Angkot Khusus Perempuan hingga Pemisahan Tempat Duduk Akan Sulit Diterapkan
Wacana pemisahan tempat duduk di angkot antara penumpang perempuan dan laki-laki hingga angkot khusus perempuan sulit dilaksanakan. Data penumpang dan ketersediaan angkot belum ada untuk dapat dijadikan dasar kebijakan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana terkait angkutan kota khusus perempuan untuk pencegahan pelecehan seksual akan sulit dilaksanakan. Pemisahan harus didasarkan pada data pasti pengguna angkot yang laki-laki maupun perempuan serta ketersediaan angkot. Pemprov DKI disarankan untuk lebih baik memperketat aturan dan memasang rambu-rambu pelaporan di dalam angkutan kota.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna, Kamis (14/7/2022), menjelaskan, ia menilai wacana pemisahan tempat duduk di angkot untuk penumpang perempuan dan penumpang laki-laki, ataupun penerapan angkot khusus angkot perempuan akan sulit diterapkan.
Menurut Yayat, perlu ada perhitungan yang pasti terkait jumlah pasti pengguna angkot yang laki-laki dan perempuan. ”Itu datanya tidak ada. Itu susah membaginya,” jelas Yayat.
Apabila data penumpang angkot dan ketersediaan angkot (supply and demand) tidak jelas, lanjut Yayat, akan sulit untuk membagi komposisi angkotnya. Baik angkot yang akan dipisahkan tempat duduknya, juga untuk angkot yang dikhususkan buat perempuan. ”Jadi kita harus tahu dulu dari supply dan demand ini,” kata Yayat.
Karena tidak ada data jelas, lanjut Yayat, untuk pemisahan atau pengkhususan bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi. Penumpang harus menyebutkan identitas dulu.
Namun Yayat juga menyebutkan, apabila aplikasi akan dipakai, mesti ada yang menyediakan aplikasi. Dan itu juga kesulitan yang lain. ”Agak susah kalau begitu. Jadi akan menambah panjang,” ucap Yayat.
Namun ia tetap menegaskan, kalau dibagi, Pemprov DKI tetap harus tahu data supply dan demand jumlah angkot yang ada di dalam satu kawasan dan jumlah penumpangnya. Kemudian jumlah penumpang harus dibagi lagi laki-laki dan perempuan.
”Jadi komposisi laki-laki perempuan barulah supply-nya. Barulah komposisi perempuan yang naik angkot cuma tiga orang, kemudian jumlah laki-laki ada tujuh, berarti ya komposisinya menyesuaikan. Nah, itu agak susah. Nah kedua, kalau nanti ada angkot khusus perempuan kemudian penghasilan tidak terpenuhi, nanti kalau rugi siapa yang nutupi?” kata Yayat.
Yayat pun menyarankan, supaya kebijakan pencegahan menjadi tidak ribet dan tidak membuat masalah, lebih baik di setiap angkot dipasang rambu-rambu tentang keamanan bagi perempuan yang terkait dengan tata tertib. Artinya, setiap penumpang harus paham, naik angkot itu harus menghormati sesama penumpang, tidak melecehkan perempuan, juga tahu sanksi dan hukumannya kalau, misalnya, ada tindakan pelecehan yang dilaporkan.
Jadi lebih bagus aturannya ditegakkan daripada angkotnya dibagi-bagi. Jadi mendingan di aturan. Jadi aturan itulah yang membentuk perilaku. (Yayat Supriyatna).
Ia pun setuju apabila di dalam angkot dipasang kamera pengawas (CCTV), juga edukasi dan pelatihan kepada para sopir.
Terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, terkait adanya tindakan pelecehan seksual di angkutan umum atau di mana pun tempatnya, ia mendorong perempuan dan anak berani melapor dan mengajak sopir angkot untuk berani menghadapi bersama. Apalagi data Pemprov DKI menunjukkan, pelecehan seksual yang terjadi meningkat, dari 8 di 2020 menjadi 15 di Januari-Juli 2022.
Untuk di angkot, jelas Ahmad Riza, Pemprov DKI akan menyiapkan stiker pusat panggilan (call center) 112, termasuk nomor pos pelayanan. ”Kami juga melakukan pelatihan bagi sopir-sopir, termasuk juga nanti akan ada CCTV. Itu dalam kajian,” jelas Ahmad Riza.
Untuk pemisahan tempat duduk di angkutan umum, jelas Ahmad Riza, sebetulnya sudah dilakukan di bus Transjakarta dengan penumpang perempuan di bagian depan dan penumpang laki-laki di bagian belakang.
”Di angkot ini tadinya ingin kami berlakukan, tetapi berdasarkan masukan dari sejumlah pihak, termasuk masyarakat, ternyata pengguna angkot itu lebih banyak perempuan. Jadi kalau dipisahkan, nanti kasihan yang perempuan tempatnya semakin terbatas,” tuturnya.