Warga Mulai Keluhkan Harga Telur Ayam yang Naik hingga Rp 5.000 Per Kilogram
Dalam dua pekan ini harga telur ayam ras naik tinggi, Rp 4.000-Rp 5.000 per kg. Kenaikan terjadi akibat pasokan dan permintaan yang terganggu sebagai dampak pandemi Covid-19. Warga meminta pemerintah segera mengatasi.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga telur ayam merangkak naik hingga Rp 31.000-Rp 35.000 per kilogram. Kenaikan tertinggi sampai Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram itu sudah terjadi dalam dua pekan terakhir. Diduga lonjakan harga ini disebabkan pasokan terganggu yang masih merupakan dampak dari pandemi Covid-19.
Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta Lya Imbasari, Rabu (24/8/2022), menjelaskan, harga telur mulai naik memasuki minggu ketiga Agustus 2022. Pada bulan Juli 2022, harga telur ayam rata-rata sebesar Rp 28.372 per kilogram. Sampai dengan 24 Agustus 2022, harga rata-rata sudah di atas Rp 30.000 per kilogram.
Dari laman resmi info pangan Jakarta, harga tertinggi tercatat di Pasar Petojo Ilir sebesar Rp 35.000 per kilogram, diikuti Pasar Glodok dan Pasar Tanah Abang Blok A-G sebesar Rp 34.000 per kilogram.
”Untuk pasokan ke DKI Jakarta, sampai saat ini tidak ada kendala. Kenaikan harga yang sangat signifikan tersebut telah dimulai sejak 13 Agustus 2022 hingga saat ini,” kata Lya.
Dengan harga yang naik, biaya belanja otomatis membengkak.
Desty Rumondang, distributor telur di Bekasi, Jawa Barat, juga mengatakan, harga telur untuk tingkat konsumen akhir sudah naik dalam dua pekan ini. Apabila pada awal Agustus harga per kilogram di tingkat konsumen Rp 27.000-Rp 28.000, sekarang di tingkat konsumen menjadi Rp 31.000-Rp 33.000 per kilogram.
”Kenaikannya sudah Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram dalam dua pekan ini,” kata Desty.
Lya menambahkan, kenaikan harga telur ayam ras tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya suplai dan permintaan. Selama dua tahun terakhir masa pandemi, harga telur sangat rendah karena pembatasan aktivitas masyarakat sehingga kebutuhan telur di hotel, restoran, dan kafe berkurang.
Di sisi lain, harga pakan naik secara signifikan sehingga peternak mengalami kerugian. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dan produksi telur, peternak harus mengurangi populasi bibit ayam hingga 30 persen dan peternak juga tidak melakukan peremajaan bibit ayam.
Saat ini kegiatan masyarakat mulai pulih dengan melandainya kasus Covid-19. Kondisi itu membuat permintaan telur mengalami peningkatan, di antaranya dari hotel, restoran, dan kafe serta bantuan sosial. Sementara itu, suplai telur di tingkat peternak belum mampu mengimbangi kebutuhan konsumen karena keterbatasan produksi akibat pengurangan populasi.
Fitriyadi, warga Jatinegara Kaum, merasa berat dengan harga telur yang naik. ”Setiap minggu saya bisa belanja 2 kilogram telur untuk keluarga. Saya biasa belanja di Pasar Klender SS. Dengan harga yang naik, biaya belanja otomatis membengkak,” keluhnya.
Secara terpisah, Abdullah Mansuri, Ketua Umum DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), dalam keterangan tertulis meminta pemerintah segera menyelesaikan persoalan di lapangan, di antaranya persoalan pangan, telur, dan distribusi.
”Telur adalah komoditas yang cukup besar permintaannya. Jika harganya tinggi, jadi masalah. Kami harapkan (pemerintah) bisa menyelesaikan persoalan telur dalam waktu sesingkat-singkatnya,” kata Abdullah.