Dinas Kesehatan DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan KNCV Indonesia mengembangkan SOBAT TB, aplikasi penapisan mandiri atau penilaian mandiri tuberkulosis atau TBC.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Dokter memberikan obat kepada pasien TBC di poliklinik Tuberculosis Multidrug Resistant (TBC MDR) Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta, Kamis (4/2). Rungan tersebut khusus melayani pasien TBC yang imun dengan obat TBC biasa sehingga memerlukan obat khusus dengan tenaga medis yang khusus pula.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menghambat upaya deteksi dini dan pengobatan tuberkulosis atau TBC di DKI Jakarta. Penapisan mandiri atau penilaian mandiri melalui aplikasi SOBAT TB menjadi salah satu upaya menghadapi hambatan guna menekan risiko penularan hingga kematian.
TBC merupakan salah satu infeksi yang diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri itu menyerang tubuh manusia, khususnya paru-paru, dan biasanya orang yang terinfeksi menunjukkan gejala batuk dan demam yang tidak kunjung sembuh serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Situasi TBC di Jakarta tahun 2021 menunjukkan 28.533 orang teridentifikasi mengidap TBC dari estimasi 42.688 kasus. Dari jumlah tersebut, 67 persen dalam pengobatan dan 79 persen sembuh.
Lebih rinci lagi, terdapat 680 orang TBC resisten obat (521 di antaranya dalam pengobatan), 3.003 anak mengidap TBC, 1.112 TBC dengan human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS), dan 641 meninggal dunia.
”Deteksi dan keberhasilan pengobatan turun karena fokus terpecah ke pandemi Covid-19. Jadi pekerjaan rumah sehingga kami upayakan salah satunya dengan penapisan mandiri atau penilaian mandiri,” ucap Pengelola Program TBC Dinas Kesehatan DKI Jakarta Victor dalam diskusi Dinas Kesehatan dan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta tentang ”Sosialisasi Penyakit TBC” kepada wartawan, Jumat (24/6/2022).
Banyak pengidap TBC merupakan usia produktif 15-54 tahun. Paling banyak usia 15-24 tahun dengan 5.420 kasus, lalu berurutan usia 25-34 tahun dengan 5.151 kasus, usia 35-44 tahun dengan 4.647 kasus, dan usia 45-54 tahun dengan 4.843 kasus.
Semua orang bisa terkena TBC, terutama di lingkungan kumuh dan padat. Bakterinya mampu bertahan 3-4 bulan sehingga penting menemukan kasus sedini mungkin dan berobat sampai tuntas.
Victor menuturkan, Mycobacterium tuberculosis yang keluar ketika berbicara berjumlah 0-210, saat batuk mencapai 3.500, dan bersin berkisar 4.500-1 juta. Sebanyak 80 persen bakteri menyerang paru-paru, sisanya menyerang tulang, kelenjar, kulit, bahkan sampai sistem reproduksi wanita dan otak.
”Semua orang bisa terkena TBC, terutama di lingkungan kumuh dan padat. Bakterinya mampu bertahan 3-4 bulan sehingga penting menemukan kasus sedini mungkin dan berobat sampai tuntas,” katanya.
Perilaku hidup bersih dan sehat menjadi poin pertama mencegah TBC. Kemudian ada imunisasi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) kepada bayi usia 0-2 bulan, terapi pencegahan bagi kontak erat atau serumah dengan pengidap TBC, menggunakan masker atau menutup mulut sewaktu batuk dan bersin, serta tidak meludah sembarangan.
Penapisan
Dinas Kesehatan DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan KNCV Indonesia yang merupakan rekanan KNCV Tuberculosis Foundation di Indonesia. Mereka mengembangkan kemitraan, perbantuan teknis, serta mengembangkan strategi penanggulangan TBC yang efektif, efisien, inovatif, dan berkesinambungan.
SOBAT TB merupakan produk digital dalam upaya mengeliminasi TBC. Cara penapisan gejala TBC dan risiko HIV secara mandiri bisa diakses melalui laman https://sobattb.id/ atau mengunduh di Play Store bagi pengguna Android dan App Store untuk pengguna Apple.
Vicor menambahkan, dibutuhkan kejujuran dalam mengisi data dan menjawab setiap pertanyaan terkait kondisi tubuh. Dengan begitu, dinas kesehatan bisa segera menindaklanjuti jika ada indikasi mengidap TBC.
Dalam diskusi yang sama, penanganan HIV/AIDS juga terhambat pandemi Covid-19. Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per Mei 2022 menunjukkan ada 74.526 orang dengan HIV, 65.628 telah memulai pengobatan antiretroviral (ARV), 609 berhenti berobat, dan 8.003 meninggal dunia.
HIV merupakan virus yang menyebabkan penyakit AIDS. Penularannya melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti dari darah, air susu ibu, air mani, cairan vagina, dan cairan anus. Juga bisa terjadi selama kehamilan dan menyusui, hubungan seksual tanpa pengaman, serta jarum suntik bekas atau berbagi jarum suntik.
Pengelola Program HIV/AIDS Dinas Kesehatan DKI Jakarta Rahmat Aji Pramono mengatakan, pengidap HIV/AIDS rentan terhadap beragam penyakit, misalnya bisa terkena diare hingga berminggu-minggu. Karena itu, mereka memerlukan pengobatan seumur hidup.
”Kami terus berupaya menemukan orang dengan HIV sedini mungkin supaya tak jatuh ke AIDS. Pengobatannya tak boleh putus karena virus bisa kembali masuk ke dalam darah,” ujarnya.