Tarif Integrasi Berlaku, Sejumlah Kendala Masih Dijumpai
Tarif integrasi untuk tiga moda mulai berlaku sejak 11 Agustus 2022. Penumpang yang tertarik mulai menggunakan aplikasi Jaklingko untuk membeli tiket tarif integrasi. Namun, kendala dalam mobilitas masih ditemui.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mulai 11 Agustus 2022, masyarakat sudah bisa memakai angkutan umum dengan tarif integrasi untuk tiga moda. Namun, perjalanan belum sepenuhnya lancar karena proses pembelian tiket belum lancar. Alat pemindaian barcode di halte Transjakarta juga masih bermasalah.
Dari penelusuran Kompas, Jumat (12/8/2022), pada perjalanan dari Lebak Bulus ke Monas, proses pembelian tiket melalui aplikasi belum lancar. Pembayaran tiket dengan pilihan menggunakan QRIS sempat tidak terbaca oleh aplikasi mobile banking.
Saat pembayaran berhasil dilakukan, tiket tertulis dalam proses tetapi tidak ada tiket yang terkirimkan di akun aplikasi. Akhirnya Kompas mencoba kembali membeli tiket dengan dibantu petugas MRT Jakarta dan berhasil.
Adapun tarif yang dibayarkan Rp 6.500 untuk dua moda, MRT Jakarta dan Transjakarta. Apabila menggunakan setiap moda tanpa aplikasi Jaklingko, harus membayar Rp 14.000 untuk MRT Jakarta dari Lebak Bulus ke Bundaran HI dan Rp 3.500 dari Bundaran HI ke Monas.
Satu penumpang yang ditemui di Halte BRT Monas juga mengalami kendala yang sama. Dina Wijaya, warga Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, yang kebetulan juga hendak menuju Monas, juga mengalami kendala serupa. Dina juga harus dibantu petugas MRT Jakarta untuk membeli tiket dengan QRIS.
”Petugas memotret barcode pembayaran, lalu saya memindai dengan QRIS dari mobile banking saya dan berhasil. Cuma memang butuh waktu,” jelas Dina.
Dalam perjalanan dengan tarif integrasi itu, menurut Dina, yang merepotkan adalah di Transjakarta. Karena untuk memindai barcode saat tap in ataupun tap out di gerbang pembayaran Transjakarta, alat tidak bisa dengan cepat membaca.
”Tadi saya butuh waktu satu menit untuk barcode di tiket bisa terbaca alat karena alat pembaca di gerbang harus diusap supaya terang membaca,” jelas Dina.
Pemindaian barcode di halte Transjakarta yang tidak lancar juga dialami Putri Zahra. Jumat siang, warga Grogol, Jakarta Barat, yang berkantor di Kebon Sirih itu melakukan perjalanan dari Halte Bank Indonesia ke Plaza Blok M untuk urusan pekerjaan.
”Saya tertarik dengan aplikasi baru ini, juga dengan tarif integrasi yang ditawarkan. Saat saya memindai barcode tiket di Halte Bank Indonesia, saya sampai harus dibantu petugas halte. Pemindaian itu lama, sekitar dua menit, karena saya mencoba beberapa kali sampai menimbulkan antrean agak panjang,” jelas Zahra.
Dari pengalaman Zahra, di siang hari sinar matahari begitu terang sehingga mesin pemindai tidak bisa bekerja dengan baik. Pencahayaan yang terlalu terang membuat alat pembaca tidak bisa membaca barcode.
Sandi, warga Pulogadung, Jakarta Timur, yang berkantor di Jalan Sudirman, mengatakan, ia mencoba menggunakan aplikasi Jaklingko setelah membaca di berita. Ia naik Transjakarta kemudian berganti MRT di Stasiun Bundaran HI.
”Tapi memesan tiket tarif integrasi menggunakan aplikasi Jaklingko malah membutuhkan waktu ekstra,” jelasnya.
Dari perjalanan yang dilakukan Dina atau Zahra atau Sandi, ketiganya senada mengatakan, perjalanan dengan tarif integrasi tidak efisien. ”Waktu tempuh semakin lama sehingga tidak bisa untuk pengguna dengan mobilitas tinggi,” jelas Sandi.
Sandi juga menemukan, di stasiun MRT tidak ada sinyal provider internet yang ia pergunakan. ”Perlu ada WiFi atau penguat sinyal, terutama stasiun bawah tanah,” jelas Sandi.
Meski keberadaan moda transportasi yang terintegrasi itu cukup membantu, bagi Dina, belum efektif dari sisi waktu tempuh. Perjalanan dari Tangsel menuju Monas biasa ia tempuh dalam satu jam dengan sepeda motor. Dengan moda transportasi terintegrasi menggunakan aplikasi Jaklingko ini, diperlukan waktu 1,5 jam.
”Jadi untuk saat ini saya merasa lebih efektif berangkat dari Tangsel ke Jakarta menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum dengan tarif integrasi,” jelas Dina.
Putri Zahra menilai, penggunaan kartu elektronik lebih tepat ketimbang penggunaan aplikasi.
Sementara Alia, warga Mangga Besar, Jakarta Barat, menyatakan tarif integrasi memang hemat. Namun, ia mendapati rute perjalanan yang disarankan aplikasi kurang akurat, sistemnya juga tidak konsisten menyarankan rute.
”Jadi jika dicari rute yang sama dari titik keberangkatan dan titik tujuan misal dua atau tiga kali pengulangan, itu rute yang disarankan akan berbeda sehingga perlu mengulang berkali-kali untuk mendapat saran rute dan biaya yang sama jika aplikasi digunakan untuk lebih dari satu orang. Dengan demikian, butuh waktu yang lama untuk mendapatkan tiket perjalanan,” jelas Alia.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, Masyarakat bisa menggunakan aplikasi Jaklingko, tetapi membutuhkan waktu. ”Perlu ada sosialisasi kepada semua masyarakat dan itu butuh waktu,” jelas Syafrin.