Nama RSUD DKI Diubah Menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta
Pemprov DKI mengubah nama 31 RSUD di lingkungan Dinkes DKI menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Penamaan baru dengan logo baru diharapkan mengubah cara pandang masyarakat akan rumah sakit, juga untuk meningkatkan layanan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap rumah sakit dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah penamaan atau penjenamaan dan logo 31 RSUD di bawah pengelolaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Ke-31 nama RSUD itu diubah menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta dengan logo yang juga berubah.
Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati, Kamis (4/8/2022), melalui keterangan tertulis menjelaskan, pandemi Covid-19 selama dua tahun ini mengakibatkan disrupsi terhadap ketahanan sistem kesehatan dan menyuguhkan berbagai tantangan pelayanan kesehatan. Hal itu mendorong Pemprov DKI Jakarta, khususnya dinkes, mempercepat pelaksanaan transformasi layanan kesehatan menuju layanan kesehatan masyarakat yang terintegrasi, aman, berkualitas dan efisien.
Salah satu tonggak awal pelaksanaan transformasi layanan kesehatan adalah melalui perubahan dan pembaharuan fasilitas. Hal ini tidak sekadar diwujudkan dengan pembangunan karya berupa infrastruktur semata, tetapi juga suatu bangunan yang mampu memberi makna sehingga warga yang hadir mampu mendapatkan pengalaman yang baik.
Perubahan dimulai dengan penjenamaan atau diartikan sebagai perubahan nama atau merek, yaitu dari semula RSUD menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Pencanangan perubahan nama itu dilakukan, Rabu (3/8/2022), di RSUD Cengkareng.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menjelaskan, penamaan Rumah Sehat untuk Jakarta hadir dengan warna dan desain logo sebagai citra baru bagi pelayanan kesehatan rujukan di Provinsi DKI Jakarta. ”Sebelum kami luncurkan Rumah Sehat untuk Jakarta, kami telah melakukan proses kajian bersama tim internal Pemprov DKI Jakarta dan masukan dari para ahli. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta berupaya membentuk persepsi kualitas pelayanan yang sama di 31 Rumah Sehat untuk Jakarta,” jelas Widyastuti.
Penamaan baru dan logo baru itu membuat 31 RSUD di lingkungan Dinas Kesehatan DKI yang sebelumnya memiliki logo yang berbeda-beda menjadi satu logo yang sama. ”Logo Penjenamaan Rumah Sehat untuk Jakarta terinspirasi dari kelopak bunga melati gambir, yang merupakan salah satu bunga khas DKI Jakarta yang tidak hanya indah tetapi juga memiliki manfaat kesehatan sebagai obat,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menambahkan, dengan penjenamaan itu, maka penyebutan secara lengkap untuk rumah sakit di DKI Jakarta menjadi berubah. Ia mencontohkan, Rumah Sehat untuk Jakarta RSUD Cengkareng atau Rumah Sehat untuk Jakarta RSUD Tarakan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta menjelaskan, selama ini rumah sakit berorientasi pada kuratif dan rehabilitatif sehingga orang datang karena sakit dan ingin sembuh. ”Datanglah ke rumah sakit untuk sembuh, padahal untuk sembuh harus sakit dulu. Nah, di sisi lain pada pandemi kemarin kita menyaksikan pentingnya menjaga kesehatan. Karena itu, rumah sehat ini perannya ditambah, yakni aspek promotif dan preventif,” kata Anies.
Anies berharap penjenamaan ini akan mengubah mindset atau cara berpikir masyarakat terhadap rumah sakit. Yang sebelumnya berorientasi dari sakit untuk sembuh ketika diubah menjadi rumah untuk sehat akan menjadi sehat dan lebih sehat lagi melalui berbagai perawatan (treatment).
”Jadi datang ke rumah sehat untuk menjadi sehat dan lebih sehat. Mulai melakukan medical and mental health check up, vaksinasi dan imunisasi, serta berbagai kegiatan yang bersifat promotif preventif lainnya. Karena itu, rumah sehat ini dirancang benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup sehat, bukan sekadar berorientasi sembuh dari sakit,” paparnya.
Anies menambahkan, dengan penjenamaan, diharapkan masyarakat akan memandang rumah sehat dengan cara pandang berbeda. ”Apalagi dalam bahasa internasional rumah sakit diartikan sebagai hospital dari hospitality yakni keramahan. Harapannya melalui penjenamaan ini juga percakapan di rumah-rumah pun berbicara tentang sehat bukan sakit karena alam bawah sadar kita menggarisbawahi itu,” lanjutnya.
Widyastuti menambahkan, dengan nama dan logo yang baru, diharapkan pembaruan ini dapat menjadi wajah baru bagi pelayanan kesehatan rujukan di DKI Jakarta. Tentu hal ini harus didukung dengan pembentukan profesionalisme seluruh SDM untuk lebih memberikan pelayanan yang optimal.
Namun, perubahan nama itu mendapat kritikan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. ”Jakarta seharusnya memunculkan terobosan-terobosan program pembangunan atau pelayanan yang berdampak langsung kepada masyarakat. Yang terasa langsung kesuksesannya di tengah masyarakat. Bukan cuma ganti nama. Kemarin nama jalan, sekarang rumah sakit. Stop deh bikin kebijakan ngawur," ujarnya.
Menurut Prasetio, politisi PDI Perjuangan itu, Jakarta masih memiliki segudang masalah yang perlu penanganan segera. Seperti persentase angka kemiskinan yang terus merangkak naik hingga permasalahan kampung kumuh di tengah kota yang juga belum terselesaikan.
Prasetio mengaku tergelitik dengan penamaan ”rumah sehat” yang digadang Anies untuk menggantikan nama rumah sakit. Menurut dia, sudah sejak dulu semua orang mengetahui rumah sakit adalah lokasi untuk mengobati penyakit. Lagi pula penamaan rumah sakit sudah tertera jelas dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
”Jadi memang aturannya di Pasal 1 jelas namanya rumah sakit. Dari dulu kalau kita sakit kemana sih larinya, yake rumah sakit. Memang namanya rumah sakit ya untuk mengobati penyakit. Logikanya kan begitu. Kalau sudah sehat ya kerja, beraktivitas kembali,” ungkapnya.
Perubahan nama itu juga mendapat kritikan dari anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak. Menurut Simanjuntak, mengartikan bahasa Inggris hospital akan menjadi dua arti, rumah sehat untuk RSUD DKI dan rumah sakit buat RS di luar RSUD. Keduanya mempunyai arti yang berbeda.
”Ini akan membingungkan mereka yang sekolah. Ini sama seperti arti rumah singgah yang beda dari rumah tinggal,” jelasnya.
Secara nasional juga RS masih singkatan rumah sakit, bukan rumah sehat. Artinya, DKI tidak boleh sembarangan menggantinya tanpa membicarakan hal ini dengan ahli tata bahasa dan meminta pendapat dari Kemenkes. ”Ini bukan seperti penamaan jalan yang merupakan wewenang DKI dan tidak jelas alasannya, membingungkan dan menimbulkan penolakan masyarakat. Apalagi perubahan nama RS dilakukan dua bulan menjelang berakhir jabatan,” tegasnya.