Para tersangka memungut biaya pengurusan pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Mereka mematok tarif mulai dari Rp 500.000 hingga jutaan rupiah kepada 1.316 warga.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Mantan kepala desa hingga mantan kepala urusan keuangan Desa Cikupa bersekongkol memungli pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Korbannya 1.316 orang dengan total kerugian Rp 2 miliar selama beraksi tahun 2020-2021.
Mantan kepala desa AM (55), mantan sekretaris desa SH (41), mantan kepala urusan perencanaan MI (50), dan mantan kepala urusan keuangan MSE (34) kini berstatus tersangka pungli PTSL. Polres Kota Tangerang menetapkannya setelah memeriksa 1.316 saksi dan korban sejak Januari 2022.
Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Raden Romdhon Natakusuma menuturkan, keempat tersangka memungut biaya pengurusan PTSL yang seharusnya tanpa biaya. Mereka mematok tarif mulai dari Rp 500.000 hingga jutaan rupiah kepada pemohon program PTSL.
”Untuk tanah seluas 50 meter dengan surat-surat lengkap dikenai biaya Rp 500.000. Kalau luas tanah lebih dari 50 meter dengan surat tidak lengkap dikenai biaya Rp 1 juta. Untuk tanah lebih dari 100 meter dengan surat tidak lengkap dikenai biaya Rp 1,5 juta,” ucapnya pada Rabu (6/7/2022).
AM memerintahkan SH, MI, dan MSE untuk memungut biaya di luar peraturan kepada pemohon PTSL di Desa Cikupa. Tiga nama terakhir melakukannya dengan sosialisasi adanya biaya dan memungutnya saat pengumpulan data untuk program PTSL.
PTSL tidak ada biaya tambahan. Akal-akalan mereka saja.
Mirisnya AM menggunakan uang pungli tersebut untuk modal mencalonkan diri sebagai kepala desa tahun 2021. Penyidik menyita uang tunai hasil pungli PTSL sebesar Rp 100 juta, bukti pembayaran, penyimpanan data, buku tabungan, dan dokumen lainnya.
”PTSL tidak ada biaya tambahan. Akal-akalan mereka saja," ujarnya.
Keempatnya sudah mendekam di sel tahanan. Mereka terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda maksimal Rp 1 miliar.
Korupsi
Kasus korupsi ataupun pungli bidang pertanahan masih berulang di Banten. Sebelumnya, mantan kepala dinas, kepala bidang selaku pejabat pembuat komitmen, camat, dan kepala desa kompak mengorupsi anggaran pengadaan lahan stasiun peralihan antara atau SPA pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang di Banten.
Mereka memalsukan surat keputusan bupati, menggelembungkan harga lahan, dan tidak membayar secara langsung kepada pemilik lahan yang akan digunakan sebagai sarana pemindahan sampah dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih besar lantaran lokasi tempat pembuangan akhir berjarak lebih dari 25 kilometer.
Lebih jauh, polisi menemukan beberapa dokumen dan lima amplop berisi uang dalam penggeledahan Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Lebak. Penggeledahan di lima ruangan, termasuk ruang kepala kantor, untuk melengkapi bukti-bukti dugaan korupsi pengurusan sertifikat hak milik oleh dua pegawai Badan Pertanahan Kabupaten Lebak.
Polda Banten membuka layanan pengaduan adanya pungutan biaya yang tidak sesuai peraturan dan informasi terkait tindak pidana korupsi melalui Posko Pengaduan Ditreskrimsus Polda Banten di nomor 0815-1379-9990. Identitas pelapor akan dirahasiakan.
Korupsi di ”Tanah Para Jawara” seakan langgeng. Pelakunya mulai dari level desa hingga pejabat daerah.
Mantan Gubernur Banten Wahidin Halim menyebutkan, korupsi di Banten rumit karena sudah berurat dan berakar. Upayanya ketika menjabat dengan menaikkan tunjangan kinerja dan honor tak ampuh karena korupsi tetap ada.
”Eselon 2 dan 3 sudah ada perubahan, tetapi sekarang bergeser ke eselon 4 dan staf. Sebenarnya korupsi seperti sindikat. Yang terlibat tidak hanya orang dalam, tetapi juga bekerja sama dengan orang luar,” tuturnya.
Kerja sama orang dalam dan orang luar itu berbahaya karena jaringannya cukup luas. Wahidin melihat bahwa pimpinan organisasi perangkat daerah sepertinya tidak mampu lagi untuk mengawasi secara ketat.
”Waktu saya terlalu singkat. Apalagi ada masalah Covid-19, Bank Banten, bencana tsunami, gempa bumi, dan sebagainya,” katanya.