Warga Tagih Janji Anies Cabut Pergub ”Penggusuran”
Perwakilan warga kampung yang berpotensi digusur dan tergabung dalam Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran mendatangi Balai Kota DKI Jakarta. Mereka mengirim surat permintaan audiensi dan menagih janji Gubernur DKI Jakarta.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga kampung yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran atau KRMP kembali mengirimkan surat permintaan audiensi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Melalui surat itu, KRMP menagih janji dan mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut Peraturan Gubernur Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Sejumlah perwakilan KRMP mendatangi Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (4/8/2022). Mereka menyampaikan surat permintaan audiensi kepada Gubernur DKI Jakarta.
Desakan itu berkaitan dengan upaya KRMP sebelumnya. Pada 10 Februari 2022, KRMP telah mengirimkan Surat Nomor 01/SK.KRMP/II/2022 perihal Permohonan Pencabutan Pergub DKI No 207/2016.
Pada 6 April 2022, KRMP mendapat kesempatan melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Audiensi dihadiri langsung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Kepala Biro Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
”Pada pertemuan tanggal 6 April 2022 tersebut dihasilkan kesimpulan dan kesepakatan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan melakukan review dan membahas Pergub DKI Nomor 207/2016 bersama dengan biro hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan KRMP, serta melakukan moratorium pelaksanaan upaya penggusuran paksa sampai dengan ada keputusan terkait Pergub DKI Nomor 207/2016 diputuskan,” ujar Jihan Fauziah Hamdo, perwakilan KRMP.
Namun, jelas Jihan, hingga saat ini belum ada tanggapan ataupun tindakan faktual yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta atas Pencabutan Pergub DKI No 207/2016 itu. ”Kami di sini meminta Bapak Anies untuk menindaklanjuti bagaimana proses pencabutan Pergub Nomor 207/2016. Jadi sebenarnya ini sudah menjadi proses atau agenda panjang yang sudah dijalani oleh kawan-kawan KRMP atau koalisi,” kata Jihan.
Bilal Sukarno, perwakilan dari KRMP, menyebutkan, KRMP mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mencabut Pergub DKI No 207/2016 karena sejumlah alasan. Pertama, mayoritas penggusuran dilakukan tanpa musyawarah dengan penggunaan aparat tidak berwenang, seperti TNI, adanya intimidasi dan kekerasan, pembangkangan terhadap upaya hukum, dan pelanggaran hak masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah.
”Hal ini tidak hanya berimbas hilangnya hunian, penggusuran juga mengancam keselamatan jiwa, kesehatan, serta hilangnya akses terhadap makanan, pendidikan, perawatan kesehatan, bahkan pekerjaan dan peluang mencari mata pencarian lainnya,” ujar Bilal.
Alasan kedua, adanya sengketa atau konflik lahan antara pihak korporasi dan pemerintah yang memiliki akses luas terhadap hukum, serta berhadapan dengan masyarakat miskin kota yang termarjinalkan. Dalam implementasinya, alih-alih melakukan inventarisasi, evaluasi, dan penertiban aset korporasi yang ditelantarkan, pemerintah justru menitikberatkan penertiban kepada masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap hak atas tanahnya.
”Sehingga menjadi jelas Pergub DKI Nomor 207/2016 ini berlawanan dengan Undang-Undang Pokok Agraria dan semangat Reforma Agraria,” kata Bilal.
Alasan ketiga, Pergub DKI No 207/2016 menjadi bentuk penggunaan kekuasaan dalam penyelesaian konflik, alih-alih menempuh prosedur hukum dan hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat bahwa peraturan tersebut tidak mensyaratkan adanya musyawarah yang berimbang dan prosedur-prosedur lain sesuai ketentuan Komentar Umum No 7 Kovenan Hak Ekosob.
Keempat, menurut Bilal, selain melanggar Undang-Undang TNI, Pergub DKI No 207/2016 telah melanggar ketentuan Kovenan Ekosob karena tidak memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak atas perumahan dengan membenarkan tindakan penggusuran secara paksa.
Kelima, menurut Bilal, Pergub DKI No 207/2016 juga telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Itu karena tidak adanya kepastian hukum dalam proses pembuktian kepemilikan dalam hal terjadi sengketa tanah, terlanggarnya asas kemanfaatan karena melegitimasi penggusuran secara paksa dan membuka ruang bagi penggunaan kekerasan oleh aparat ataupun pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dan kewenangan, serta melanggar asas ketidakberpihakan.
”Untuk itu, kami, KRMP, meminta audiensi atau pertemuan dengan Pemprov DKI Jakarta untuk segera mendapatkan kepastian hukum dan menagih janji Pak Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta segera melakukan tindakan faktual dalam rangka mencabut Pergub Nomor 207/2016 agar warga DKI Jakarta terbebas dari ancaman penggusuran secara paksa,” kata Jihan.
Secara terpisah, Kepala Biro Pemerintahan Setdaprov DKI Jakarta Andriansyah menyatakan, pihaknya masih perlu mengecek kembali surat permohonan dari KRMP tersebut.