Ikuti Harga BBM, Tarif Angkot di Jakarta Akan Naik
Kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan harga dan biaya di sektor lain. DPD Organda DKI Jakarta akan membahas kenaikan tarif angkutan kota reguler pekan ini untuk meringankan beban para sopir.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak berpotensi meningkatkan ongkos angkutan kota atau angkot. DPD Organisasi Angkutan Darat atau Organda DKI Jakarta menyatakan, ongkos angkot di luar armada yang sudah bergabung dengan manajemen Transjakarta akan naik.
Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, Senin (5/9/2022) menjelaskan, kenaikan harga BBM berpotensi menaikkan tarif angkot di wilayah Ibu Kota. ”Kami akan membahas kenaikan tarif itu bersama Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta,” katanya.
DPD Organda DKI Jakarta akan menggelar rapat dengan DTKJ dan Dishub DKI untuk membahas besaran kenaikan tarif angkot.
Kenaikan tarif angkot nantinya berlaku untuk angkot-angkot reguler, yaitu angkot yang belum bergabung dengan manajemen Transjakarta. Berdasarkan data Dishub DKI Jakarta, total unit angkot di Jakarta ada 6.600 unit. Sekitar 2.200 unit di antaranya sudah terintegrasi dalam manajemen Transjakarta. Sisanya belum terintegrasi.
Terintregrasi dengan manajemen Transjakarta, artinya sopir-sopir angkot tidak perlu mengejar setoran. Saat bergabung dengan manajemen Transjakarta, ia akan bergabung dalam wadah perusahaan atau koperası atau badan hukum. Dalam hierarki layanan Transjakarta, angkot reguler itu disebut mikrotrans.
Sesuai standar pelayanan minimal (SPM) dan regulasi Transjakarta, manajemen Transjakarta akan membayar rupiah per kilometer atas kualitas layanan angkutan yang diberikan kepada perusahaan atau koperasi atau badan hukum itu. Sopir angkot akan mendapatkan gaji dari badan hukum tempat ia bergabung.
Sementara sopir-sopir angkot yang belum bergabung dengan manajemen Transjakarta mendapatkan penghasilan sesuai kerja mereka dałam satu hari itu, yaitu setelah dipotong setoran dan BBM.
”Jadi biaya operasional mikrolet atau angkot itu beroperasi, sopir yang beli. Bayangkan kalau dia mesti tambah tingkat biaya operasionalnya itu, berat dia. Kemudian penumpangnya turun, tambah ambruk sopir-sopir. Itu yang menjadi keprihatinan kita,” kata Shafruhan.
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta menjelaskan, kenaikan harga BBM tentu berdampak pada semua sektor. Tentunya juga akan ada kenaikan harga berbagai komponen dan komoditas sehingga nanti akan ada penyesuaian harga di setiap sektor.
Menurut Ahmad Riza, saat ini belum ada kenaikan tarif angkot. Namun, Pemprov DKI Jakarta masih mencermati kemungkinan itu. ”Pemprov DKI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat, dengan semua stakeholder yang ada, bagaimana kami menyikapi ini secara baik,” ujarnya.
Shafruhan melanjutkan, untuk kenaikan tarif angkot, dalam estimasi DPD Organda DKI Jakarta, akan ada kenaikan 12,5-17,5 persen. ”Jadi, kita mau lihat, supaya masyarakat tidak terlalu berat. Contohnya naik angkot sekarang Rp 5.000 bagaimana kita upayakan supaya naiknya Rp 5.500, supaya tidak terlalu berat. Sedang kita coba bahas,” katanya.
Untuk pembahasan itu, DPD Organda DKI Jakarta menargetkan pembahasan akan tuntas pekan ini.