat menegaskan, masalah banjir ini ialah masalah bersama, jangan melempar tanggung jawab. Kolaborasi diperlukan antar pihak terkait agar risiko tidak semakin besar. Warga berhak hidup dengan layak dan merasakan manfaat dari adanya jalan tol.
"Pemerintah pusat sudah turun tangan lewat PUPR. Pemerintah daerah juga harus bertanggung jawab terhadap wilayah administratifnya," ujar Yayat.