Gara-gara Inflasi, Tawar-Menawar di Pasar Berubah Jadi Omelan
Inflasi di Jakarta mulai berdampak. Pada Maret 2022, nilai pengeluaran minimum satu rumah tangga miskin naik hingga Rp 3.436.141 per bulan. Di pasar, tawar-menawar berbuntut omelan bentuk protes karena harga melejit.
Kebiasaan sejumlah ibu yang gemar tawar-menawar saat belanja di pasar berubah. Harga telur ayam ras yang melambung menghilangkan kegemaran tersebut. Alih-alih menawar, pedagang jadi sasaran omelan pembeli.
Zaliatun (45) menjinjing sebuah keranjang kecil berwarna merah sembari berputar-putar di tempat edagang penjual kebutuhan bahan pokok di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (24/8/2022) siang. Sudah setengah jam berlalu, keranjangnya masih kosong.
Perempuan yang memiliki tiga anak ini kemudian berhenti sejenak di salah satu tempat penjualan telur di Pasar Kramatjati. Dia memilih puluhan butir telur dan menyerahkannya ke pedagang dan diletakkan di mesin timbangan.
”Dua kilo (gram), Bu. Totalnya Rp 62.000,” kata pedagang telur yang melayani Zaliatun. ”Mahal sekali. Kurangin, Mas. Kasih 1,5 kilo saja,” kata Zaliatun.
Warga yang tinggal di wilayah Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramatjati, itu emosional dan marah-marah. Dia mengingatkan pedagang untuk tak seenaknya menaikkan harga telur.
Baca juga: Warga Mulai Keluhkan Harga Telur Ayam yang Naik hingga Rp 5.000 Per Kilogram
Zaliatun siang itu membawa uang belanja sekitar Rp 250.000. Uang itu biasanya digunakan untuk berbelanja telur, minyak goreng, sayuran, bawang, cabe, kelapa parut, hingga buah pisang untuk kebutuhan rumah tangga satu pekan ke depan.
”Telur saya belinya cukup banyak karena tiap pagi masak untuk anak-anak. Lauknya pakai telur. Biar lebih hemat karena saya enggak ngasih mereka uang jajan,” kata ibu rumah tangga tersebut.
Pembeli yang ke sini itu ngomel-ngomel. Mereka kaget, harga telur, kok, berubah terus.
Perempuan yang suaminya bekerja sebagai sopir perusahan logistik di Cawang, Jakarta Timur itu, mengaku makin pening mengatur belanja bulanan. Uang yang diberikan suaminya setiap bulan jumlahnya tak bertambah sejak 2019, yakni Rp 3 juta.
”Bayangin saja, pendapatan kita gini-gini aja, tetapi beras, minyak, cabai naik terus. Wajar, sering ngomel-ngomel sendiri,” kata Zaliatun terseyum.
Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, terutama telur ayam ras, mulai terjadi sejak dua pekan terakhir. Di Pasar Kramatjati, harga telur ayam ras awalnya Rp 25.000 per kilogram. Harga telur kemudian terus melonjak dan pada Rabu (24/8/2022) telah menyentuh angka Rp 30.000-Rp 31.000 per kilogram.
Kenaikan harga telur ayam ras terjadi sejak dari tingkat peternak. Harga telur di tingkat peternak menyentuh angka Rp 29.000 per kilogram. ”Kami enggak untung lebih. Satu kilogram telur, kami hanya ambil untung Rp 1.500 sampai Rp 2.000,” kata Rizal (30), pedagang telur di Pasar Kramatjati.
Kenaikan harga telur juga belum berdampak pada omzet pedagang. Jumlah warga yang membeli telur setiap hari cenderung stabil. Namun, sejumlah pedagang telur di pasar itu mengaku ada yang berubah dari pembeli.
”Pembeli yang ke sini itu ngomel-ngomel. Mereka kaget, harga telur, kok, berubah terus,” kata Uko (18), pedagang telur lain di Pasar Kramatjati.
Pengeluaran minimum meningkat
Tren kenaikan harga pangan di Jakarta berdampak pada laju inflasi di Ibu Kota. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, inflasi tahun berjalan hingga Juli 2022 mencapai angka 2,52 persen. Inflasi tahun berjalan hingga Juli 2022 lebih tinggi dari inflasi tahun berjalan 2019, yakni 2,38 persen.
Secara khusus, laju inflasi Jakarta di Juli 2022 sebesar 0,57 persen atau lebih tinggi dari inflasi Juni 2022 yang sebesar 0,32 persen. Komuditas utama penyumbang Inflasi Jakarta pada Juli 2022 berasal dari cabai merah (menyumbang inflasi 0,09 persen), bahan bakar rumah tangga (0,06 persen), tarif tiket angkutan udara (0,05 persen), dan daging ayam ras (0,04 persen).
Baca juga: Presiden Jokowi Janji Harga Telur Segera Turun
Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, peningkatan inflasi berpeluang besar meningkat garis kemiskinan (nilai pengeluaran minimum). Faktor lain yang berpotensi meningkatkan garis kemiskinan, yakni wacana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setiap ada kenaikan BBM selalu berdampak pada meningkatnya harga komoditas pangan.
Kenaikan nilai pengeluaran minimum di Jakarta sebenarnya sudah mulai terlihat sejak periode September 2021 sampai Maret 2022. Dari data BPS Jakarta, pada September 2021, nilai pengeluaran minimum satu orang di Jakarta sebesar Rp 715.052 per bulan. Pada Maret 2022, nilai pengeluaran minimum satu orang naik menjadi Rp 738.955 per bulan.
Di Jakarta, satu rumah tangga miskin rata-rata memiliki 4,65 anggota keluarga. Artinya, pengeluaran minimum satu rumah tangga miskin di Jakarta pada Maret 2022 mencapai Rp 3.436.141 per bulan.
Meningkatnya pengeluaran minimum setiap orang pada Maret 2022 didominasi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan. Pengeluaran untuk makanan mencapai 68,78 persen atau setara dengan Rp 508.232 dari total pengeluaran minimum setiap bulan. Sebagai perbandingan, pada Maret 2021, pengeluaran minimum untuk kebutuhan setiap bulan masih sebesar Rp 479.332.
Jenis-jenis bantuan ini bisa dipertimbangkan untuk diadakan kembali agar kenaikan harga-harga barang tidak menggerus daya beli masyarakat. Bantuan ini harus bisa menyasar masyarakat rentan miskin
Kendalikan pasokan komoditas
Menurut Yusuf, upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam mencegah bertambahnya penduduk miskin, yakni mengendalikan pasokan komoditas. Pemerintah daerah bersinergi dengan pemerintah pusat untuk menganalisis faktor-faktor penyebab inflasi dan mengurainya. Kolaborasi ini perlu untuk kembali memastikan masyarakat yang berpotensi jatuh miskin mendapat bantuan sosial.
”Awal pandemi, pemerintah pusat salurkan BST, lalu pemda salurkan bantuan sembako. Jenis-jenis bantuan ini bisa dipertimbangkan untuk diadakan kembali agar kenaikan harga-harga barang tidak menggerus daya beli masyarakat. Bantuan ini harus bisa menyasar masyarakat rentan miskin,” kata Yusuf.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad Pertama. Dia mendorong pemerintah kembali menyasar masyarakat kelompok rentan miskin sebagai penerima program-program perlindungan sosial.
”Pemerintah pusat bisa memberi kewenangan ke pemda untuk membuat program perlindungan sosial atau PLH Lokal guna menutupi keterbatasan APBN,” kata Dika.
Menurut Dika, program perlindungan sosial 2022 cakupannya lebih terbatas dibandingkan dua tahun lalu. Kementerian Sosial belakangan juga memangkas 53 juta jiwa penerima bantuan sosial akibat adanya data ganda dalam Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan Program Bantuan Sosial lainnya, seperti Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Anggaran fungsi perlindungan sosial juga disebut turun hampir Rp 5 triliun pada 2023. Hal ini juga terlihat dari program-program perlindungan sosial yang jalan di tempat atau bahkan dihapuskan. Program Keluarga Harapan, misalnya, sejak tahun 2018 tidak ada tambahan penerima manfaat atau hanya diberikan pada 10 juta keluarga. Program bantuan langsung tunai (BLT) terhadap pedagang kaki lima dan nelayan sebanyak 2,5 juta keluarga juga tidak dianggarkan pada tahun 2023.
”Padahal, rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jelas berdampak buruk dan menggerus daya beli akibat inflasi yang ditimbulkan. (Dampaknya) Tidak hanya pada kelompok miskin, tetapi juga kelompok rentan miskin yang dapat terperosok pada kategori miskin,” ujar Dika.
Baca juga: Inflasi