Tentang Pungli yang Meresahkan di Jalan Pintas ke Puncak
Fenomena pungli merupakan isu kompleks. Semua pihak merasa turut andil memajukan suatu obyek wisata sehingga merasa perlu mendapat bagian dan peran. Mengatasi pungli perlu aktif melibatkan warga dan ormas.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
DOKUMENTASI POLSEK CIAWI
Petugas gabungan membuka portal di jalan alternatif di Desa Pandansari, Ciawi, Kabupaten Bogor, yang sempat dijaga oleh organisasi kemasyarakatan pekan ini.
Sebuah video praktik pungutan liar beredar luas di dunia maya. Dalam video di akun Instagram @txtfrombogor itu, pengendara mobil yang melalui jalan alternatif di Desa Pandansari, Ciawi, Kabupaten Bogor, tidak bisa melintas karena jalan keluar masuk ditutup portal bambu. Setelah membayar sejumlah uang kepada penjaga portal, pengendara baru dapat melintasi akses tersebut. Warga merespons video dengan ungkapan kekesalan dan berharap tidak ada lagi kejadian serupa.
Jalur alternatif Desa Pandansari itu menghubungkan kawasan di depan Masjid Amaliah Ciawi menuju jalur Gadog yang berjarak sekitar 3 kilometer. Sejumlah orang berseragam yang menunjukkan bagian dari organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu lalu menghampiri pengendara dan meminta tarif Rp 5.000 untuk melewati portal.
Sa’if Hollil (34), warga Ciawi yang kerap melintasi jalan itu, menuturkan, saat ini portal sudah dibongkar dan dijaga oleh polisi. Kejadian pemalakan di lintas Desa Pandansari itu tidak hanya meresahkan para wisatawan, tetapi juga warga sekitar.
”Sekarang ada polisi dan beberapa warga gantian jaga lokasi itu biar enggak ada ormas atau pungli. Memang jadi rebutan ormas di situ cari uang dari pengendara. Kami juga takut karena ada yang bukan warga setempat. Kalau sudah kenal bisa lewat, tapi tetap meresahkan,” kata Sa’if, Jumat (19/8/2022).
Suasana arus lalu lintas dari Tol Jagorawi menuju arah Puncak di sekitar simpang Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/2/2021).
Meski sudah ditindak dan portal sudah dilepas, beberapa hari lalu masih terlihat sekelompok pemuda berjaga di beberapa titik untuk meminta uang kepada pengendara yang melintas. Mereka memanfaatkan situasi saat polisi tidak berjaga.
”Sebelum pintu portal yang sudah dibongkar itu, ada yang jaga para pemuda. Bisa ada tiga titik yang harus dilintasi dan kita mesti keluar uang di setiap titik itu. Mereka itu bukan ormas karena sudah ditindak. Eh, muncul kelompok lain,” lanjut Sa’if.
Sa’if menuturkan, warga sempat protes karena jalan itu merupakan jalur lintas harian. Namun, warga tidak bebas karena kelompok itu beralasan, demi keamanan dan ketertiban, portal tetap harus ada.
”Sudah lapor, tapi bisa apa? Mereka katanya ada beking polisi dan petinggi ormas yang punya koneksi luas dan sudah disetujui untuk menjaga kawasan itu. Dibilang begitu, kami mah bisa apa, takut, kan,” ujar Sa’if yang lega setelah polisi turun tangan.
RONY ARIYANTO NUGROHO
Deretan kendaraan ke arah Puncak memadati akses jalan raya Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/10/2020).
Praktik pungli tidak hanya terjadi di jalan Desa Pandansari. Menurut Iqbal Jaka (43), warga Megamendung, beberapa titik di jalan alternatif dikuasai sekelompok warga. Mereka mengincar para pengendara atau wisatawan yang ingin menghindari kemacetan di jalur utama Puncak dengan menunjukkan jalur tercepat atau alternatif.
Bayaran jasa penunjuk jalan ini pun bervariasi, mulai Rp 5.000 hingga Rp 20.000 dan bisa lebih. Di jalur alternatif yang melintasi perkampungan ada pula sekelompok warga yang langsung meminta uang sukarela atau izin masuk wilayah.
”Tidak separah di sana (Desa Pandansari) yang sampai tutup portal. Di beberapa jalan alternatif juga ada. Banyak jalur alternatif di Puncak. Nah, beberapa ada yang jagain, tuh. Enggak pakai seragam, seperti warga biasa saja. Hanya, mereka kadang bukan dari kampung setempat. Orang luar atau warga kampung luar,” tutur Jaka.
Kepadatan antrean kendaraan ke arah Puncak di akses jalan raya Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/10/2020).
Ditangkap
Kepala Kepolisian Sektor Ciawi Komisaris Agus Hidayat saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sudah menangkap tiga orang terkait kasus pungli di Desa Pandansari. Penangkapan itu bisa menjadi jalan untuk polisi menindak kasus serupa yang merugikan warga dan wisatawan.
Pihaknya pun akan kembali mengumpulkan ormas, pemuda karang taruna, dan tokoh masyarakat agar hal serupa tidak terjadi lagi di kawasan Puncak karena itu melanggar hukum.
Selain itu, pendekatan ormas dan warga harus pada asas keterlibatan menjaga ketertiban dan keamanan tanpa latar belakang pungli. Warga atau wisatawan pun diminta tak takut untuk melaporkan jika ada praktik-praktik yang meresahkan dan dianggap mengganggu.
”Kami sudah bongkar portal. Saat ini tiga orang kami periksa lebih lanjut. Dari penelusuran, sebenarnya video itu terjadi empat bulan lalu dan baru viral belakangan, tetapi tetap kami tindak karena meresahkan,” ujar Agus.
RONY ARIYANTO NUGROHO
Pedagang asongan di tengah kepadatan kendaraan dari arah Jakarta ke Puncak di akses jalan raya Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/10/2020).
Ketiga orang yang saat ini sedang dalam pemeriksaan adalah I, JR, dan A. Saat ditangkap, mereka mengenakan pakaian ormas Pemuda Pancasila.
”Jadi, tidak ada izin ataupun instruksi (dari polisi) dari buka tutup portal itu,” kata Agus.
Ketua Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila Kabupaten Bogor M Yunus PBA menyebutkan akan mencabut kartu tanda anggota (KTA) oknum PP tersebut jika terbukti melakukan pungli kepada masyarakat yang melintas.
”Jika belum memiliki KTA PP, kami dari MPC PP dan segenap keluarga besar PP Kabupaten Bogor menyerahkan semuanya kepada pihak hukum dan diproses secara hukum yang berlaku. Banyak hal terjadi yang sengaja ingin menjatuhkan nama baik Pemuda Pancasila,” kata Yunus.
Wisata sangat bersinggungan dengan pemberdayaan dan pelibatan warga. Ketika itu diabaikan, akan banyak muncul persoalan karena warga atau kelompok masyarakat merasa dirugikan.
Pengajar Universitas Negeri Jakarta Prodi Perjalanan Wisata, Khrisnamurti, menjelaskan, fenomena pungli di sejumlah obyek wisata tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Fenomena itu menjadi masalah kompleks karena semua pihak merasa turut andil memajukan suatu obyek wisata sehingga perlu mendapat bagian dan peran. Hanya, bagian dan peran itu bisa merugikan dan mencoreng dunia pariwisata dan daerah obyek wisata tersebut.
Pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah, harus belajar dan melihat Bali sebagai salah satu destinasi yang cukup ramah karena melibatkan semua lapisan masyarakat hingga organisasi masyarakat untuk mendukung kemajuan obyek wisata hingga berdampak positif pada warga.
Menurut Khrisna, pelibatan warga atau organisasi kemasyarakatan dinilai penting dalam dunia pariwisata yang sangat bersinggungan tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan.
Pariwisata menjadi pilar pembangunan yang diharapkan berdampak luas bagi ekonomi warga. Oleh karena itu, peran dan pemberdayaan warga sebagai upaya mendukung iklim wisata untuk berkembang dan menjadi daya tarik wisatawan.
RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana pemandangan di puncak perbukitan di kawasan Puncak 2 di Desa Arca, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (25/9/2021).
Secara sosial, jangan sampai pengembangan wisata hanya dirasakan sejumlah kalangan. Begitu pula lingkungan, keberadaan warga atau ormas bisa menjadi fungsi kontrol jika terjadi pelanggaran aturan atau kerusakan lingkungan.
”Wisata sangat bersinggungan dengan pemberdayaan dan pelibatan warga. Ketika itu diabaikan, akan banyak muncul persoalan karena warga atau kelompok masyarakat merasa dirugikan. Bali salah satu contoh pelibatan warga sehingga memberikan dampak baik. Begitu pula ormas harus diajak. Seperti di Bali, ada saja tingkah laku wisata yang dianggap mengganggu, di situ ormas berperan menjaga nilai dan ketertiban,” papar Khrisna.
Bahkan, di beberapa daerah yang melibatkan kelompok warga atau ormas, mereka menjaga kerusakan lingkungan atau lokalitas ekowisata dengan tidak mengizinkan pembangunan dan pengembangan secara masif.