Jakarta Targetkan Polusi Udara Terfatal Turun 41 Persen Tahun 2030
PM 2,5 adalah polutan paling berbahaya yang bisa menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) hingga kematian.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kepadatan hunian penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022). Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah lingkungan menyampaikan bahwa polusi udara masih jadi masalah serius bagi warga DKI Jakarta. Data dari Nafas Indonesia dalam satu tahun terakhir (14 September 2021-14 September 2022) menunjukkan, hanya ada satu bulan, yakni Desember 2021, saat kualitas udara di DKI Jakarta mengalami perbaikan. Pada bulan tersebut, nilai PM 2.5 menurun karena musim hujan. Namun, memasuki musim kemarau (Juni-Juli 2022), nilai PM 2.5 kembali melonjak. Kondisi serupa dialami daerah penyangga Jakarta, seperti Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi.
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta merancang strategi pengendalian pencemaran udara hingga tahun 2030. Salah satu tujuan dari strategi itu adalah menurunkan persentase polutan paling fatal, yakni polusi partikel halus partikulat mikron atau PM 2,5, hingga 41 persen.
Pada Senin (19/9/2022), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengadakan paparan publik (public expose) Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU) di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat. Acara itu dihadiri perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah sekitar Jakarta, akademisi, lembaga masyarakat, dan media.
PM 2,5 disebut sebagai polutan paling berbahaya yang bisa menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) hingga kematian. ”PM 2,5 ini menimbulkan dampak kesehatan yang parah baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto.
SPPU menargetkan penurunan PM 2,5 hingga 41 persen sampai tahun 2030. Data hasil pengukuran dari lima stasiun pengukuran kualitas udara (SPKU) menunjukkan, polutan PM 2,5 dan PM 10 tinggi. Indeks kualitas udara Jakarta dari tahun ke tahun cukup rendah ketmbang daerah lain dengan nilai 53,50 hingga 78,78.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto
Inventarisasi emisi Dinas Lingkungan Hidup DKI dan Vital Strategies tahun 2020 menggunakan data tahun 2018 menunjukkan, PM 2,5 berada di urutan keempat emisi terbanyak yang berasal dari kendaraan bermotor. Posisi PM 2,5 mengikuti NOx di urutan teratas, disusul CO dan PM 10.
Partikel buangan kendaraan bermotor ini lebih banyak daripada polusi yang berasal dari aktivitas industri dan pembangkit listrik. Tumbuhnya jumlah kendaraan bermotor jadi faktor tingginya polusi udara. Jumlah total kendaraan di Jakarta pada 2020 mencapai sekitar 20,22 juta unit. Jumlah itu didukung pertambahan jumlah sepeda motor yang rata-rata naik 4,9 persen dan mobil penumpang 7,1 persen per tahun.
Dalam menentukan target itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI sebelumnya melakukan konsultasi publik sejak Desember 2021 dan diskusi internal dengan dinas terkait pada 18 Agustus 2022. Langkah ini diambil setelah Jakarta berkomitmen memenuhi gugatan warga negara (citizen law suit) atas hak udara bersih sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.
”Poin dari gugatan warga negara tahun lalu, DKI diminta membuka data kualitas udara dan menyusun strategi pencemaran udara. Ini yang kita tindak lanjuti dari keputusan pengadilan pada saat itu. Mudah-mudahan ini juga membawa dampak baik bagi peningkatan kualitas udara di DKI,” kata Asep.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Gambir, Jakarta, saat sejumlah ruas jalan ditutup karena unjuk rasa, Kamis (8/9/2022). Selain volume kendaraan yang terus bertambah dan mobilitas warga yang tinggi, penyebab kemacetan di Jakarta juga semakin kompleks. Kemacetan tidak hanya menambah polusi udara, tetapi juga menyebabkan pemborosan bahan bakar.
SPPU itu sejauh ini menghasilkan tiga strategi dan 75 rencana aksi pengendalian pencemaran udara. Tiga strategi itu adalah peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara, mengurangi pencemaran udara dari sumber bergerak, dan pengurangan emisi dari sumber tidak bergerak. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diharapkan segera mengesahkan SPPU menjadi peraturan gubernur (pergub).
”SPPU ini pelaksanaannya tidak lepas dari alokasi anggaran. Kita juga sedang susun alokasi anggaran 2023 sehingga semakin cepat kita menyelesaikan pergub mudah-mudahan bisa alokasikan anggaran untuk tahun depan,” pungkas Asep.
Pada kesempatan itu, Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki berpendapat, Pemprov DKI harus menegaskan fokus strategi pengendalian polusi ke transportasi sebagai penyumbang polusi udara tertinggi. ”Di data inventarisasi emisi, transportasi paling dominan. Kalau sektor transportasi jadi tujuan utama, kendala seperti peralihan transportasi ramah lingkungan, peremajaan, hingga pengadaan transportasi publik harus dilakukan,” pesannya.
Sementara itu, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, di Jakarta, Jumat (16/9/2022), mengingatkan, Pemprov DKI Jakarta agar membuat desain besar strategi pengendalian yang melibatkan masyarakat.
”Pertanyaannya, apakah desain besar itu bisa menjanjikan keterlibatan masyarakat dalam upaya memonitoring sejauh apa keberhasilannya dan bisa terukur secara saintifik, bukan secara lip service,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar Pemprov DKI memenuhi tuntutan terkait edukasi dan transparansi informasi kualitas udara.