Pasang Surut Revitalisasi Kota Tua Jakarta
Revitalisasi Kota Tua saat ini dirancang sebagai model kota masa depan. Rancangan itu menghadirkan kawasan wisata memanusiakan pejalan kaki, berorientasi pada mobilitas aktif dan setara, serta ramah lingkungan.
Nafis (12), murid Sekolah Dasar Negeri Pinangsia, berjalan sambil memegang tali tas punggungnya di jalur pedestrian Kota Tua, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Sesekali dia berjalan cepat, melompat, dan mengitari kolam atau deretan tanaman yang ada di situ.
Apa yang dilakukan anak kecil ini mustahil terjadi sebelum revitalisasi Kota Tua yang digadang-gadang sebagai model kota masa depan. Dahulu di sepanjang Jalan Lada, mulai dari muka Stasiun Jakarta Kota, Gedung BNI Jakarta Kota, hingga sekitar Kota Tua, awut-awutan dengan kepadatan lalu lintas, parkir sembarangan, dan okupasi pedagang kaki lima.
Alhasil, rasa waswas mucul ketika melintasi kawasan itu. Bahkan, berjalan di trotoar harus berbagi ruang dengan lapak pedagang.
”Sekarang lebih bagus. Lebar, ada tanaman. Tidak macet, enak buat jalan kaki, tidak takut motor, mobil. (Di) Trotoar tidak ada orang jualan,” ucap Nafis, Senin (29/8/2022).
Setidaknya sudah tiga kali Nafis pulang sekolah dengan berjalan kaki melewati jalur pedestrian itu. Dia sempat terkejut melihat trotoar yang lebar, banyak tanaman hias, deretan bangku, dan ada kolam.
Siang itu, di antara lalu lalang warga dari stasiun ke Kota Tua dan sebaliknya, Fajar bolak-balik dengan sepeda berwarna hijau hitam. Karyawan salah satu restoran ini mengantar pesanan makanan dari perkantoran di kawasan yang sama.
Baca juga : Wajah Menawan ”Ratu dari Timur” Mulai Terlihat
Jalur pedestrian yang sekarang membuatnya rutin bersepeda ketimbang mengendarai sepeda motor karena lebih praktis ketika mengantar pesanan makanan di kawasan Kota Tua. ”Kalau dulu ke mana-mana pakai motor. Macet-macetan karena semrawut. Sekarang bisa lebih cepat pakai sepeda. Hitung-hitung sekalian olahraga,” kata Fajar.
Di sisi lain, jumlah pengunjung bertambah karena daya tarik jalur pedestrian yang rapi dan indah. Bertambahnya jumlah pengunjung tentu saja menggembirakan pelaku atau pekerja di sektor makanan dan minuman seperti Fajar.
Revitalisasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menengok progres revitalisasi Kota Tua pada Jumat (26/8/2022). Dalam kesempatan tersebut, dia melihat kesiapan infrastruktur kawasan untuk menunjang kegiatan perkotaan masa depan di Kota Tua, seperti Jembatan Kota Intan, Kali Besar Utara, Kali Besar Selatan, Pintu Besar Utara, Plaza Transit BEOS, dan Plaza Lada.
Anies mengatakan, revitalisasi Kota Tua dirancang sebagai model kota masa depan. Rancangan itu menghadirkan kawasan wisata yang memanusiakan pejalan kaki, berorientasi pada mobilitas yang aktif dan setara untuk semua, serta ramah lingkungan (rendah emisi).
Sebagai kawasan rendah emisi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan kualitas udara dan mengurai kemacetan di Kota Tua dengan menyiapkan fasilitas bagi pejalan kaki seluas 29.000 meter persegi. Jalur pedestrian tersebut menambah ruang publik yang sebelumnya telah terbangun di Plaza Fatahillah dan Promenade Kali Besar Selatan serta menyatukan keseluruhannya sebagai ruang publik terintegrasi.
Pemprov DKI Jakarta juga menata Stasiun Jakarta Kota dan halte Transjakarta serta membangun MRT rute Bundaran HI-Kota Tua supaya kawasan itu terjangkau dengan transportasi publik.
Baca juga : Pedestrian Nyaman di Kawasan Kota Tua Jakarta
Anies menyebutkan, Kota Tua akan menjadi ruang ketiga sebagai tempat interaksi antarwarga agar segala pengalaman dan cerita menjadi satu dan menggambarkan realitas kehidupan urban secara global.
”Insya Allah Jakarta akan terus-menerus mengalami modernisasi dalam mencerminkan kota global,” ujar Anies.
Tak lupa dia mengimbau semua orang untuk menjaga dan merawat keaslian peninggalan sejarah kampung-kampung tua di sekitar Kota Tua. Anies juga mengajak investor untuk mengaktifkan aset-aset milik BUMN dan privat sebagai upaya penggunaan kembali aset bangunan cagar budaya, seperti Tugu Batavia, Bank Indonesia, dan Cafe Batavia.
Pasang surut
Arsip pemberitaan Kompas mencatat Kota Tua terbengkalai sehingga direvitalisasi untuk pelestarian dan pariwisata. Upaya ini berlangsung pasang surut sejak 1970, pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin.
Bertahun-tahun lamanya, gedung-gedung tua yang dibangun pada abad ke-17 dan ke-18 dibiarkan merana kosong dan nyaris runtuh. Bahkan hanya sekadar dijadikan gudang, membuat suasana tambah kumuh dan tak beraturan (Kompas, 19 April 1996).
Tak kunjung terwujudnya revitalisasi itu membuat Batavia Advancement Committee, sebuah perkumpulan masyarakat generasi muda peduli Kota Tua Jakarta, menggelar program peduli Kota Tua Jakarta dengan nama Kali Besar Bersih. Selanjutnya, dilakukan uji coba teknis sistem penanggulangan sampah Kali Besar, antara lain pemasangan jaring dan aerator (Kompas, 21 Agustus 2004).
Mantan Direktur Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom juga menaruh kepedulian terhadap kelangsungan Kota Tua. Kepada Gubernur Sutiyoso, dia menyatakan keinginannya untuk menghidupkan kembali Kota Tua di sepanjang Harmoni-Kota dan kawasan Sunda Kelapa.
Miranda menyampaikan agar konsep pembangunan Kota Tua dihidupkan kembali. Tidak hanya penataannya, tetapi juga dipikirkan penggunaannya di kemudian hari karena jika hanya ditata dan tidak dimanfaatkan kembali, Kota Tua tidak akan hidup dan kembali menjadi kota mati.
Dengan kata lain, harus ada unsur laku untuk dikomersialisasikan sehingga konsepnya tidak hanya sekadar bangunannya yang diperhatikan. Akan tetapi, lingkungan, kenyamanan, keamanan, dan jalan-jalan menuju akses ke Kota Tua juga diperhatikan secara khusus.
Jauh sebelumnya, arsitek lulusan Oxford, Budi Lim, kala itu menyebutkan, jika Kota Tua direvitalisasi sesuai rencana, kawasannya akan menjadi ”Princess of the East”. Revitalisasi bukan hanya untuk kepentingan wisata, melainkan juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan di sana.
Dia mengajukan konsep ruang terbuka di sepanjang Kali Besar. Jalan dan trotoar dipisah untuk memberi ruang lebih besar bagi pejalan kaki dan untuk aktivitas sosial lainnya. Tepi Kali Besar ditanami pohon-pohon palem raja dan diberi bangku-bangku dengan jarak tertentu. Tempat parkir kendaraan ditata ulang sehingga bangunan tidak terhalang.
Stasiun Jakarta Kota yang berdesain klasik tersambungkan oleh sebuah jalan kecil menuju Taman Fatahillah. Dan dua tempat itu direncanakan terhubung pula oleh trotoar dengan Kali Besar.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010 disebutkan, Kota Tua akan ditata untuk mendukung kegiatan pariwisata, jasa, perdagangan, dan perkantoran.
Nyatanya, belum banyak terjadi perubahan di Kota Tua. Sebagian besar gedung yang sudah jadi monumen sejarah kota masih saja tak terurus, bahkan ada yang semakin hancur dimakan zaman.
Kurator Museum Sejarah Amsterdam, Lodewijk Wagenaar, mengatakan, tersia-siakannya bangunan-bangunan tua di Indonesia, termasuk di Jakarta, disebabkan masyarakat kurang memiliki pemahaman akan sejarah.
Pemprov DKI Jakarta kembali melanjutkan penataan Kota Tua. Pemerintah membangun taman, trotoar, dan lokasi parkir serta mengeruk Kali Besar Barat.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, penataan oleh konsorsium PT Pembangunan Kota Tua atau PT Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC) mandek. Konsorsium sembilan perusahaan itu lebih banyak mengurus revitalisasi gedung tua.
Kini, penataan di luar gedung, seperti taman, trotoar, dan kali, akan memakai dana pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB). Dia berharap kawasan bersejarah terintegrasi hingga Pasar Ikan, Jakarta Utara, dan lebih ramah bagi para pejalan kaki.
Kini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevitalisasi Kota Tua sebagai model kota masa depan. Warga tak hanya menanti hasil revitalisasi yang ramah dan indah. Mereka juga ingin sejarah dan cagar budaya terpelihara.
Penataan kawasan mendapat catatan dari tim sidang pemugaran dan tim ahli cagar budaya. Perubahan bentuk jangan sampai menghilangkan basis sejarah atau kultur.
”Jadi, pada prinsipnya sambut baik. Cuma basis sejarah atau kultur jangan sampai hilang karena perubahan bentuk,” ujar Candrian Attahiyyat, arkeolog sekaligus anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta.