”Okupasi” Terang-terangan di Poros Jakarta
Kawasan Bundaran Hotel Indonesia tak hanya obyek diduga cagar budaya. Lokasinya ada di poros utama kota yang sarat jejak sejarah. Pembangunan di sana tak boleh mengokupasi eksistensi ikon Jakarta itu.
Revitalisasi halte ikonik, yaitu Halte Bundaran Hotel Indonesia dan Halte Tosari, di kawasan Bundaran Hotel Indonesia menjadi bangunan dua lantai yang luas dan masif masih menyisakan polemik dominasi terhadap jejak sejarah Jakarta modern.
Poros utama melewati Bundaran HI menandai Jakarta baru di era republik salah satunya digambarkan oleh Susan Blackburn dalam buku Jakarta, Sejarah 400 Tahun.
”Sebagaimana Belanda telah dua kali membangun Batavia baru, pertama di Kota dan kemudian di Gambir, pada era ini Soekarno memindahkan poros utama kota. Ia bertekad memberikan gambaran modern bagi Jakarta merdeka yang difokuskan di Jalan Thamrin yang membentang dari sudut barat daya Lapangan Merdeka menuju Jalan Sudirman dan Kebayoran Baru. Daerah ini bersih dari konotasi kolonial, serta akan menampilkan karya-karya hebat para arsitek dan kontraktor Indonesia,” tulis Blackburn, (Kompas, 31 Agustus 2019).
Bahkan, ruas Jalan Thamrin seolah menjadi etalase kemajuan kota Jakarta. Sejak Jakarta ditetapkan sebagai tuan rumah Asian Games IV, 1962, pemerintah melakukan pembangunan besar-besaran pada ruas Jalan Sudirman hingga Thamrin.
Dua minggu menjelang pelaksanaan Asian Games IV, atau 5 Agustus 1962, Presiden Soekarno meresmikan Hotel Indonesia. Untuk mempercantik kawasannya, sebuah monumen dibangun di Bundaran Hotel Indonesia. Tugu Selamat Datang, menyiratkan penyambutan para tamu yang datang dari arah Bandara Internasional Kemayoran menuju Senayan (Kompas, 23 April 2018).
”Kedua halte tersebut akan mendominasi poros sejarah Thamrin-Sudirman. Poros Jakarta modern yang dibangun oleh Presiden Soekarno pascakolonial,” ujar Suryono Herlambang, peneliti dan pengajar di Departemen Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara, pada Jumat (23/9/2022).
Poros Jakarta tersebut dimulai dari Monumen Nasional, Bundaran Bank Indonesia, Thamrin, Sarinah, Bundaran Hotel Indonesia, Tugu Selamat Datang-Sudirman, flyover Semanggi, Senayan, sampai Patung Pemuda Membangun di Bundaran Senayan. Sebagai poros utama kota Jakarta, pembangunannya menggantikan poros masa kolonial, yaitu Kota Tua, Gajah Mada, Hayam Wuruk, Harmoni, Juanda, Senen, sampai Matraman, yang selanjutnya ke Bekasi dan Bogor di Jawa Barat.
”Thamrin-Sudirman menjadi bagian dari tonggak penting dalam kota modern Jakarta pascakolonial. Revitalisasi jangan sampai mendominasi poros sejarah modern pascakolonial, masa kemerdekaan awal kota Jakarta,” ucapnya.
Revitalisasi halte tersebut seharusnya berkaca pada revitalisasi Sarinah yang mengembalikan lagi keberadaannya sebagai kebanggaan kota Jakarta. Sebab, sebelumnya tempat itu diokupasi oleh jenama dunia, bukan Indonesia.
Suryono mengapresiasi upaya meninggalkan warisan pembangunan di poros Jakarta. Namun, hal itu mesti memerhatikan sejarah dan budaya, bukan sekadar ikonik.
Saat ini, ketika konstruksi sudah berjalan, TSP hanya bisa meminta pihak Transjakarta memberikan penjelasan karena seharusnya ada mekanisme yang dapat menyalurkan aspirasi warga.
Nilai ruang
Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta belum mengetahui revitalisasi Halte Bundaran Hotel Indonesia dan Halte Tosari sudah mendapatkan izin dari dinas terkait. Mereka meminta penjelasan dari manajemen Transjakarta, tetapi belum ada jawaban.
Ketidaktahuan tersebut lantaran sidang TSP merupakan prasyarat untuk memperoleh persetujuan bangunan gedung. Akan tetapi, ketika sudah ada keputusan dari pemerintah terhadap situasi bangunan dan kawasan cagar budaya, TSP tidak lagi diperlukan advisnya meskipun posisinya mewakili kepentingan publik.
”Saat ini, ketika konstruksi sudah berjalan, TSP hanya bisa meminta pihak Transjakarta memberikan penjelasan karena seharusnya ada mekanisme yang dapat menyalurkan aspirasi warga,” kata Ketua TSP DKI Jakarta Boy Bhirawa.
TSP ada untuk membantu dan menjelaskan perihal cagar budaya, perlindungan nilai, signifikasi ruang kota brdasarkn sejarah, visi budaya, dan pendekatan budaya urban.
Baca juga :
- Warga Ingin Revitalisasi Halte Transjakarta Tak Sekadar Ikonik
- Revitalisasi Halte Ikonik Berpotensi Ganggu Estetika Ruang Tugu Selamat Datang
Kawasan Bundaran Hotel Indonesia sudah dikaji dan diusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta pada 2019 untuk mendapatkan keputusan gubernur sebagai obyek cagar budaya, tetapi belum ditetapkan hingga saat ini.
”Perlakuannya sudah sama dengan cagar budaya meskipun belum ada keputusan gubernur. Mungkin ada ketidakpahaman sehingga revitalisasi berjalan,” ucapnya.
TSP terus mengupayakan sosialisasi kawasan Bundaran Hotel Indonesia sebagai obyek diduga cagar budaya.
Rekomendasi
Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) DKI Jakarta sejak setahun lalu telah memberikan catatan penilaian dan rekomendasi terhadap revitalisasi halte ikonik. Sayangnya, tidak ada tindak lanjut ataupun konsultasi hingga proses revitalisasi berjalan.
Dalam dokumen TABG bidang arsitektur dan perkotaan tertanggal 16 Juni 2021, Transjakarta diminta menanggapi penilaian terhadap rencana revitalisasi halte ikonik.
Ditanyakan sikap kedua halte terhadap Bundaran Hotel Indonesia dan Tugu Selamat Datang yang merupakan struktur warisan budaya. Disarankan khusus untuk kedua halte agar tidak perlu dua lantai demi menghormati struktur warisan budaya dan sebagai respons terhadap ruang kota di Bundaran Hotel Indonesia.
Karakter ikonik tidak mesti hadir dalam skala besar, tetapi bisa dalam skala yang lebih kecil asal memenuhi karakter keunikannya. Juga alur pergerakan orang dimulai dari lantai dasar sehingga mengadakan retail di lantai dua cenderung sepi. Disarankan agar lantai dua adalah anjungan yang terbuka sebagai ruang publik.
Terakhir, fasad halte dapat digunakan sebagai media informasi dan publikasi dengan menggunakan teknologi dan desain yang serasi dengan tampilan halte.
”Baru sekali pertemuan untuk presentasi rencana revitalisasi. Ada kevakuman hampir setahun, tetapi revitalisasi berjalan,” ujar anggota TABG bidang arsitektur dan perkotaan, Yayat Supriyatna.
Secara profesional, TABG sudah mengingatkan Transjakarta. Namun, catatan-catatan tersebut tidak ditindaklanjuti karena tidak ada komunikasi lanjutan. Artinya, belum ada persetujuan teknis dari TABG.
”Jangan sampai bangunan jadi beban sejarah,” katanya.
Baca juga :
- Revitalisasi Halte Transjakarta Langgar Perlindungan Kawasan Bundaran HI
- Berpotensi Usik Cagar Budaya, Transjakarta Pastikan Ikuti Aturan
Direktur Teknik dan Digital PT Transjakarta Mohamad Indrayana dalam keterangan tertulisnya memastikan revitalisasi halte, termasuk Halte Bundaran Hotel Indonesia dan Halte Tosari, sudah memenuhi aturan yang berlaku. Pengerjaan di lapangan terus berlangsung dengan target beberapa halte bisa rampung hingga beroperasi bulan ini (Kompas, 9 September 2022).
Progres revitalisasi Halte Bundaran Hotel Indonesia mencapai 45 persen, sedangkan Halte Tosari 40 persen. Transjakarta menargetkan dalam bulan ini kedua halte sudah dapat kembali dibuka meskipun fasilitas untuk penyandang disabilitas, seperti lift dan eskalator, yang merupakan long lead items masih dalam proses fabrikasi di pabrik masing-masing.