Biaya Proyek Fase 2A MRT Diperkirakan Menjadi Rp 25,3 Triliun
Kenaikan harga material dan perubahan rencana pembangunan membuat biaya proyek Fase 2A MRT Jakarta naik dari Rp 22,6 triliun menjadi Rp 25,3 triliun. Adapun mesin bor bawah tanah sudah tembus dari Monas ke Thamrin.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Manajemen PT MRT Jakarta (Perseroda) memastikan biaya pembangunan MRT Jakarta fase 2A naik dari Rp 22,6 triliun menjadi Rp 25,3 triliun. Adapun target penyelesaian proyek tersebut diperkirakan juga mundur menjadi tahun 2028.
Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim dalam agenda Forum Jurnalis, Selasa (20/9/2022), membenarkan terjadi peningkatan biaya proyek pekerjaan fase 2A MRT Jakarta. Nilai proyek fase 2A MRT pada tahun 2022 diperkirakan sekitar Rp 22,6 triliun.
Biaya proyek senilai Rp 22,6 triliun muncul sebagai hasil estimasi biaya dari perencanaan tahun 2018. Dalam perencanaan itu, trase fase 2 awalnya direncanakan dari Bundaran Hotel Indonesia ke Kampung Bandan sejauh 7,8 kilometer dengan tujuh stasiun bawah tanah, satu stasiun di permukaan tanah, serta depo di Kampung Bandan.
Pada 2018, estimasi biaya Rp 22,6 triliun sudah termasuk eskalasi harga sampai tahun 2025 dan biaya tak terduga 10 persen.
Pada perkembangannya, lahan Kampung Bandan ternyata tidak bisa dipergunakan sebagai depo. MRT Jakarta kemudian mencari lahan alternatif yang tidak hanya menjadi titik akhir fase 2, tetapi juga bisa menjadi depo sehingga ditemukan di Ancol Barat.
Hal itu membuat trase berubah, yang semula Bundaran HI-Kampung Bandan menjadi Bundaran HI-Ancol Barat. Untuk fase 2 ini, pekerjaan lalu dibagi menjadi dua fase, fase 2A dan 2B.
Fase 2A dari Bundaran HI ke Kota sejauh 6,3 km dengan tujuh stasiun bawah tanah. Fase 2B dari Kota ke Ancol Barat sejauh 6 kilometer dengan dua stasiun bawah tanah, satu stasiun di permukaan tanah, dan depo.
Dengan perubahan trase itu, saat ini untuk paket pekerjaan CP 201, 202, dan 203 sudah dibuatkan kontrak kerja dan mulai bekerja. Namun, ada faktor lain terkait kenaikan harga material lebih dari 50 persen sejak 2018.
”Ada masalah pada rantai pasok dan permintaan tinggi terkait pemulihan pascapandemi yang kita ketahui bersama dan puncaknya memang di tahun-tahun ini,” jelas Silvia.
Selain itu, karena memang ada faktor pandemi, inflasi akibat perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga minyak dan energi dunia, hingga isu krisis semikonduktor.
”Kita sangat tinggi teknologi sistem persinyalan, telekomunikasi, otomatisasi yang semua butuh cip. Jadi, begitu ada masalah dengan semikonduktor, kita terdampak langsung terhadap pembiayaan dan waktu,” jelas Silvia.
Dengan kenaikan-kenaikan tersebut, menurut Silvia, paket pekerjaan CP201, CP202, dan CP203 sudah menggunakan nilai kontrak aktual. Di dalamnya juga sudah termasuk eskalasi harga sampai tahun 2029 dan biaya darurat sebesar 10 persen.
”Meski estimasi biaya naik, belum tentu kita berakhir di angka ini karena nanti akan bergantung pada manajemen proyek, effort optimalisasi, efisiensi, percepatan, dan sebagainya baru kita akan lihat harga akhir dari biaya itu,” jelas Silvia.
Adapun untuk biaya fase 2B, menurut Silvia, saat ini belum muncul estimasinya. Saat ini, trase Kota-Ancol Barat masih dalam proses studi kelayakan.
”Estimasi belum muncul. Biaya tambahan ini akan muncul kalau sudah ada desain dasar teknik dan kita punya gambaran pada fase 2B,” kata Silvia.
Silvia melanjutkan, untuk tambahan estimasi biaya ini, Badan Kerja Sama International Jepang (JICA) sudah mengetahui alasan peningkatan biaya. JICA sudah bisa mengantisipasi kalau memang betul MRT Jakarta ada penambahan biaya sambil melihat juga perkembangan desain.
Direktur Utama PT MRT Jakarta Mohamad Aprindy menambahkan, untuk peningkatan biaya tersebut memang benar. ”Di 2018 kita merencanakan tetapi tender atau kontrak terjadi di masa pandemi Covid-19. Saat pandemı tidak ada yang mau ikut tender karena tidak ada kepastian harga, lalu ada proses tender di wilayah ASEAN yang terjadi bersamaan,” ucap Aprindy.
Silvia melanjutkan, untuk pekerjaan sipil, secara keseluruhan untuk fase 2A dari Bundaran HI ke Kota sudah 14,82 persen. Capaian ini, kata Silvia, lebih maju dari target.
”Seperti kita ketahui fase 2A dibagi ke dalam dua segmen, segmen 1 dari Bundaran HI ke Monas, segmen 2 dari Monas ke Kota. Untuk segmen 1 progres di 34,58 persen. Segmen 2 5,19 persen,” ucap Silvia.
Apabila dirinci ke masing-masing paket pekerjaannya, CP 201 yang memang sudah dimulai sejak Februari 2020 itu sudah di 43 persen. Ini yang pembangunannya Stasiun Monas dan Stasiun Thamrin.
CP 202 dari Harmoni ke Mangga Besar yang baru saja kita mulai di Juli 2022 kemarin, progres sudah 6,82 persen. CP 203 dari Mangga Besar ke Kota yang sudah dimulai sejak April 2021 aktualnya di 16,13 persen.
Progres aktual tersebut sedikit lebih maju dari jadwal, dari target. ”Artinya, ini bagus dan kita harus bisa menjaga performance seperti itu,” kata Silvia.
Untuk segmen 1, disebutkan Silvia, target selesai proyek pada 2025 mendatang dipastikan masih bisa. Sementara segmen 2, dengan CP 202 yang baru mulai juga ada CP 205 dan 207 yang masih perlu ditenderkan, penyelesaian proyek diperkirakan mundur dari tahun 2027 ke 2028.
CP 205 merupakan paket pengadaan sarana atau rollings stock. Sementara CP 207 untuk sistem pembayaran otomatisasi (automated fare collection/AFC).
MRT Jakarta berharap tender bisa dilakukan di akhir tahun ini. Dengan target itu, untuk segmen 2, target selesai proyek yang semula direncanakan pada2027 menjadi ke 2028.
Adapun untuk CP 201, pembangunan di Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas terus berlanjut. Di Stasiun Thamrin, pembangunan stasiun dikerjakan. Di Stasiun Monas, pembangunan lebih maju. ”Kami sudah cor struktur bawah tanah sampai ke level platform. Kami juga sudah cor kolom-kolom di stasiun,” jelas Silvia.
Kemudian, pengerjaan terowongan untuk lintasan MRT sudah berjalan. Mesin bor atau tunneling boring machine (TBM) sudah tembus dari Monas ke Thamirn. Sekarang sudah putar balik dari Thamrin ke Monas. Kemudian, TBM dari Bundaran HI ke Thamirn juga sudah tembus dan sekarang persiapan untuk putar balik. Di kawasan stasiun Monas pula pembangunan receiving sub station (RSS) untuk sistem kelistrikan fase 2A terus berlangsung.