Tiga Tahun Terakhir, Puluhan Ribu Kendaraan yang Parkir Liar Ditindak
Parkir liar masih marak di Jakarta. Pada 2020-Juli 2022, sebanyak 56.902 kendaraan ditindak akibat parkir liar. Kendaraan yang mendominasi adalah sepeda motor. Dishub DKI mengupayakan penegakan hukum atas parkir liar.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran berupa parkir liar di DKI Jakarta masih tinggi. Dalam tiga tahun terakhir, 56.902 kendaraan yang parkir liar ditindak dengan 30.801 kendaraan di antaranya hasil penindakan pada periode Januari-Juli 2022. Dinas Perhubungan DKI tidak akan menambah ruang parkir di tengah kota untuk mendorong warga menggunakan angkutan umum.
Kepala Bidang Pengendalian Operasi Lalu lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffy memaparkan hal itu dalam forum grup diskusi (FGD) yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Rabu (3/8/2022).
Ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka 15 disebutkan, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Merujuk ketentuan itu, menurut Massdes, parkir liar bisa dijelaskan sebagai kendaraan bermotor yang barhenti atau parkir bukan pada tempatnya.
Pameliantoro Dhani Grahut, Kepala Subbagian Keuangan Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menambahkan, untuk tempat parkir yang resmi, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah titik parkir. Titik-titik parkir itu lebih banyak dikelola swasta dan sebagian kecil dikelola Pemprov DKI Jakarta.
Kebutuhan layanan perparkiran yang tinggi di Jakarta, menurut dia, belum dibarengi dengan penyediaan fasilitas parkir yang memadai. Itu disebabkan beberapa hal, seperti kebijakan pembatasan atau pengurangan jumlah ruang parkir secara bertahap, keterbatasan lahan, keterbatasan anggaran pembangunan fasilitas parkir, serta dampak revitalisasi trotoar.
Parkir liar terjadi hampir di semua kawasan DKI Jakarta, baik di zona tengah kota maupun zona pinggiran kota. ”Keterbatasan lahan dan masih terbatasnya jaringan angkutan umum menuju pusat kegiatan semakin mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi sehingga berdampak pada demand layanan parkir (parkir liar) semakin tinggi,” jelas Dhani.
Massdes melanjutkan, sebagai gambaran dari parkir liar yang masih terjadi di Jakarta, dalam kurun waktu tiga tahun terdapat 56.902 kendaraan yang ditindak. Pada 2020, sebanyak 10.124 kendaraan yang parkir liar ditindak, terdiri dari 7.798 sepeda motor dan 2.326 mobil. Pada 2021, sebanyak 15.968 kendaraan yang parkir liar, terdiri dari 13.631 sepeda motor dan 2.337 mobil ditindak.
Sementara pada Januari-Juli 2022, sebanyak 30.810 kendaraan ditindak. Jumlah itu terdiri dari 21.401 sepeda motor atau 69 persen dan 9.409 mobil atau 31 persen.
”Sementara pada Juli 2022, rata-rata per hari 300 kendaraan ditindak karena parkir liar,” jelas Massdes.
Parkir liar ditemukan di badan jalan, bahu jalan, dan trotoar. Sejumlah ruas jalan di Jakarta yang sering menjadi area parkir liar di antaranya di Jalan Pintu Besar Timur, kawasan Kota Tua, Jalan Daan Mogot, Jalan Senopati, Jalan Wolter Monginsidi, Pasar Cipulir, depan Mal Sunter, Jalan Cikini Raya, dan Pasar Jatinegara.
Dhani menambahkan, dari survei yang dilakukan pada 2022, ada 37 kantong parkir liar di simpul-simpul angkutan massal, di antaranya Stasiun KRL Kalideres, Terminal Kalideres, Stasiun MRT dan Halte BRT Lebak Bulus, serta Stasiun KRL Klender Baru. Parkir liar itu biasanya berada di lokasi yang strategis, lokasi mudah diakses, tidak menerapkan tarif murah atau nonprogresif, serta lebih fleksibel.
Untuk kendaraan yang parkir liar itu, jelas Massdes, sudah dilakukan penindakan. Untuk roda tiga dan roda empat dilakukan penderekan dan operasi cabut pentil. Kendaraan kemudian dipindahkan ke tempat penyimpanan seperti di IRTI atau kantor sudinhub di lima wilayah. Pemilik juga dikenai sanksi denda Rp 500.000 per hari.
Untuk roda dua, kendaraan diangkut dengan truk atau dilakukan operasi cabut pentil. Kendaraan lalu dibawa ke tempat penyimpanan kendaraan dan pemilik dikenai tilang oleh polisi.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki menyatakan, keberadaan parkir liar mengganggu hak-hak pejalan kaki. Adanya parkir liar membuat pejalan kaki harus turun ke jalan karena trotoar diokupansi roda dua dan roda empat yang secara sengaja diparkir di trotoar.
”Itu sudah membuat banyak kecelakaan yang menimpa pejalan kaki, bahkan meninggal. Data WHO menyebutkan, ada 14 pejalan kaki meninggal per hari di Indonesia, salah satunya dipicu parkir liar,” jelas Sitorus.
Menurut Sitorus, edukasi terkait parkir di jalan dan di fasilitas pejalan kaki harus terus-menerus dilakukan. Juga perlu dibangun ruang aman bagi pejalan kaki, tidak melulu harus seperti pembangunan jembatan penyeberangan tetapi juga zebra cross.
Terkait dengan perubahan paradigma pengelolaan transportasi di DKI Jakarta yang berubah kepada pengembangan berorientasi transit yang mengedepankan pejalan kaki, pesepeda, dan penggunaan angkutan umum, menurut Massdes, pembangunan ruang parkir di tengah kota tidak disarankan. Justru warga didorong untuk menggunakan kendaraan umum di wilayah-wilayah yang jaringan angkutan umumnya sudah baik.
”Kami mendorong warga untuk menggunakan angkutan umum karena kami konsisten menyedikan angkutan umum yang baik. Untuk itu, kami mendukung pembangunan ruang parkir di perbatasan dengan daerah atau pinggiran. Namun, untuk di tengah kota tidak akan kita sediakan karena itu akan ambigu dengan kebijakan angkutan umum kita,” jelas Massdes.
Sitorus juga mendukung perlu adanya kebijakan yang mendorong penggunaan angkutan umum itu. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran di atas fasilitas pejakan kaki, serta pengalokasian ruang jalan yang dominan untuk manusia bukan untuk kendaraan.