Bebas dari Dakwaan Pungli, Warga Pulau Pari Tuntut Ganti Kerugian
Beberapa warga Pulau Pari mengharapkan ganti rugi materi dan nonmateri setelah menjalani proses penanganan hukum yang tidak terbukti sejak 2017.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
KOMPAS/STEFANUS ATO
Masyarakat nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, menggelar demonstrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (31/3/2021) siang. Mereka mempertanyakan berkas kasasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang baru dikirim ke Mahkamah Agung setelah 30 bulan tiga warga di pulau itu divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, berharap penegak hukum segera mengganti kerugian seusai bebasnya mereka dari dakwaan terkait pungutan liar terhadap wisatawan. Sejumlah perwakilan warga Pulau Pari akan beraksi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/8/2022), untuk menuntut pemulihan segera akibat aksi kriminalisasi yang terjadi pada 2017 lalu.
Dua warga atas nama Edo dan Bobby kini tengah menjalani persidangan praperadilan. Sidang itu terkait tuntutan ganti kerugian dan pemulihan setelah Pengadilan Tinggi Jakarta memutus bebas nelayan Pulau Pari itu karena tidak terbukti melakukan pemerasan dan mengutip kontribusi masuk ke Pantai Pasir Perawan pada 5 Oktober 2018.
Pada April 2022, Mahkamah Agung juga menguatkan putusan itu setelah menggagalkan kasasi dari jaksa penuntut umum yang terbit pada 26 Februari tahun ini. Sementara itu, selama menjalani proses hukum, mereka dan keluarganya mengalami kerugian baik materi maupun nonmateri. Hal ini disampaikan tim kuasa hukum Edo dan Bobby dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu (21/8/2022).
”Selama menjalani proses hukum, keduanya kehilangan penghasilan untuk menghidupi kebutuhan keluarganya, mendapatkan stigma negatif, dan mengalami tekanan psikologis. Untuk itu, lewat praperadilan ini, kami menuntut negara untuk memberikan restitusi dan rehabilitasi bagi kedua warga tersebut,” ujar Rasyid Ridha, kuasa hukum dua warga Pulau Pari dan perwakilan LBH Jakarta.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Masyarakat nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, menggelar demonstrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (31/3/2021). Mereka mempertanyakan berkas kasasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang baru dikirim ke Mahkamah Agung setelah 30 bulan tiga warga di pulau itu divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
Untuk mempertegas tuntutan warga kepada penegak hukum, sejumlah warga Pulau Pari akan beraksi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin esok. Aksi ini akan didampingi lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta.
”Sudah sepatutnya majelis hakim mengabulkan permohonan warga Pari korban kriminalisasi tersebut. Selain mengganti kerugian yang telah dialami warga, pengabulan permohonan tersebut juga sebagai efek jera pada negara ataupun korporasi yang tengah berkonflik dengan masyarakat,” kata juru kampanye Walhi Jakarta, Rehwinda Naibaho.
Kriminalisasi yang dialami warga Pulau Pari itu berawal saat Bobby atau yang bernama asli Mustaghfirin, Mastono alias Baok, dan Edo atau bernama asli Bahrudin ditangkap pada Maret 2017 oleh anggota Kepolisian Resor Kepulauan Seribu. Ketiganya dituduh menarik pungli berupa uang masuk Pantai Perawan sebesar Rp 5.000 per orang jika tanpa melalui agen dan Rp 3.500 per orang jika melalui agen.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Wisatawan mendayung perahu di pinggir Pantai Perawan di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Minggu (4/8/2019). Pulau Pari menjadi salah satu tujuan wisata menarik yang tersebar di Kepulauan Seribu. Menurut data lapangan, ada 5.000 pengunjung setiap pekan di Pulau Pari.
Ketua RT 001 Kelurahan Pulau Pari Edi Mulyono, sebagaimana dikutip dari Kompas.id (5/6/2017), mengatakan, warga di sana memang memungut dana dari wisatawan, tetapi itu sumbangan pengelolaan wisata Pantai Perawan yang kemudian dikembalikan lagi kepada para wisatawan dalam bentuk fasilitas sosial dan fasilitas umum. ”Tidak ada pemaksaan dan penggunaan kekerasan saat meminta sumbangan,” katanya.
Sementara itu, penegak hukum tetap memproses mereka dengan dakwaan pemerasan dengan kekerasan, seperti diatur dalam Pasal 368 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Setelah ditahan selama enam bulan, mereka kemudian diputus tidak bersalah oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto aerial Pulau Pari di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Minggu (4/8/2019). Pulau Pari menjadi salah satu tujuan wisata menarik yang tersebar di Kepulauan Seribu. Sayangnya, sengketa lahan di Pulau Pari hingga kini belum terselesaikan.
Walhi Jakarta menduga, kriminalisasi terhadap warga tersebut tidak terlepas dari konflik perampasan lahan oleh korporasi di Pulau Pari. Konflik lahan antara warga dan korporasi juga terjadi sekitar tahun 2017. Sulaiman, seorang pengelola penginapan rumahan (homestay), pernah menjadi korban sengketa lahan dengan pemilik PT Bumi Pari Asri, Pintarso Adijanto.
Polisi menetapkan Sulaiman sebagai tersangka sejak 6 September 2017 dengan Pasal 385 juncto Pasal 167 KUHP. Anggota tim hukum Selamatkan Pulau Pari, Tigor Hutapea, menyebut, setidaknya 102 orang di Pulau Pari terancam pidana dengan tuduhan penyerobotan lahan sampai 2018.