Fenomena Baru, Mafia Beraksi dalam Proses Penerbitan Sertifikat Tanah
Mafia tanah kini banyak beraksi dalam pengurusan sertifikat kepemilikan tanah melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang ditujukan untuk masyarakat secara cuma-cuma.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
ERIKA KURNIA
Tampak depan Kantor BPN Kota Administrasi Jakarta Selatan. Kamis (14/7/2022). Kantor ini digeledah Polda Metro Jaya terkait kasus mantan Ketua Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) BPN Jakarta Selatan berinisial PS.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya memperingatkan adanya fenomena baru dalam aksi mafia tanah yang perlu diwaspadai masyarakat. Jika biasanya mereka bekerja dalam proses pengalihan sertifikat tanah, kini para pelaku beraksi dalam proses penerbitan. Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan, modus mafia tanah yang bergeser ini melibatkan banyak pihak, termasuk oknum pemerintahan di lembaga Badan Pertanahan Nasional (BPN). ”Dari sisi pelaku, ini yang biasanya dalam proses peralihan, tetapi ini dalam penerbitan. Banyak pejabat yang jadi oknum terlibat,” ujarnya di Kantor BPN Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
ERIKA KURNIA
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi di kantor BPN Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
Dalam kesempatan itu, Hengki melakukan penggeledahan di kantor BPN Jakarta Selatan terkait kasus tanah di Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang melibatkan mantan Ketua Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Selatan berinisial PS. Aparatur sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai Koordinator Substansi Penataan Pertanahan BPN Kota Administrasi Jakarta Utara itu ditangkap di Depok, Jawa Barat, Selasa (12/7/2022). PS menerbitkan sertifikat hak milik dengan warkah palsu dan melibatkan pendana gelap. Pelaksanaan kewenangan tidak sesuai prosedur sehingga pemohon PTSL tidak mendapatkan haknya. ”Hari ini kita adakan penggeledahan, ternyata ditemukan (sertifikat) yang sudah seharusnya diserahkan dari tiga tahun lalu, tetapi ternyata belum diserahkan (kepada pemohon PTSL),” katanya seusai menggeledah Kantor BPN secara tertutup.
Baca juga: Kasus Mafia Tanah di Jakarta-Bekasi, Empat Pejabat BPN Jadi Tersangka Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2018 untuk membantu masyarakat yang mendiami tanah, tetapi belum memiliki sertifikat kepemilikan untuk mengurus legalisasi kepemilikan tanah mereka melalui program PTSL. Program itu gratis dan direncanakan akan berlangsung hingga tahun 2025. Sayangnya, program yang awalnya bertujuan menangani sengketa tanah justru semakin menambah konflik. Korbannya pun, kata Hengki, tidak hanya masyarakat biasa, tetapi juga pemerintah. Mafia lihai mengubah identitas menurut data yuridis menjadi milik orang lain hingga merebut tanah yang bukan haknya.
Dan yang menjadi catatan kita semua di sini, sampai saat ini, banyak yang belum sadar yang bersangkutan menjadi korban.
Terkait pencegahan dan penanganan kasus mafia tanah, polisi terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas Mafia Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang(ATR)/BPN. Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan Sigit Santosa mendukung upaya pemberantasan mafia tanah yang diampu kepolisian.
”Kami dari kantor pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan sangat mendukung penuh pemberantasan mafia tanah, khususnya di Jakarta Selatan,” ujarnya saat mendampingi polisi melakukan pelenggedahan.
Baca juga:
Tanah-tanah Incaran Mafia
Ia mengharapkan masyarakat tetap percaya untuk mengurus sertifikatnya ke BPN. "Kami pun
full support
(mendukung penuh) bekerja sama dengan kepolisian untuk memberantas dan memerangi mafia tanah seperti instruksi Menteri ATR/BPN,” ujarnya.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto (tengah) kunjungan kerja ke Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/7/2022), untuk membahas penyelesaian konflik agraria yang sudah berkepanjangan di Sumut.
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan RB Agus Widjayanto kepada Kompas (4/5/2021), mengingatkan masyarakat agar mengadukan masalah sengketa tanah ke BPN atau polisi. Pengaduan ke BPN bisa dilakukan baik secara daring maupun lisan. ”Data yang membuktikan bahwa dia pemiliknya dan bagaimana korbannya, itu nanti dari sini kan dari pengaduan itu kami pelajari, oh, ya, ini memang layak proses, datanya sudah diinput. Kemudian kami gelar awal dulu untuk menentukan, ini lho prosesnya, hal apa yang harus dilakukan. Kami harus explore, lakukan penelitian, dan sebagainya,” tuturnya.
Inisiatif melapor perlu dimiliki warga, termasuk mereka yang tinggal di kota-kota besar, termasuk DKI Jakarta dan sekitarnya. Sengketa tanah muncul karena adanya permintaan dan penawaran. Dinamika itu tinggi di daerah berkembang karena faktor sempitnya lahan dengan banyaknya penduduk. ”Pembangunan terus membutuhkan tanah. Yang pembangunannya paling banyak, tentu harganya akan naik. Dulu mungkin mereka enggak mikir apa-apa, tapi sekarang karena nilai tanah secara ekonomi tinggi, maka mereka bagaimana caranya menguasai tanah dengan cara apa pun,” jelasnya.