Tolak Nama Jalan Baru, Warga Minta Pemerintah dan Instansi ”Jemput Bola”
Warga mempertanyakan pergantian nama jalan baru tanpa diajak dialog. Pergantian nama jalan dirasakan akan merugikan dan berdampak luas kepada warga, seperti pengurusan surat-surat dan biaya yang dikenakan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga RT 010 dan RT 011 RW 006, Johar Baru, Jakarta Pusat, menolak Jalan Tanah Tinggi 1 Gang 5 diganti menjadi Jalan A Hamid Arief. Penolakan warga karena mereka tidak dilibatkan dalam perencanaan, tanpa sosialisasi, hingga konsekuensi mengurus semua dokumen penting mereka.
Sejumlah warga di sana, Rabu (28/6/2022) sekitar pukul 16.30, berkumpul di depan gerbang gang tempat mereka tinggal. Poster penolakan pergantian nama Jalan Tanah Tinggi 1 Gang 5 menjadi Jalan A Hamid Arief dibawa. Poster penolakan itu lalu digantung di gerbang gang.
Ketua RT 010 Fazri mempertanyakan pergantian nama jalan diganti menjadi Jalan A Hamid Arief oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pergantian nama jalan itu akan merugikan dan berdampak luas kepada warga, seperti harus mengurus semua surat di sejumlah instansi dan dikenakan biaya.
Warga di RT 010 dan 011 pun menyesalkan mereka tidak diajak berdialog dan bermusyawarah terkait penggantian nama jalan. Plang Jalan A Hamid Arief sudah terpasang, Senin (20/6). Warga menduga pemasangan malam sebelumnya saat kondisi sepi karena, jika dipasang pagi atau sore, warga akan mengetahui dan menolak pemasangan plang tersebut.
”Wacana pemasangan plang nama jalan baru sudah muncul saat bulan puasa, tapi sampai dipasang plang itu dan hingga saat ini tidak ada sosialisasi langsung dari pemerintah. Ini yang kami pertanyakan, kami tidak dilibatkan karena ini dampaknya jadi panjang,” kata Fazri.
Fazri mengatakan, Pemerintah Kota Jakarta Pusat, sekitar pukul 07.30 datang untuk memfasilitasi layanan pengurusan KTP, akte, dan kartu keluarga. Namun, warga tetap keberatan dengan pergantian nama jalan.
”Pak wali datang langsung membagikan KTP secara simbolis. Kami menolak itu karena kalau kami terima berarti kami menerima perubahan nama jalan baru. Artinya juga kami harus mengurus juga perubahan pada surat lainnya, seperti BPKB, sertifikat tanah, dan dokumen lainnya,” kata Fazri.
Warga setempat memberikan opsi jika Pemprov DKI Jakarta tetap ingin mengganti nama jalan baru. Pertama, mereka meminta semua pengurusan surat tanpa dipungut biaya atau gratis dan semua petugas harus ”jemput bola” atau warga tidak harus datang ke instansi terkait untuk mengurus semua surat. Kedua, nama Jalan A Hamid Arief berdampingan dengan Jalan Tanah Tinggi I Gang 5 dan warga tidak diminta untuk mengurus semua perubahan surat.
”Jika memang semua surat itu pengurusannya dibantu dan gratis serta ada yang mengakomodir, kami setuju ada perubahan nama jalan. Warga tak mau dirugikan secara materiil dan hukum ke depannya karena dampak perubahan nama ini. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah kenapa dipilih nama A Hamid Arief, dia bukan tokoh yang tinggal di sini. Yang deket tinggal di sini Bing Slamet, itu masih masuk akal untuk dijadikan nama jalan,” tuturnya menjelaskan.
Warga RT 011, Rahmat (49), yang juga tak setuju dengan pergantian nama jalan baru, meragukan pemerintah mau jemput bola membantu pengurusan surat-surat warga. Ia juga ragu petugas dari instansi terkait mau mendatangi warga.
”Tidak setuju karena ini saya akan mengubah semua dokumen, seperti dana pensiun, BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, STNK dan BPKB, serta sertifikat rumah. Apakah ada jaminan dari pemerintah semua itu pengurusannya tanpa biaya?” ujar Rahmat.
Integrasi
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Pusat memastikan perubahan dokumen warga terkait perubahan nama jalan akan dilakukan secara gratis atau tanpa ada pungutan biaya.
Wali Kota Jakarta Pusat Dhany Sukma mengatakan, jajarannya akan mengundang pihak terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional, Imigrasi Jakarta Pusat, Samsat, dan Pajak Daerah.
”Dalam waktu dekat, kami undang mereka semua bersama warga. Di situ warga bisa menanyakan langsung terkait pelayanan perubahan dokumen perihal adanya perubahan nama jalan. Semua pengurusan perubahan dokumen dipastikan gratis,” kata Dhany.
Dhany menjelaskan, layanan publik saat ini berbasis elektronik dan digital. Dengan layanan digital tersebut secara otomatis layanan satu dengan yang lain akan terintegrasi. ”Salah satunya adalah layanan publik terkait dengan nomor induk kependudukan (NIK), seperti NPWP, layanan perbankan, dan wajib pajak. Ketika NIK itu terintegrasi secara otomatis secara sistem akan terkoneksi oleh data kependudukannya,” katanya.
Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat Rosyik Muhammad menuturkan, ada sekitar 645 warga yang akan mengurus administrasi kependudukan (adminduk). Semuanya itu terkait adanya perubahan nama jalan.
”Jumlah saat ini ada 654 data warga, tetapi jumlah tersebut bisa naik dan berkurang,” kata Rosyik.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti nama 22 jalan, gedung, dan zona di Jakarta dengan nama-nama tokoh Betawi. Penggantian nama dilakukan untuk menghormati peran tokoh-tokoh Betawi pada perjalanan Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, penggantian nama itu semua prosesnya sudah melewati konsultasi dari instansi terkait, di antaranya Badan Pertanahan Nasional terkait pertanahan dan kepolisian terkait kendaraan bermotor. Juga terkait kependudukan dan instansi lainnya.
”Ini proses yang biasa saja. Jadi, ini nantinya ketika ada kepengurusan langsung akan dilakukan penyesuaian namanya, kata Anies seusai Rapat Paripurna HUT ke-495 DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (22/6/2022). Penggantian nama-nama itu ditetapkan melalui Keputusan Gubernur No 565 Tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung, dan Zona dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta.
Dalam keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta, Senin (20/6), Anies meresmikan secara simbolis penggantian nama itu di kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan.
Upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mengabadikan sejumlah tokoh Betawi sebagai nama jalan, gedung, dan zona khusus itu disebutkan dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang semakin menghargai budaya dan sejarah. Pengabadian tokoh Betawi pada ruang publik juga dilaksanakan sebagai bentuk penghargaan atas jasa para tokoh bagi masyarakat. Selain itu, bentuk penghormatan mengenang kontribusi besar tokoh Betawi yang mewarnai perjalanan Jakarta.