Polisi Usut Dugaan Pencabulan terhadap Santriwati di Depok
Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya masih mengumpulkan keterangan dari saksi dan bukti. Kuasa hukum menyebutkan ada lima pelaku terduga pencabulan dan persetubuhan anak yang mencapai belasan orang.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
TOTO SIHONO
Ilustrasi kekerasan seksual.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya mendalami dugaan pencabulan dan persetubuhan pada anak di bawah umur yang bersekolah di sebuah pondok pesantren di Depok, Jawa Barat. Tiga anak yang telah melapor menjalani visum dan tes psikologis.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan menyampaikan, pihaknya menerima laporan dari tiga korban yang merupakan perempuan anak di bawah umur. Ketiganya melapor sebagai korban perbuatan asusila dari pengajar mereka di sekolah.
”Saat ini tengah dilakukan pemeriksaan pada pelapor dan kita juga memeriksa visum korban karena korban ini anak-anak di bawah umur, mereka dibantu wali mereka. Subdit Renakta (Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita) Polda Metro Jaya juga sedang bekerja dan memeriksa saksi yang mengetahui kejadian di sekolah,” ujarnya di Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Selain menyelidiki perkara, polisi juga tengah membuat surat ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Depok untuk memeriksa psikologis korban anak. Polisi juga berkoordinasi dengan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani untuk membuat laporan sosial korban anak.
”Dalam hal ini, kami belum menetapkan tersangka. Kami baru melengkapi bukti, saksi, visum yang masih dilakukan, dan secepatnya apabila sudah terpenuhi unsur pidana akan dilakukan penegakan hukum,” ujar Zulpan.
Lima pelaku
Megawati, kuasa hukum korban, menyampaikan, pelaku berjumlah lima orang. Mereka terdiri dari empat ustadz atau pengajar laki-laki dan satu kakak kelas laki-laki yang masih di bawah umur. Dari tiga korban yang melapor, satu di antaranya mengaku sudah dicabuli keempat ustadz. Dua lainnya masing-masing dicabuli satu pengajar berbeda.
”Kami dari tim pengacara sudah melaporkan sesuai yang disampaikan korban," katanya saat dihubungi hari ini.
Mengutip cerita korban, Megawati mengatakan, para pelaku melancarkan aksinya di berbagai kesempatan dan tempat. Satu korban mengaku pernah dipanggil ke sebuah ruangan kosong saat tengah bermain. Ada kalanya pelaku beraksi di malam hari dengan mendatangi kamar asrama korban. Kamar mandi juga pernah digunakan pelaku untuk berbuat cabul.
Perbuatan itu dilakukan para pelaku kepada korban lebih kurang satu tahun terakhir. Kejadian ini baru berani diungkapkan korban belakangan. Megawati mengatakan, para korban berat hati karena merasa pesantren yang menampung anak yatim piatu itu berjasa karena memberikan fasilitas pendidikan gratis.
”Korban yang paling besar, yang di Bandung, umurnya 11 tahun agak miris. Dia dan tantenya enggak berani follow up karena, ya, seperti itu,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Megawati akan mengajak dua korban lainnya untuk melapor kepada polisi. Sementara ia mencatat, total ada 11 korban dugaan kasus pencabulan dan persetubuhan dari lima terduga pelaku.