DKI Perlu Tinjau Ulang Kegiatan Belajar Tatap Muka
Tahun ajaran baru di DKI bersamaan dengan kasus Covid-19 yang kembali tinggi. Pekan ini kasus sudah lebih dari 10.000. Pemprov DKI masih melihat situasi untuk pertimbangan sekolah ”hybrid”. P2G minta DKI tinjau ulang.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki bulan Juli 2022, kasus aktif Covid-19 di DKI Jakarta sudah lebih dari 10.000 kasus. Pada saat bersamaan, pembelajaran tatap muka untuk Tahun Ajaran 2022/2023 juga dimulai. Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meninjau ulang kebijakan, sementara ahli epidemiologi memastikan seharusnya vaksinasi Covid-19 dosis penguat (booster) patut menjadi syarat pelaksanaan tetap muka selain penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Selasa (12/7/2022), di Balai Kota DKI Jakarta, menjelaskan, tahun ajaran baru di DKI Jakarta digelar di tengah kasus Covid-19 yang sedang naik. Ia berpesan supaya setiap sekolah yang menggelar pembelajaran memperketat pengawasan dan protokol kesehatan.
”Sekalipun tahun ini masih level 1 PPKM dan ada kelonggaran, bukan berarti mengurangi pengawasan disiplin, mengurangi prokes. Justru di saat adanya pelonggaran seperti kami sampaikan, ditingkatkan prokesnya,” jelasnya.
Meski begitu, menurut Ahmad Riza, Pemprov DKI Jakarta masih terus mencermati situasi kasus dan belum akan mengubah kebijakan pembelajaran menjadi pembelajaran hibrida. ”Terkait itu, kita akan pertimbangkan sambil melihat situasi,” jelas Ahmad Riza.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, Senin (11/7/2022), menegaskan, sampai saat ini kasus aktif di DKI Jakarta terpantau lebih dari 10.000 kasus dengan rasio kasus positif menyentuh 12 persen. Namun, kegiatan pembelajaran sudah berlangsung dengan durasi lebih dari empat jam, bahkan sampai sore, serta semua peserta didik sudah masuk semua.
Satriwan menilai, seharusnya Pemprov DKI Jakarta meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka itu. Pemprov DKI juga perlu mengeluarkan surat edaran yang mengatur kembali kegiatan belajar.
Dalam pandangan P2G, Pemprov DKI Jakarta bisa kembali mengatur kegiatan belajar dalam durasi empat jam dan siswa diatur belajar secara hibrida, yaitu separuh di rumah dan separuh di sekolah.
Namun, ahli epidemiologi dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menjelaskan, pada saat aktivitas lain berjalan relatif normal, sekolah juga sama. Kalau kegiatan ekonomi dan sosial tutup, sekolah bisa tutup.
”Tetapi tidak bisa, mal buka, pasar buka, sekolah tutup. Itu salah kaprah,” jelasnya.
Hal penting dalam pelaksanaan sekolah tata muka, menurut Dicky, adalah booster atau vaksinasi dosis penguat atau ketiga bagi tenaga pendidik dan siswa. ”Kalau mereka anak-anak di atas 6 tahun bisa mendapatkan booster, sangat bagus dan penting. Apalagi di antara mereka ada yang komorbid,” jelas Dicky.
Sementara untuk sekolah penyelenggara kegiatan belajar, selain menerapkan prokes dan masker, juga perlu melakukan perbaikan sirkulasi udara, ventilasi.
Satriwan sependapat dengan Dicky terkait pemberian vaksin dosis penguat bagi guru dan siswa. Itu karena sampai hari ini, angka penerima vaksin dosis penguat kepada guru dan peseta didik di DKI Jakarta masih rendah.
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo meminta Pemprov DKI Jakarta bersiaga menanggapi lonjakan kasus Covid-19 di DKI Jakarta.
”Saat ini kasus aktif di Jakarta sudah di angka lebih dari 10.000. Rasio kasus positif kita 12,9 persen lebih tinggi dari angka nasional yang ada di 11,5 persen. Ini artinya, kita harus kembali ke posisi siaga,” kata Ara, panggilan akrab Anggara.
Ara meminta jumlah tes harian dan pelacakan oleh fasilitas kesehatan Pemprov DKI dapat ditingkatkan lagi. ”Angka tes harian kita menurun seiring kasus yang melandai pada Mei kemarin. Jika sekarang rasio kasus positif makin tinggi, lebih baik tes harian juga ditingkatkan karena bisa jadi ini mengungkap lebih banyak kasus,” tambah Ara.
Selain itu, Ara, yang juga Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI ini, mendorong penegakan protokol kesehatan di tempat umum juga kembali diperketat untuk meminimalkan penularan.
”Sejak kasus melandai, masyarakat banyak yang abai protokol kesehatan. Pengawasan juga tak seketat dulu. Apalagi kegiatan-kegiatan keramaian saat ini sudah diizinkan. Hari ini kita harus melihat realitas bahwa kasus naik sehingga harus ada pengetatan lagi, termasuk aturan untuk kembali memakai masker di dalam maupun luar ruangan,” pungkas Ara.