Revitalisasi membawa perubahan tampilan Taman Ismail Marzuki di Jakarta Pusat. Perubahan tersebut diharapkan membawa angin segar dalam proses belajar, interaksi, serta penampilan demi kemajuan seni dan budaya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat, kembali dibuka untuk publik. Revitalisasi yang tak lepas dari pro dan kontra itu diharapkan membawa angin segar dalam proses belajar, interaksi, serta penampilan demi kemajuan seni dan budaya.
PT Jakarta Propertindo (Perseroda) selaku pengelola dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat untuk menggratiskan biaya segala aktivitas seni dan budaya mulai September sampai akhir tahun. Subsidi tersebut ditaksir mencapai Rp 23 miliar.
Di sisi lain, desain ulang Taman Ismail Marzuki membawa sejumlah perubahan, yakni ruang pameran menjadi enam dari sebelumnya dua; ruang pertunjukan menjadi empat dari dua; enam ruang latihan; dan akomodasi bagi seniman atau budayawan di wisma berkapasitas 139 kamar.
”Untuk jangka pendek, Jakpro akan membentuk badan pengelola independen yang melibatkan semua pemangku kepentingan,” ucap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada dialog pembukaan publik Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Senin (26/9/2022) sore.
Pembentukan badan pengelola independen akan melibatkan Dewan Kesenian Jakarta, Akademi Jakarta, dan Institut Kesenian Jakarta. Bahkan, sudah terpilih enam anggota dewan penasihat, yaitu Rusdi Rukmarata (bidang seni), Aksan Sjuman (bidang musik), Adinda Lutfianti (bidang teater), Lulu Ratna (bidang film), Nukila Akmal (bidang sastra), dan Enin Supriyanto (bidang seni).
Anies menyebutkan, tujuan pembentukan badan pengelola independen supaya dapat mewujudkan fleksibilitas dalam pengelolaan Taman Ismail Marzuki. Sementara posisi dewan penasihat sebagai pengawal agar pengelolaan TIM sejalan dengan pembangunan dan pengembangan seni dan budaya di Jakarta.
”Badan pengelola mengurusi dari hulu (aktivitas seniman) hingga hilir untuk program seni dan budaya di Taman Ismail Marzuki agar ada regenerasi seniman di Jakarta,” katanya.
Nilai
Sekelompok seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki sempat menolak PT Jakarta Propertindo (Perseroda) sebagai pengelola Taman Ismail Marzuki. Mereka khawatir pengelolaan oleh perusahaan itu menjadi sarana komersialisasi pusat seni budaya tersebut.
Ketua Dewan Kesenian Jakarta Danton Sihombing menuturkan, pihaknya akan terus mengawal Taman Ismail Marzuki pascarevitalisasi. Dengan demikian, akan terjawab ada komersialisasi atau tidak karena semua perubahan membutuhkan waktu dan proses.
”Revitalisasi bukan sekadar kegiatan atau hasil fisik saja. Pertama, tetap merawat reputasi sebagai pusat pencapaian budaya di Jakarta dan lebih dari itu, posisi taman ini secara nasional,” ucap Danton.
Taman Ismail Marzuki punya sejarah panjang sebagai ruang seni dan budaya di Jakarta. Keberadaannya tak lepas dari Prinsen Park Lokasari di Mangga Besar dan Tangkiwood sebagai barometer seni pertunjukan serta Seniman Senen yang kongko-kongko di Bioskop Grand.
Danton menuturkan, keduanya redup karena tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan zaman ketika muncul televisi. Ruang seni kala itu tak membaca ataupun mengantisipasi perubahaan sehingga redup dan hilang.
”Gubernur Ali Sadikin bertemu sejumlah seniman menanyakan keberadaan dan mencarikan wadah sehingga berdirilah Taman Ismail Marzuki dengan segala reputasinya,” tuturnya.
Revitalisasi yang berlangsung sejak 2019 telah melewati beragam dialog. Salah satunya dengan Akademi Jakarta.
Syamsuddin Ch Haesy, anggota Akademi Jakarta, mengatakan, revitalisasi yang mengubah desain punya risiko jarak budaya. Karena itu, mesti dialog menyusun peta jalan pengelolaan, penyesuaian media baru untuk ekspresi seni, dan menghidupkan spirit di taman seni dan budaya se-Jakarta.
”Pola baru tentunya melahirkan harapan baru akan ada model pengelolaan yang kian baik,” kata Syamsuddin.
Masa depan
Konsep baru Taman Ismail Marzuki diharapkan tidak menghilangkan nilai. Sebaliknya, mendongkrak reputasi mulai tingkat lokal hingga dunia.
”Revitalisasi bisa membangun kembali reputasi karena mengubah muka atau tampilan. Konsep bisa terbangun dari perubahan itu,” ujar Rektor Institut Kesenian Jakarta Indah Tjahjawulan.
Institut Kesenian Jakarta yang terbentuk dari keberadaan Taman Ismail Marzuki terlibat dalam semua rantai ekosistem seni dan budaya. Misalnya, mahasiswa terlibat dalam pameran karya seni dan sebagai peneliti atau kajian arsip seni.
Andra Matin, arsitek perancang desain ulang TIM, juga berharap tarik-ulur atau persoalan penambahan dan pengurangan fasilitas saat revitalisasi tidak membuat Taman Ismail Marzuki kehilangan nilai-nilainya. Justru tampilan baru TIM itu diharapkan mewadahi perkembangan seni dan budaya ke arah yang lebih baik.