Beradaptasi dengan Konsep Transit di Stasiun Manggarai
Hampir sebulan pasca-SO5 di Stasiun Manggarai yang mengubah layanan jalur, kebingungan penumpang saat berpindah peron dan kereta berkurang. Penumpang dipaksa mulai beradaptasi dengan konsep transit.

Penumpang kereta komuter dari Bekasi turun untuk berpindah peron di Stasiun Manggarai, Senin (30/5/2022).
Senin (27/6/2022), perubahan jalur kereta komuter di Stasiun Manggarai pasca-perubahan sistem sinyal atau switch over (SO) kelima sudah lewat hampir satu bulan. Pemandangan penumpang menumpuk akibat kebingungan saat berganti kereta sudah berkurang jauh, menyisakan para penumpang yang masih berupaya memahami proses perpindahan.
Kegiatan SO5 yang dikerjakan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan membuat jalur untuk Bogor Line kini dilayani di jalur layang (elevated) peron 10, 11, 12, dan 13. Jalur dari Bogor juga langsung menuju Jakarta Kota.
Adapun Bekasi/Cikarang Line kini sepenuhnya ada di jalur 6, 7, dan 9 atau di jalur at grade. Kereta dari arah Bekasi/Cikarang kini juga berubah melayani jalur melingkar (loop line) dengan melewati Stasiun Sudirman dan Stasiun Tanah Abang. Pelayanan yang terjadi betul-betul berubah.
Dengan perpindahan jalur yang sudah dilakukan ini, pengguna KRL cukup naik dan turun menuju peron tujuan menggunakan lift, eskalator, dan tangga manual. (Didiek Hartantyo)
Sebagai respons atas perubahan layanan kereta, pergerakan penumpang berpindah peron dan kereta juga berubah. Apabila sampai dengan 30 Mei 2022 penumpang masih terlihat menyeberang rel kereta untuk berpindah peron dan kereta, setelah 30 Mei sampai hari ini, penumpang yang berpindah kereta dan peron sudah sepenuhnya tinggal naik atau turun lantai.
Konsep berpindah dengan naik dan turun lantai itu diungkapkan Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo dalam wawancara, Kamis (15/6/2022), sebagai cara yang lebih aman. Apabila berpindah dengan cara menyeberangi rel, hal tersebut sangat membahayakan.
Baca juga: Riuh Pengguna Stasiun Manggarai di Media Sosial

Penumpang KRL menyeberang rel saat hendak berganti peron, Selasa (24/5/2022). Mulai Sabtu (28/5), penumpang tidak perlu menyeberang rel saat akan berganti peron karena perpindahan peron berlangsung vertikal.
Dengan perpindahan jalur yang sudah dilakukan ini, kata Didiek, pengguna KRL cukup naik dan turun menuju peron tujuan dengan menggunakan lift, eskalator, dan tangga manual. Adanya gedung baru di Stasiun Manggarai juga membuat pengguna KRL lebih nyaman saat berpindah jalur serta menunggu kedatangan KRL di peron yang lebih luas.
Namun, bagi sebagian penumpang, konsep itu masih dianggap merepotkan. Apalagi untuk penumpang usia lanjut ataupun ibu hamil. ”Perpindahannya ribet juga. Apalagi ibu bawa barang belanjaan,” kata Riah (55), warga Depok, Jawa Barat, yang ditemui di Stasiun Manggarai saat hendak berpindah kereta ke peron 12 di lantai dua, Jumat (24/6/2022).
Bagi Riah yang sepekan sekali berbelanja ke Pasar Tanah Abang, proses transit berpindah kereta itu benar-benar merepotkannya. ”Kalau yang tadinya sekali naik langsung bisa sampai di Stasiun Tanah Abang, sekarang harus transit,” katanya.
Untuk naik turun lantai peron, Riah bilang, ia tidak masalah. ”Kan, ada lift juga tangga berjalan. Ibu tidak masalah,” katanya.
Yang ia tidak habis pikir, Stasiun Tanah Abang ia nilai sebagai stasiun transit, Stasiun Duri juga stasiun transit. Jadi, kereta yang langsung mengarah ke kedua stasiun itu sangat diperlukan. ”Kasihan penumpang yang masih perlu transit lagi di satu dari dua stasiun itu, harus transit di Stasiun Manggarai. Buang waktu. Tiga menit, lima menit pun berharga di kota sibuk kayak Jakarta,” kata Riah.

Penumpang KRL Commuter Line menuruni tangga apron atas Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (30/5/2022). KRL Commuter Line mengalami perubahan rute perjalanan pada lintas Bogor/Depok dan Cikarang/Bekasi. Perubahan rute ini terjadi seiring rencana pelaksanaan switch over (SO) kelima di Stasiun Manggarai.
Dari segi jumlah penumpang, kereta relasi Bogor-Tanah Abang/Duri/Angke masih lebih banyak daripada penumpang Bekasi-Tanah Abang. ”Kenapa yang diminta transit justru penumpang yang dari Bogor? Bagaimana tidak berjubel?” kata Riah.
Keluhan lain disampaikan Sani (28), warga Depok Baru. Sani yang tengah hamil lima bulan itu setiap hari perlu mengakses kereta komuter untuk menuju tempat kerjanya di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. ”Saya, kan, sedang hamil ya, akses naik turunnya melelahkan. Lift ada, tetapi sering penuh. Saya susah mengakses. Eskalator ada, tapi sempit. Saat jam sibuk pasti pada rebutan, saya kedorong-dorong,” jelasnya.
Menurut Sani, ia juga mengalami lift dan eskalator di Stasiun Manggarai mati tidak berfungsi. ”Waktu itu saya pernah harus transit di Stasiun Manggarai untuk menuju Depok Baru dari Stasiun Sudirman. Saat turun kereta, orang penuh sekali. Saya cari lift, liftnya mati, juga eskalator yang di peron bawah. Tersisa tangga manual saja yang bisa diakses. Berat sekali buat saya yang lagi hamil,” katanya.
Baca juga: Evolusi Stasiun Manggarai Menjadi Stasiun Sentral

Pekerja memperbaiki eskalator yang rusak di Stasiun Manggarai, Selasa (24/5/2022). Eskalator menjadi salah satu akses pindah peron di Stasiun Manggarai.
Pasca-SO5, kepadatan penumpang selalu terjadi karena memang pengaturan jalur yang baru menuntut penumpang berganti peron dan kereta dengan cara naik dan turun lantai. Kebingungan penumpang tentu saja masih terjadi, penumpang yang selalu bertanya kepada petugas juga masih terlihat. Namun, tidak sebanyak atau sepanik pada hari-hari awal perubahan jalur.
Satu jalur satu rute
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menanggapi perubahan konsep operasionalisasi KAI Commuter di Stasiun Manggarai. Ia menjelaskan, konsep operasionalisasi perkeretaapian perkotaan memang sudah seharusnya seperti itu. Sebaiknya satu jalur satu rute.
Ia membandingkan jaringan kereta api perkotaan di Jabodetabek dengan Singapura atau Hong Kong. Apabila dicermati, jalur kereta api perkotaan MRT Singapura atau MTR Hong Kong jauh lebih kompleks daripada MRT Jakarta ataupun KAI Commuter.
”Walaupun jalurnya berbentuk jaring-jaring laba-laba dan jauh lebih kompleks dari MRT Jakarta ataupun KAI Commuterline di Jakarta, satu jalur itu diisi satu jurusan, satu rute. Tidak ada perpotongan sebidang di antara rute yang berbeda,” jelas Aditya.
Kalaupun ada perpotongan, lanjut Aditya, pasti dibuat tidak sebidang, bisa atas bawah, misalnya. ”Tidak ada satu jalur yang dilintasi oleh dua rute yang berbeda,” ucapnya.

Akses menuju peron atas di Stasiun Manggarai, Selasa (24/5/2022). Jalur layang di stasiun ini ditujukan untuk KRL rute Bogor-Jakarta Kota.
Baca juga: Urai Kepadatan di Stasiun Manggarai, KRL Feeder Manggarai-Bekasi Dioperasikan
Melihat ke negara lain, contoh satu jalur satu rute dan berpotongan dengan jalur rute lain begitu banyak. Stasiun MRT Dhoby Ghaut di Singapura, misalnya. Stasiun itu menjadi titik pertemuan tiga koridor sekaligus, yaitu koridor utara-selatan, koridor utara-timur, dan circle line. Tiga koridor itu berpotongan di Stasiun Dhoby Ghaut dengan penumpang yang transit diatur berpindah kereta dengan cara naik dan turun lantai peron.
Pengalaman berpindah dari satu line ke line lainnya di stasiun itu lancar dan nyaman. Selain karena penanda yang dipasang mudah dimengerti penumpang, peletakan petunjuknya mudah ditangkap mata dan bisa dipahami dalam waktu singkat sehingga penumpang bisa bergerak lancar. Kemudian, fasilitas perpindahan antarlantai adalah dengan lift yang dijaga keandalannya dan tentu saja ada jadwal layanan yang diatur menyambung dengan cepat.
Aditya melihat, konsep operasionalisasi seperti itu yang saat ini tengah dikembangkan KAI Commuter di Stasiun Manggarai. Ruas Jakarta Kota-Bogor hanya diisi KRL Jakarta Kota-Bogor saja. Sebelumnya, ruas Manggarai-Bogor oleh KRL rute Bogor-Jakarta Kota ataupun Bogor-Sudirman-Angke maupun Bogor-Sudirman-Angke-Kampung Bandan-Jatinegara. Kemudian, lintas Jakarta Kota-Manggarai tadinya juga diisi KRL Jakarta Kota-Bogor ataupun Jakarta Kota-Bekasi.

Penumpang sedang menunggu kereta di Peron 12 Stasiun Manggarai, Selasa (31/5/2022) sore.
Dengan konsep satu jalur satu rute, lanjut Aditya, itu akan mempermudah sistem operasi dan meningkatkan sistem keselamatan operasionalisasi KA. ”Harapannya, dengan cara itu frekuensi perjalanan bisa ditambah, kecepatan bisa ditambah, waktu tempuh bisa dipersingkat karena satu jalur hanya untuk satu rute,” katanya.
Dengan cara seperti itu pula, maka di Stasiun Manggarai jalur atas hanya untuk rute Jakarta Kota-Bogor dan jalur bawah bersifat crossing. Crossing di bawah itu artinya dari arah Jatinegara ke Manggarai, kemudian belok lagi ke arah Sudirman.
Baca juga: Jadi Stasiun Sentral, Seberapa Siapkah Manggarai?
Apabila itu diterapkan, semestinya tidak ada lagi tahan menahan kereta karena rutenya sudah melewati jalur masing-masing. Dengan begitu, dari arah Manggarai kalau tadinya kereta dari Bekasi mau ke Jakarta Kota harus menunggu dulu karena ada kereta dari Bogor mau masuk, sekarang langsung terus tanpa perlu tertahan.
Namun, konsep satu jalur satu rute ini masih juga memiliki kelemahan. Kereta dari arah Bekasi atau Cikarang memerlukan waktu lebih lama untuk melayani jalur ke Kampung Bandan ataupun jalur melingkar, sedangkan jumlahnya juga berkurang. Akibatnya, penumpang juga memerlukan waktu lebih lama untuk menunggu kereta.

Penumpang KRL Commuter Line menuruni tangga apron atas Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (30/5/2022).
Sedikit keluar dari konsep satu jalur satu rute itu, akhirnya KAI Commuter mengoperasikan banyak kereta pengumpan dari Manggarai ke Kampung Bandan/Angke ataupun dari Manggarai ke Bekasi pada jam sibuk pagi dan sore hari. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat pergerakan penumpang.
Catatan terakhir, dengan konsep transit yang berubah itu, rata-rata volume per hari pengguna KRL sepanjang Juni 2022 yang naik di Stasiun Manggarai 12.341 orang, sedangkan rata-rata volume pengguna per hari yang turun di Stasiun Manggarai 12.995 orang.
Tanpa hambatan
Adrianus Satrio Adi Nugroho, pendiri Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), secara terpisah menambahkan, konsep transit semacam itu bertujuan membuat perpindahan penumpang dari satu kereta ke kereta lainnya menjadi tanpa hambatan (seamless). Sayangnya, PR besar masih menghantui dalam pengembangan konsep tersebut.
Hambatan pertama jelas terkait perilaku penumpang Jabodetabek yang malas membaca papan atau petunjuk. ”Kalau saya bilang darurat literasi,” ucap Satrio.
Penumpang, jelas Satrio, lebih suka bertanya sehingga malah mengganggu kelancaran pergerakan daripada membaca papan petunjuk dan memahami cara-cara perpindahan. KAI Commuter memang perlu memperbanyak tanda petunjuk yang dibuat sejelas dan seterang mungkin serta mengoreksi penempatan petunjuk.

Kondisi kepadatan penumpang di lantai dasar Peron 6 dan 7 Stasiun Manggarai, Selasa (31/5/2022) sore. Petugas menggunakan pengeras suara sibuk mengarahkan penumpang seiring perubahan jalur.
Petunjuk dan penempatan petunjuk yang jelas membuat penumpang ketika turun dari kereta tak perlu bingung hendak melangkah ke mana saat berpindah atau tidak sibuk bertanya yang malah mengganggu kelancaran perpindahan.
Dengan konsep transit itu, menurut Satrio, penumpang juga harus diberikan pengalaman bermobilitas atau berpindah yang nyaman dan lancar. Artinya, untuk bisa memberikan pengalaman itu, maka fasilitas berpindah yang nyaman sebaiknya dijaga, seperti lift dan eskalator yang beroperasi nonstop. ”Kalau saya buru-buru dan yang ada tangga manual, itu bisa memperlama perpindahan,” ujarnya.
Baca juga: Kebingungan Berlanjut di Stasiun Manggarai
KAI Commuter juga sebaiknya terus-menerus menginformasikan proses perpindahan selagi perpindahan belum lancar. Apalagi dengan karakter penumpang kereta yang demikian sensitif dan kritis.
Seperti dijelaskan Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo, perubahan budaya konsep transit haruslah dimulai. Para penumpang mesti beradaptasi dengan konsep transit baru, yang di negara lain sebenarnya sudah tergolong konsep lama. Sebenarnya, KAI Commuter sudah memulai, yaitu dengan membangun underpass di sejumlah stasiun supaya laju kedatangan keberangkatan kereta tidak terganggu lalu lalang penumpang yang berpindah jalur dengan menyeberang.
Seiring adanya gedung baru juga, jelas Didiek, itu akan memudahkan perpindahan penumpang dan memberikan kenyamanan.
Satu hal yang juga diingatkan FDTJ, ketika penumpang diminta beradaptasi dengan konsep transit demikian dan nantinya meluas untuk layanan KAJJ dan KA Bandara, maka berpindah yang lancar, aman, dan mulus sebaiknya jangan hanya terjadi di Stasiun Manggarai. Namun, perpindahan dari moda kereta ke moda transportasi lain, seperti Transjakarta, juga harus dipikirkan kelancarannya.