RM (44) tiga kali mengunggah umpatan kepada MUI Banten melalui akun Facebook Romeo Guiterez. Dia tersinggung dengan salah satu fatwa karena pernah mengaji di trotoar.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — RM (44), warga Kabupaten Serang di Banten ini menyaru sebagai Romeo Guiterez di Facebook untuk meluapkan kekesalannya kepada Majelis Ulama Indonesia Banten. Tiga unggahan berisi umpatan itu mengantarkannya ke sel tahanan Kepolisian Daerah Banten.
RM menggunggah umpatan melalui akun Romeo Guiterez pada 23, 25, dan 26 April 2022. Salah satunya berbunyi semoga tidak turun fatwa haram hukumnya berbuka puasa di atas trotoar. Ia juga mengungkapkan kejengkelannya dengan menulis kemungkinan-kemungkinan fatwa lain yang jelas-jelas tak akan dikeluarkan karena ketidakpatutan umum.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menangkapnya pada Rabu (8/6/2022) setelah ada laporan dari Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Banten Aan Asphianto. ”Pelaku mengaku sakit hati dan tersinggung dengan adanya fatwa MUI. Dia kesal pernah melakukan pengajian di trotoar,” ucap Kepala Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Banten Komisaris Wendy Andrianto, Senin (20/6/2022).
Penyidik meminta pendapat empat saksi dalam perkara ujaran kebencian melalui sosial media tersebut. Mereka ialah perwakilan MUI, ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli hukum.
Wendy menyebutkan, setelah ada keterangan saksi ahli, penyidik mengidentifikasi dan menangkap RM di Kabupaten Serang. Disita dua gawai beserta kartunya dan tangkapan layar unggahan akun Romeo Guiterez di Facebook.
”Ujaran kebencian dapat menyebabkan konflik sosial. Kami imbau pengguna sosial media untuk menjaga etika dan sopan santun dalam berkomunikasi di ruang publik,” ucapnya.
Atas perbuatannya, pelaku dikenai dengan pasal berlapis. Dia terancam hukuman 6 tahun penjara.
Perspektif Islam
Buku Menangkal Siaran Kebencian, Perspektif Islam karya KH Husein Muhammad dan Siti Aminah mengungkap panduan praktis menghadapi ujaran kebencian. Buku saku 120 lembar itu diterbitkan 2017 oleh Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Husein menjelaskan, ujaran kebencian memiliki unsur hasutan, diskriminasi, permusuhan, hingga kekerasan. Ia mencontohkan, seseorang boleh menyatakan ajarannya paling benar di mata Tuhan. Namun, ungkapan itu bisa berujung kebencian apabila mengandung hasutan, diskriminasi, permusuhan, dan menganjurkan kekerasan.
Islam, lanjutnya, antiujaran kebencian. Prinsip paling fundamental, yakni tauhid, mengajarkan hal tersebut. Tauhid dapat dimaknai dalam sebuah kalimat tegas bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Hanya Dia yang memiliki kebesaran, kekuasaan, kebenaran, dan segalanya yang absolut.
”Pernyataan ini dengan sendirinya juga membawa konsekuensi sosial paling rasional bahwa semua manusia dan ciptaan Tuhan yang lain adalah setara di hadapan-Nya, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih utama,” tulis Husein. Oleh karena itu, manusia seharusnya tidak merendahkan yang lain (Kompas, 11 Januari 2022).