Evaluasi Penanggulangan Bencana di Sektor Pendidikan
Lingkungan MTsN 19 Jakarta yang temboknya roboh dan menyebabkan tiga siswanya tewas itu sempit dan terletak di cekungan. Bangunannya telah berdiri sejak 1997.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanggulangan bencana di sektor pendidikan perlu dievaluasi secara menyeluruh. Pemicu dorongan ini adalah kejadian robohnya tembok Madrasah Tsanawiyah Negeri atau MTsN 19 Jakarta akibat terjangan air yang menyebabkan tiga siswa tewas, Kamis (6/10/2022).
Robohnya tembok disebabkan oleh hilangnya kemampuan menahan volume air yang datang dari luar madrasah. Posisi MTsN 19 Jakarta berada pada cekungan dan dataran rendah sehingga air dari daerah yang lebih tinggi akan masuk ke lingkungan madrasah.
Hingga Jumat (7/10/2022), kasus robohnya tembok di MTsN 19 masih dalam penyelidikan Pusat Laboratorium Forensik Polri. Kepala Kepolisian SektorCilandak Multazam menduga, kejadian ini murni akibat bencana alam.
”Lokasi sekolah berada pada wilayah cekungan dan memang menjadi langganan banjir ketika hujan deras,” ucap Kepala MTsN 19 Jakarta Chawah, di Lapangan MTsN 19, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Tembok terluar madrasah terbuat dari susunan bata merah, sedangkan tembok bagian dalam terbuat dari beton. Tembok tersebut diperkirakan berusia tujuh tahun. Puing reruntuhan tembok masih tersebar di lokasi kejadian.
Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy datang mengunjungi MTsN 19 Jakarta pada Jumat (7/10/2022). Kedatangannya bertujuan untuk meninjau lokasi kejadian agar kejadian robohnya tembok tidak terulang.
”Lingkungan MTsN 19 Jakarta yang sempit akan diperluas dan dibenahi bangunannya karena sudah cukup tua. Bangunannya telah berdiri sejak 1997,” ucap Muhadjir.
Setelah kedatangan Menko PMK, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga turut meninjau MTsN 19 Jakarta. Ia menyebut, Kementerian Agama akan melakukan investigasi menyeluruh terkait kejadian robohnya tembok sebagai evaluasi penanggulangan bencana ke depan, khususnya sekolah berbasis Islam.
Penanggulangan ke depan
Pembangunan fasilitas pendidikan perlu memperhatikan kajian Satuan Pendidikan Aman Bencana. Pilar pertama adalah fasilitas pendidikan seperti bangunan gedung, posisi lapangan, dan tembok pembatas yang aman bencana. Kedua, pendidikan kebencanaan dengan pelatihan dan edukasi tentang informasi lingkungan sekolah. Ketiga, manajemen bencana tentang apa saja yang perlu dilakukan saat bencana melanda.
Aspek teknis atau konstruksi ke depan perlu memperhatikan sejarah lingkungan. Perbaikan hal teknis jauh lebih mudah dibandingkan dengan aspek manajemen bencana.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyebutkan, pembangunan bangunan perlu disesuaikan dengan potensi bencana. Ketika suatu wilayah rawan banjir setinggi 40 sentimeter, maka diperlukan pelebaran selokan ataupun pemindahan ruang kelas dan fasilitas penunjang ke lantai dua.
”Aspek teknis atau konstruksi ke depan perlu memperhatikan sejarah lingkungan. Perbaikan hal teknis jauh lebih mudah dibandingkan dengan aspek manajemen bencana,” ujarnya.
Pemahaman siswa terhadap manajemen bencana berperan penting dalam penanggulangan bencana. Wilayah MTsN 19 Jakarta sering dilanda banjir, pada saat hujan deras rawan terjadi genangan air, sebaiknya tidak ada siswa yang berada di lokasi tersebut.