Parkir liar masih marak di Jakarta. Sejumlah trotoar diokupasi oleh sepeda motor sebagai lahan parkir. Salah satunya di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Keberadaan parkir liar itu mengganggu lalu lintas.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Parkir liar masih marak di Ibu Kota, seperti yang terjadi di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Parkir tanpa karcis yang dikelola perorangan atau kelompok ini mengokupasi trotoar. Keberadaan parkir liar itu bahkan berdekatan dengan parkir resmi yang menggunakan sistem terminal parkir elektronik.
Belasan sepeda motor terparkir di trotoar depan toko atau warung di Jalan Cikini Raya, Jumat (5/8/2022). Pengelolanya warga setempat, baik perorangan maupun kelompok.
Hamzah (39), juru parkir di salah satu warung, menyebutkan, pada hari kerja tidak ada mobil yang terparkir di jalan karena menghindari penertiban dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Sebaliknya ketika akhir pekan, mobil leluasa parkir di jalan.
Keberadaan parkir liar di trotoar itu karena luas jalan tidak cukup untuk parkir sepeda motor dan mobil. Parkir justru menambah kepadatan hingga kemacetan lalu lintas yang kerap terjadi di situ.
”Tidak ada tempat parkir semenjak pelebaran trotoar. Warga sini manfaatkan sedikit lebar trotoar atau lahan kosong untuk parkir,” katanya di sela-sela menahan laju kendaraan supaya sepeda motor dan mobil yang terparkir bisa berjalan.
Dia menerima Rp 3.000 untuk parkir sepeda motor dan Rp 5.000 untuk parkir mobil. Pada hari kerja, pemasukannya paling banter Rp 80.000, sedangkan akhir pekan melonjak jadi Rp 300.000.
Uang recehan hingga pecahan puluhan ribu lantas dibagi tiga. Untuknya dan dua rekannya yang bergantian menjaga parkir di tiga warung sejak pukul 08.00 hingga pukul 22.00.
KebiasaanParkir liar di Jalan Cikini Raya berdekatan dengan sistem terminal parkir elektronik. Ada dua petugas berompi Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang mengatur parkir sepeda motor dan mobil di marka jalan khusus parkir.
Terdapat dua mesin terminal parkir elektronik (TPE) untuk pembayaran menggunakan kartu uang elektronik atau e-money. Setiap area mesinnya mampu menampung 15 sepeda motor dan 4-6 mobil.
Sayangnya, masih ada saja pengguna parkir yang tidak punya e-money. Mereka membayar secara tunai kepada juru parkir ketika hendak pergi.
”Pengguna sepeda motor pada jarang punya kartu e-money. Mungkin karena mereka hanya mampir sebentar, bayar parkirnya hanya 2.000,” ujar Rian, salah satu juru parkir dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Belum lagi pemilik kendaraan yang bandel. Mereka memanfaatkan keramaian dan kelengahan juru parkir untuk kabur tanpa membayar.
”Ada saja yang nakal. Kabur tidak bayar. Mereka cuma teriak, bentar doang ya bang,” katanya.
Keberadaan parkir liar mirip cinta dan benci. Satu sisi warga butuh karena terbatasnya tempat parkir resmi dan lebih mudah aksesnya, tetapi sisi lainnya tarifnya kemahalan.
Hikbal Asyandi (25), warga Kemayoran, Jakarta Pusat, misalnya, kerap ditodong Rp 5.000 untuk sekali parkir di Jalan Senen Raya. Mau tidak mau ia membayarnya karena hanya mampir sebentar untuk menjemput kenalan.
”Enggak perlu ribet masuk ke dalam pusat perbelanjaan. Tunggu saja di depan, nanti orangnya (kenalan) samperin,” katanya.
Lain lagi ketika kongko di Jalan Cikini Raya. Lebar jalan tidak memadai untuk ruang parkir. Alhasil, kendaraan mesti parkir di trotoar karena tak kebagian sistem terminal parkir elektronik.
”Pilihannya parkir liar di trotoar. Yang penting sepeda motor aman,” ujarnya.
Parkir liarSelain Jalan Cikini Raya, ruas jalan yang sering menjadi area parkir liar ialah Jalan Pintu Besar Timur, kawasan Kota Tua, Jalan Daan Mogot, Jalan Senopati, Jalan Wolter Monginsidi, Pasar Cipulir, depan Mal Sunter, dan Pasar Jatinegara. Pada 2020-Juli 2022, sebanyak 56.902 kendaraan ditindak akibat parkir liar. Kendaraan yang mendominasi adalah sepeda motor.
Dalam forum grup diskusi yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta, Rabu (3/8/2022), Kepala Subbagian Keuangan Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Pameliantoro Dhani Grahut menyebutkan, parkir liar terjadi hampir di semua kawasan DKI Jakarta, baik di zona tengah kota maupun zona pinggiran kota.
”Keterbatasan lahan dan masih terbatasnya jaringan angkutan umum menuju pusat kegiatan semakin mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi sehingga berdampak pada demand layanan parkir (parkir liar) semakin tinggi,” ujarnya.
Namun, kebutuhan layanan perparkiran yang tinggi di Jakarta belum dibarengi dengan penyediaan fasilitas parkir yang memadai. Itu disebabkan beberapa hal, seperti kebijakan pembatasan atau pengurangan jumlah ruang parkir secara bertahap, keterbatasan lahan, keterbatasan anggaran pembangunan fasilitas parkir, serta dampak revitalisasi trotoar.
Kendaraan parkir liar sudah ditindak. Untuk roda tiga dan roda empat diderek dan operasi cabut pentil. Kendaraan kemudian dipindahkan ke tempat penyimpanan seperti di IRTI atau kantor sudinhub di lima wilayah. Pemilik juga dikenai sanksi denda Rp 500.000 per hari.
Sementara untuk roda dua, diangkut dengan truk atau dilakukan operasi cabut pentil. Kendaraan lalu dibawa ke tempat penyimpanan kendaraan dan pemilik dikenai tilang oleh polisi.