Enam Bulan Pembuktian Upaya Integrasi di Stasiun BNI City
Jumlah penumpang KRL di Stasiun BNI City per hari baru sepertiga dari rata-rata penumpang di stasiun lain. Sebagai stasiun KRL terintegrasi keempat, keberhasilan BNI City baru bisa dilihat 3-6 bulan ke depan.
Oleh
STEFANUS ATO, ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stasiun BNI City belum menarik minat pelaju kereta rel listrik. Stasiun Sudirman masih jadi pilihan sebagian warga di kawasan berorientasi Dukuh Atas, Jakarta Pusat, untuk melanjutkan perjalanan.
Pada Selasa (2/8/2022) sore kemarin sekitar pukul 16.30, warga yang melintas di kawasan Dukuh Atas, saat keluar dari Stasiun MRT Dukuh Atas BNI, lebih banyak berbelok melintasi Terowongan Kendal dan masuk ke Stasiun Sudirman. Hanya sedikit warga yang berjalan menuju ke arah Stasiun BNI City. Mereka yang berlawanan arah dengan warga kebanyakan itu rata-rata membawa banyak barang bawaan, seperti tas dan koper dengan tujuan akhir perjalanan Bandara Soekarno-Hatta.
Masih sedikitnya pengguna KRL dari Stasiun BNI City ini juga terlihat di dalam area stasiun, yakni di peron satu dan peron dua. Mereka yang menunggu kereta dari tempat itu jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Pada Selasa siang hingga Selasa sore pukul 16.30, tidak terlihat banyak pengguna KRL yang turun di stasiun tersebut.
Stasiun BNI City sebenarnya menarik dijadikan tempat naik dan turun kereta. Di stasiun itu, pelaju yang datang dari Terowongan Kendal, misalnya, cukup berjalan kaki sekitar 100 meter untuk tiba di area stasiun.
Di sana, langkah kaki pelaju terbantu dengan adanya eskalator untuk naik ke lantai satu. Dari lantai satu, seusai tap in, pelaju memiliki dua pilihan untuk menggapai peron stasiun, yakni menggunakan lift atau eskalator.
”Lumayan jauh jalannya. Mesti naik turun eskalator, kan. Kalau Stasiun Sudirman, kan enak, habis tap in, langsung ketemu peron,” kata Hamidah (27), warga asal Bekasi, Jawa Barat, Selasa sore.
Capai sepertiga penumpang
Vice President Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan, sejak uji coba penumpang dimulai pada 30 Juli 2022, Stasiun BNI City sudah melayani 8.265 orang sampai 1 Agustus 2022. Dari jumlah itu, ada sebanyak 2.290 pengguna yang naik dan 5.975 pengguna yang turun di stasiun tersebut. Pada Selasa (2/8) hingga pukul 13.00, jumlah pengguna KRL yang turun di Stasiun BNI City sebanyak 772 orang, dan yang naik sebanyak 42 orang.
Artinya, jika dirata-rata, jumlah penumpang KRL yang naik dan turun di Stasiun BNI setiap hari berkisar 2.700 orang. Angka itu hanya sepertiga dari rata-rata penumpang yang berlalu lalang di setiap stasiun KRL. Dari data KAI Commuter, volume pengguna KRL Jabodetabek pada Senin, (1/8/2022) sebanyak 688.310 orang dengan 82 stasiun beroperasi.
Dari uji coba ini, kata Anne, diharapkan, pengguna kereta bandara dapat lebih mudah menggunakan KRL Jabodetabek tanpa perlu berjalan ke stasiun terdekat, seperti Stasiun Sudirman yang jaraknya sekitar 200 meter dari Stasiun BNI City.
”Tujuannya adalah kemudahan, konektivitas, dan integrasi antarmoda di BNI City dengan kereta bandara,” kata Anne, Selasa siang. Stasiun BNI City juga lebih dekat dengan pintu masuk Halte MRT Dukuh Atas daripada Stasiun Sudirman, meski sama-sama bisa dijangkau dengan berjalan kaki.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menilai, pengoperasian Stasiun BNI City merupakan upaya meningkatkan integrasi kereta bandara dengan KRL yang sudah lebih dulu terjadi di tiga stasiun lainnya. Stasiun dimaksud, antara lain, Stasiun Manggarai, Stasiun Duri, dan Stasiun Batu Ceper.
”Mereka yang mau berpindah moda dari BNI City sekarang akan dapat kemudahan, bisa langsung ke KRL Commuter tanpa geret koper. Tapi, keberhasilannya tentu baru bisa dilihat 3-6 bulan ke depan. Nanti bisa dievaluasi banyak hal, salah satunya seberapa banyak dampaknya ke pengguna kereta bandara,” ujarnya.
Di sisi lain, pemanfaatan stasiun itu untuk penumpang KRL juga menimbulkan masalah baru. Sebagian pengguna merasakan hambatan perjalanan KRL karena dekatnya jarak antarstasiun sekitar, seperti Stasiun Sudirman dan Stasiun Karet yang memperlambat kecepatan perjalanan kereta.
”Kan ada waktu tiba dan waktu berangkat. Sampai saat ini pun Stasiun Sudirman dan Karet tetap beroperasi,” timpal Anne.
Belum tuntas
Aditya menambahkan, ketidaknyaman penumpang KRL bisa bertambah dengan masih belum tuntasnya pembangunan infrastruktur KRL, khususnya terkait pembangunan jalur dwiganda (double-double track/DDT) Stasiun Manggarai. Seperti diberitakan sebelumnya, tahun ini, pekerjaan itu baru mencapai switch over (SO) ke-5 atau 60 persen.
Pihak KAI Commuter menyebut SO ke-5 itu akan meningkatkan waktu tempuh dan waktu tunggu kereta. Namun, pada kenyataannya, pengguna masih mengeluhkan waktu tunggu kereta yang lebih lama, khususnya di Stasiun Manggarai.
”Dengan SO-5 di Stasiun Manggarai, proses pembangunan infrastruktur KRL di Jabodetabek belum 100 persen selesai. Saya masih belum bisa pastikan bahwa frekuensi perjalanan akan lebih smooth, akan ada perlambatan karena pengerjaan infrastruktur yang belum tuntas,”kata Aditya.
Hal lain yang harus dikejar dan dievaluasi adalah revitalisasi stasiun oleh Kementerian Perhubungan. Pihak KAI Commuter pun bertanggung jawab untuk merawat fasilitas umum yang ada. Belakangan, misalnya, pengguna KRL kembali mengeluhkan eskalator di beberapa stasiun yang kerap mati di jam sibuk.
”Eskalator poinnya ada dua, yakni keberadaan dan keandalan. Sering kita temui tangga manual enggak lebar banget, eskalator juga terbatas. Itu hanya akan cukup kalau kereta api tidak datang berbarengan sehingga jumlah penumpang transit tidak terlalu penuh. Tapi, kalau yang dikejar adalah penambahan jumlah perjalanan, maka fasilitas harus ditambah dan ditingkatkan fungsinya,” kata Aditya.