Dinas Dukcapil Bantu Warga Terdampak Perubahan Nama Jalan
Dinas Dukcapil DKI Jakarta menggelar layanan jemput bola bagi masyarakat yang terdampak perubahan nama jalan mulai Rabu (29/6/2022). Hal itu dilakukan supaya warga mudah mengurus perubahan dokumen kependudukan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Disdukcapil DKI Jakarta akan melakukan pelayanan jemput bola serentak di lima wilayah kota dan satu kabupaten mulai Rabu (29/6/2022). Layanan ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat yang alamatnya terdampak perubahan nama jalan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta Budi Awaluddin, Selasa (28/6/2022), menjelaskan, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 565 Tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung dan Zona Dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta, terdapat 22 nama jalan yang digantikan dengan nama yang berasal dari tokoh Betawi. Berubahnya nama jalan dengan nama tokoh Betawi tersebut, berubah pula kolom alamat di kartu tanda penduduk (KTP), kartu identitas anak (KIA), dan kartu keluarga (KK).
Artinya, warga terdampak sebaiknya mengurus perubahan itu dengan mengisi blangko lagi. Blangko itu merupakan bahan dasar dalam pencetakan KTP-el dan KIA.
”Dukcapil DKI telah berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri RI untuk ketersediaan blangko KTP-el dan KIA. Berdasarkan data yang ada bahwa wajib KTP yang terdampak terkait perubahan nama jalan sebanyak 5.637 wajib KTP atau WK,” kata Budi.
Merujuk pada data angka ini, ada perbedaan. Pada Senin (27/6/2022), Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menyebutkan, berdasarkan informasi yang ia terima dari Kadisdukcapil DKI Jakarta, sekitar 50.000 warga DKI harus mengubah data KTP-el akibat kebijakan perubahan nama jalan.
Adapun untuk titik-titik yang menjadi titik pelayanan jemput bola administrasi kependudukan pada Rabu (29/6/2022), menurut Budi, ada di sejumlah titik. Di Jakarta Selatan, layanan berlokasi di RW 007 dan RW 002, Duren Tiga. Di Jakarta Pusat, layanan dilakukan di Jalan H Hamid Harief, RW 006 RT 010.
Kemudian, di Jakarta Timur, layanan dilakukan di Masjid Jami Alhikmah Hidayah, RW 003 Jl Raya Setu Cipayung, Jakarta Timur. Kemudian, di Jakarta Barat, pelayanan dilakukan di Kantor RW 001 Jalan Guru Makmun, Kelurahan Rawa Buaya.
Di Jakarta Utara, pelayanan dlakukan di Apartemen Gold Coast, depan Taman Wisata Alam Muara Angke. Kemudian, pelayanan di Kepulauan Seribu dilakukan di dua RW, yaitu RW 003 dan RW 002 di Pulau Panggang.
”Pelayanan jemput bola akan dimulai dari pukul 09.00 sampai dengan 12.00,” kata Budi.
Layanan jemput bola serta sosialisasi akan dilakukan berkelanjutan dengan berpindah lokasi secara acak setiap hari hingga warga memiliki data kependudukan dengan alamat terbaru.
Budi menambahkan, karena produk Dukcapil merupakan layanan dasar untuk dapat meneruskan pada layanan lainnya, ia mengimbau agar warga dapat memanfaatkan layanan jemput bola tersebut dengan baik.
”Setelah masyarakat mengganti dokumen kependudukannya, maka secara bertahap bisa melakukan penggantian dokumen lainnya pada instansi sesuai dengan kebutuhan layanannya,” ujarnya.
Budi juga menegaskan, jika warga mendapati adanya pungli di Disdukcapil, ia minta masyarakat segera melapor. ”Kami tidak akan segan memberikan tindakan tegas bagi petugas yang masih memakai cara lama seperti itu. Hal ini bagian dari komitmen kami kepada masyarakat dalam memberikan layanan yang cepat, akurat, dan tuntas,” katanya.
Secara terpisah, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, menilai perubahan nama jalan itu bukan program yang harus dikejar. Itu karena dampak kepada warga sangat besar, pertama soal administrasi dan kedua soal biaya.
”Dampak kepada warga itu bukan kecil. Perubahan nama itu akan berdampak kepada warga untuk adminduk dan biaya,” kata Gembong.
Ia pun mempertanyakan langkah Gubernur DKI Jakarta yang memilih melakukan perubahan nama jalan, padahal masih banyak pekerjaan lain yang lebih mendesak untuk dikerjakan. ”Ini tidak sesederhana yang kita bayangkan. Ujungnya adalah beban masyarakat,” ujar Gembong.