Polisi Tangkap Menteri Khilafatul Muslimin dan Sita Dana Rp 2,3 Miliar
Indra Fauzi, yang menjabat Menteri Penerimaan Zakat Organisasi Masyarakat Khilafatul Muslimin, aktif melakukan pencucian uang yang bersumber dari warga Khilafatul Muslimin.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya menyita dana sebesar Rp 2,3 miliar dari brankas kantor pusat Khilafatul Muslimin di Lampung. Dana itu diduga bersumber dari rekening Menteri Penerimaan Zakat Organisasi Masyarakat Khilafatul Muslimin, Indra Fauzi, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, Indra Fauzi aktif melakukan pencucian uang yang bersumber dari warga Khilafatul Muslimin.
”Penggunaannya untuk kepentingan penyebaran dan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila. Tersangka Indra telah lama berbaiat kepada Kholifah Abdul Khodir Hasan Baraja dan diangkat menjadi Menteri Penerimaan Zakat Ormas Khilafatul Muslimin,” kata Zulpan, Kamis (11/8/2022).
Indra Fauzi ditangkap di Lampung pada Rabu (10/8/2022) pukul 17.30. Polisi langsung membawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan dan menetapkan Indra sebagai tersangka.
Tersangka Indra dikenai Pasal 59 Ayat 4 Huruf c juncto Pasal 82 A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 10 juncto Pasal 2 Ayat 1 Huruf (z) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar menuturkan, Khilafatul Muslimin bukan organisasi terorisme, tetapi organisasi yang dikategorikan sebagai organisasi yang memiliki konteks intoleran.
BNPT tengah mencari solusi terhadap anak-anak yang menjadi murid di sekolah-sekolah yang terafiliasi dengan organisasi Khilafatul Muslimin. BNPT juga akan mengupayakan agar anak tersebut mendapat bimbingan dan pendampingan dengan menggandeng pemerintah daerah.
Diberitakan Kompas.id sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi menyampaikan, kepolisian terus mendalami kasus ini sejak laporan konvoi Khilafatul Muslimin di Jakarta Timur pada 29 Mei 2022 serta penetapan tersangka pada khalifah atau pemimpin tertinggi kelompok itu, Abdul Qadir Hasan Baraja, di Lampung, 7 Juni 2022.
”Kami juga telah menemukan delik baru, perbuatan melawan hukum baru, terkait dengan undang-undang sistem pendidikan nasional, di mana kegiatan mereka melanggar Undang-Undang (UU) tentang Sisdiknas dan UU tentang Pesantren,” kata Hengki, Kamis (16/6/2022).
Pelanggaran itu terbukti karena kelompok yang berdiri sejak 1997 ini, menurut data sementara, punya 25 sekolah yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Sekolah itu terdiri dari jenjang pendidikan dasar yang berlangsung hanya 3 tahun, pendidikan menengah pertama 2 tahun, menengah atas 2 tahun, dan perguruan tinggi 2 tahun.
Di perguruan tinggi, yang berlokasi di Bekasi di Jawa Barat dan satu daerah di Nusa Tenggara Barat, peserta didik akan mendapat gelar sarjana kekhalifahan Islam.
”Sekolah-sekolah ini diatur berbasis khilafah dan tidak pernah mengajarkan Pancasila sesuai UUD 1945. Kedua, diajarkan taat hanya pada khalifah, sedangkan pada pemerintah tidak wajib. Kemudian, diajarkan juga di sini, sistem yang final adalah khalifah, di luar khilafah tagut, setan, atau iblis,” lanjutnya.