Jakarta Kebut Pekerjaan Rumah Migrasi Siaran Digital
Pekerjaan rumah itu ialah meluaskan pengetahuan tentang siaran televisi digital dan bantuan atau subsidi perangkat televisi digital kepada warga Jakarta.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta sudah siap untuk migrasi dari siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta. Namun, migrasi belum terlaksana karena masih ada pekerjaan rumah meluaskan pengetahuan tentang siaran televisi digital dan bantuan atau subsidi perangkat televisi digital.
Penghentian siaran televisi analog terestrial di wilayah siaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) rencananya akan berlangsung pada Rabu (5/10/2022). Akan tetapi, ATVSI atau lembaga penyelenggara multipleks meminta analog switch off (ASO) digeser ke 2 November 2022 sesuai dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja.
”DKI siap untuk migrasi ke siaran digital. Saat ini masih rapat dengan Menkominfo. Keputusan terakhir ada di Menkominfo,” ujar Thomas Bambang Pamungkas, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta, seusai rapat koordinasi kesiapan ASO di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Kesiapan migrasi itu berdasarkan pemantauan dan evaluasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta bersama peneliti tiga program studi ilmu komunikasi dari Universitas Nasional, Universitas Pancasila, serta Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta.
Penelitian berlangsung pada Juni-Juli 2022 dengan sampel 150 responden secara proporsional dari lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi di Jakarta. Tujuannya mengetahui gambaran dan peta kesiapan warga Ibu Kota menyongsong analog switch off.
Ada empat aspek utama dalam penelitian. Pertama, 38 persen warga Ibu Kota menonton televisi 2–3 kali dalam seminggu dan 50 persen menonton selama kurang dari 1 jam per hari. Sebagian besar (67,6 persen) menonton untuk mendapatkan informasi atau berita, sedangkan lainnya menyaksikan film atau sinetron (47,3 persen).
Kedua, pengetahuan responden mengenai siaran digital sebesar 47,3 persen. Mereka tahu bahwa Indonesia sedang dalam proses migrasi penyiaran. Namun, soal kapan ASO berlangsung, penggunaan alat penerima siaran set top box (STB), dan manfaat siaran digital, sebagian besar responden belum mengetahuinya.
”Baru 26 persen berpengetahuan tinggi tentang penyiaran digital. Sumber informasinya lebih banyak dari iklan layanan masyarakat dan berita di televisi. Harus tingkatkan, masifkan lagi sosialisasi televisi digital,” ucap Nursatyo, koordinator tim peneliti infrastruktur penyiaran digital di Jakarta. AkselerasiPerlunya meningkatkan sosialisasi selaras dengan aspek ketiga dari penelitian tersebut. Sebanyak 50,7 persen responden mendukung kebijakan siaran televisi digital. Sisanya, 48,7 persen, bersikap netral.
Keempat, menjadi catatan penting untuk akselerasi karena baru 58 persen responden siap untuk menonton siaran televisi digital. Sebanyak 48,7 persen responden telah memiliki perangkat televisi digital, 13,3 persen sudah memiliki STB, dan 9,3 persen berlangganan siaran televisi berbayar.
”Sejalan dengan pelaksanaan ASO, masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai. Pembagian STB bagi keluarga kurang mampu, terutama bagi warga Kepulauan Seribu,” kata Thomas Bambang Pamungkas, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta.
Secara keseluruhan, pembagian STB kepada warga kurang mampu di Jakarta sekitar 90 persen. Capaian itu merujuk rapat koordinasi terakhir Kementerian Komunikasi dan Informatika, KPI Pusat, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, pengelola multipleks, dan penyedia STB.
Ketiga, pembagian alat bantu siaran televisi digital terestrial kepada rumah tangga miskin sudah berjalan dan telah mencapai lebih dari 60 persen. ”Infrastruktur pemancar siaran televisi digital terestrial di wilayah Jabodetabek telah semuanya beroperasi melalui tujuh operator multipleksing, yaitu TVRI dan enam lembaga penyiaran swasta,” katanya.
Nursatyo menyebutkan, pelaksanaan ASO di suatu daerah dapat terlaksana dalam kondisi minimal, yakni tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap ASO di atas 60 persen. Kemudian kesiapan infrastruktur lembaga penyiaran pengelola multipleks, seluruh wilayah terlayani jaringan penyiaran televisi digital, dan ketersediaan STB di pasaran.
”Pelaksanaan ASO akan berjalan baik dan lancar dengan terus berupaya membangun kesadaran warga dan pemenuhan perangkatnya,” ucapnya.