Ahistoris, Sebagian Warga Cikini Tolak Nama Jalan Baru
Pemprov DKI mengatakan nama-nama jalan baru yang sudah disosialisasikan dan mendapatkan penerimaan yang baik dari masyarakat ditetapkan dalam keputusan gubernur. Sayangnya, proses itu belum terjadi di lingkungan sekitar Jalan Cikini VII.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Suasana permukiman di Jalan Cikini VII, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).
Cikini 7 RW 001. Tulisan dengan pelat huruf kapital silver itu terpampang di gapura kokoh dengan lambang Garuda Pancasila di atasnya. Jalan dari gerbang salah satu percabangan Jalan Cikini Raya, di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, itu disebutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berubah nama menjadi Jalan Tino Sidin.
Namun, sampai saat ini belum terlihat papan jalan baru yang mengubah namanya. Sementara itu, papan nama jalan hijau Jalan Mahbub Djunaidi sudah menggantikan Jalan Srikaya di bilangan Kebon Sirih, Menteng. Nama seniman politik dari kalangan Nahdlatul Ulama itu menjadi satu dari 22 nama tokoh yang terpilih untuk menggantikan nama jalan di lima kabupaten/kota DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan nama-nama jalan tersebut pada Senin (20/6/2022), dua hari sebelum Hari Jadi Ke-495 Jakarta. Ia mengatakan, perubahan ini menjadi bentuk penghormatan untuk mengenang kontribusi besar tokoh Betawi yang mewarnai perjalanan Jakarta dan bangsa.
Hal itu sudah didengar beberapa warga yang tinggal di sekitar Jalan Cikini VII. Maman (60), yang bekerja sebagai office boy kantor pengacara di RT 015 RW 001, baru mendengar kabar itu dari media. Pria yang pernah tinggal lama di daerah itu pun mengaku keberatan meski kini tidak lagi menjadi warga setempat.
”Nama jalan ini juga belum lama diganti sejak Cikini Kecil dibongkar buat apartemen, kantor kelurahan pindah ke mari, jadi Cikini VII. Orang cari alamat di sini juga masih susah. Mending musyawarah dulu kalau mau ganti nama. Kantor di sini juga pasti ribet ganti dokumen,” ujarnya.
Kalau tanya gue enggak bakal setuju. Enggak ada identitas kampung ini.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Todi, Maman, dan Wati (kiri ke kanan), warga RW 001 yang tinggal di sekitar Jalan Cikini VII, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022). Mereka menjadi sebagian dari warga yang belum mendapat sosialisasi dan setuju dengan perubahan nama Jalan Cikini VII menjadi Jalan Tino Sidin.
Warga seperti Todi (70) yang sudah tinggal di Jalan itu sejak tahun 1970 juga keberatan. Sejauh ini juga baru tahu rencana perubahan itu dari media. Ia pun kaget karena warga tidak pernah mendapat sosialisasi dari RW atau kelurahan.
”Saya kaget, masa, sih, jalan kecil begini diganti nama. Waktu penggantian ke Cikini VII sekitar lima tahun lalu aja banyak enggak tahu. Kalau diganti lagi, saya sebetulnya kurang setuju karena harus ganti dokumen administrasi. Terus, harus mengurus ke kelurahan, minta surat pengantar, dan semacamnya. Masyarakat jadi disibukkan karena ganti nama jalan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyayangkan penggantian nama jalan yang menurut dia tidak sesuai sejarah kampung dan warga di sana. Pendapat ini juga lantang disuarakan istrinya, Wati (65), yang keturunan asli Betawi.
Jalan sepanjang 250 meter yang melintas di lima RT itu sampai saat ini masih dikenal dengan Jalan Kali Pasir Guru Demar. Nama jalan itu juga sudah tercantum dalam arsip Kompas tahun 1965. Nama Guru Demar, kata Wati, diambil dari nama tokoh Betawi yang menjadi guru agama bagi warga di kampung itu.
Guru Demar yang meninggal sekitar pertengahan abad ke-20 itu masih sempat memiliki keturunan yang rajin mengajarkan pendidikan agama, termasuk anaknya yang pernah menjadi guru Wati saat masih sekolah dasar. Selain nama jalan, keturunan tokoh itu juga meninggalkan Masjid Quba.
”Kalau tanya gue enggak bakal setuju. Enggak ada identitas kampung ini. Oke, mungkin karena sebelah kita ada IKJ (Institut Kesenian Jakarta), tetapi tokoh pendidikan di sini, kan, ada, ada guru ngaji yang kita kenal, Guru Demar,” ujarnya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Suasana permukiman di Jalan Cikini VII, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).
Baik Wati maupun Todi mengenal tokoh Tino Sidin, yang disebut menggantikan nama Jalan Cikini VII. Namun, mereka menilai, pelukis kelahiran Sumatera Utara dan bintang televisi di tahun 1980-1990-an awal itu tidak cukup mewakili identitas sejarah dan kampung daerah mereka tinggal.
Hal yang sama juga dikatakan Nur Zaman, Ketua RT 001 RW 001, yang mewakili suara warganya. Jika harus berganti nama, sebagian warga ingin nama jalan dikembalikan menjadi Jalan Kali Pasir Guru Demar.
”Ada yang bilang, kalau mau ganti lagi kenapa enggak nama dulu saja sebelum Cikini VII yang baru sekitar lima tahun. Orang dari dulu tahunya ini Jalan Kali Pasir Guru Demar, itu nama guru besar, guru ngaji tahun 1970-1980-an. Dulu ramai orang rutin ngaji di sini. Dari situ diabadikan nama itu,” kata warga Betawi yang berkerabat dengan Guru Demar.
Sejauh ini, warganya sudah mengirimkan surat penolakan penggantian nama jalan ke pemerintah daerah sebulan lalu. Penolakan itu diajukan setelah ada beberapa kali pertemuan yang melibatkan warga, RT, RW, hingga Kelurahan Cikini.
”Informasi mau ada perubahan nama itu sebenarnya sudah dari sekitar dua bulan lalu. Setelah itu ada beberapa pertemuan. Nama sudah ditentukan pihak DKI. Namun, namanya RT sama RW meneruskan saja kemauan warga, kalau banyak enggak setujunya kalau ganti nama,” katanya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Nur Zaman, Ketua RT 001 RW 001 yang tinggal di dekat Jalan Cikini VII, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).
Gubernur Anies Baswedan menyatakan, semua penggantian nama sudah melewati konsultasi dari instansi terkait, di antaranya Badan Pertanahan Nasional, terkait pertanahan dan kepolisian terkait kendaraan bermotor. Juga terkait kependudukan dan instansi lainnya.
”Ini proses yang biasa saja. Jadi, ini nantinya ketika ada kepengurusan langsung akan dilakukan penyesuaian namanya,” kata Anies seusai Rapat Paripurna HUT Ke-495 DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Selain mengganti 22 nama jalan, nama 5 gedung di 5 wilayah kota dan 5 zona di Perkampungan Budaya Betawi Jakarta Selatan juga diubah. Penggantian nama-nama itu ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Nomor 565 Tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung, dan Zona dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta.
Upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mengabadikan sejumlah tokoh Betawi sebagai nama jalan, gedung, dan zona khusus itu disebutkan dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang semakin menghargai budaya dan sejarah.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana menambahkan, proses pengabadian tokoh Betawi dan Jakarta sebagai nama jalan dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai sejarah dan ketokohan nama yang diusulkan dan nilai historis atas nama jalan eksisting yang akan digantikan.
Setelah melalui pengkajian dari aspek sejarah, selanjutnya dilaksanakan komunikasi dan pembahasan lebih detail dengan para sejarawan, Forum Pengkajian dan Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi, serta tokoh-tokoh Betawi.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Papan nama Jalan Mahbub Djunaidi yang baru menggantikan nama Jalan Srikaya di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).
Daftar usulan nama jalan yang telah dibahas bersama pihak-pihak terkait kemudian diproses dan dievaluasi sesuai dengan ketentuan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pedoman Penetapan Jalan, Taman, dan Bangunan Umum di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Usulan nama-nama jalan yang sudah disosialisasikan dan mendapatkan penerimaan yang baik dari masyarakat selanjutnya ditetapkan dalam keputusan gubernur. Sayangnya, proses itu belum terjadi di lingkungan sekitar Jalan Cikini VII.