Polisi Tangkap Mucikari Pengeksploitasi Anak di Apartemen Jakarta
Polisi menangkap mucikari yang mempekerjakan anak di bawah umur di apartemen yang berbeda-beda di kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Mucikari itu mampu menyewa puluhan kamar untuk praktik bisnis haramnya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya menangkap dua pelaku pengeksploitasi anak di bawah umur, di Jakarta Barat, Senin (19/9/2022) malam. Mereka beraksi dengan mempekerjakan secara paksa anak perempuan di bawah umur untuk melayani pria hidung belang di kamar-kamar apartemen di Jakarta.
”Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap dan mengamankan pelaku eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak di Jakarta, Erika Mustika Tarigan dan Rachmat Rivandi alias Ivan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Selasa (20/9/2022).
Polisi menangkap kedua orang itu di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, sekitar pukul 22.00. Saat ini, pelaku masih dalam proses pemeriksaan dan penyidikan lebih lanjut.
Keduanya dipersangkakan Pasal 76 I juncto Pasal 88 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 12 dan atauĺ Pasal 13 UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
”Modus operandi dalam kasus tersebut bahwa pelaku menawarkan anak korban sebagai wanita booking out (BO) dengan menjanjikan akan mendapatkan uang yang banyak. Namun, selama anak korban bekerja melayani tamu ternyata seluruh uang setiap harinya diminta oleh pelaku dengan alasan untuk membayar sewa kamar dan makanan sehari hari,” ujar Zulpan.
Penangkapan itu berawal dari laporan orangtua salah satu korban, MRT (49 tahun), ke Polda Metro Jaya pada Juni 2022. Ia berani melapor setelah anaknya, NAT (15), kabur ke rumah dan mengadu setelah dipekerjakan paksa oleh tersangka sejak Januari 2021.
MRT menceritakan, NAT awalnya disekap dan ditawarkan pekerjaan dengan penghasilan besar. ”Hanya diajak kerja. Hanya diiming-imingi entar punya duit banyak, jadi kecantikan ini itu, diiming-imingilah,” kata MRT saat datang ke Polda Metro Jaya, Jumat (16/9/2022), bersama kuasa hukumnya, Muhammad Zakir Rasyidin.
Sebelumnya, MRT menaruh curiga kepada anaknya yang tiba-tiba memutuskan untuk bekerja. Selama sekitar 1,5 tahun, NAT sesekali pulang ke rumah, tetapi tidak sampai hitungan jam. NAT juga tidak terbuka dengan pekerjaan yang ia lakukan.
”Ada kecurigaan, tapi cuman ditanya dibilang kerja (kerja normal) saya itu aja jawabannya saya kerja. Mungkin karena tekanan di sana dia langsung pergi saja. Tidak ada (kode) mungkin dia tertutup dengan bapaknya,” lanjut MRT.
MRT menyebut putrinya memberikan uang dari hasil pekerjaannya. Ia pun meminta agar NAT menyimpan uangnya untuk membayar biaya sekolah. Itu menjadi yang pertama sekaligus terakhir karena NAT tidak pernah lagi memberikan pendapatannya kepada orangtua.
Di bawah tekanan
Pengacara korban, Muhammad Zakir Rasyidin, menjelaskan, NAT awalnya tidak tahu tentang adanya eksploitasi ini. ”Ceritanya dia diajak oleh temannya ke suatu tempat. Tapi, setelah sampai, anak ini tidak bisa pulang karena diharuskan bekerja. Diimingi-imingi 'cantik', dikasih uang. Tapi pekerjaan yang diberikan itu, dia dijual ke pria hidung belang,” ujarnya.
Pekerjaan itu dilakukan di apartemen yang berbeda-beda di sekitar kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Dari pengalamannya, korban mengatakan ia bekerja dengan puluhan orang lainnya karena si mucikari mampu menyewa puluhan kamar untuk praktek bisnis haramnya. ”Jadi berpindah-pindah,” ujarnya.
Selama bekerja, lanjut Zakir, mucikari memberi upah Rp 300.000-Rp 500.000 kepada anak-anak yang dipekerjakan setelah melayani laki-laki yang memakai jasanya. Sementara itu, korbannya diminta untuk menghasilkan uang Rp 1 juta per hari.
Adapun NAT diancam harus membayar utang sebesar Rp 35 juta jika keluar dari pekerjaan melayani pria hidung belang. Utang yang dimaksud bukan dari orangtua atau korban. Zakir menduga angka tersebut dihitung dari biaya menyewa apartemen dan lainnya.
Selama bekerja di sana, pergerakan NAT juga dibatasi. Dia tidak bisa bersekolah bahkan hanya memiliki waktu terbatas untuk pulang ke rumah. Kini, NAT sudah mendapatkan penanganan dan perlindungan dari lembaga yang berwenang. Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga telah ikut menyelidiki kasus eksploitasi anak tersebut.
Data Unit Remaja Anak dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mencatat, jumlah kasus prostitusi anak selama tahun 2021 di wilayah hukum mereka mencapai 31 kasus. Dari jumlah kasus itu, sebanyak 220 anak menjadi korban dan 37 orang menjadi tersangka.