Polisi ”Bungkus” Penyelenggara Acara ”Bungkus Night”
Promosi acara seperti ”Bungkus Night” di media sosial menunjukkan adanya pergeseran norma sosial terkait keterbukaan seksualitas.
Polisi menetapkan status tersangka pada beberapa orang yang terlibat dalam penyelenggaraan dan penyebaran agenda ”Bungkus Night” di sebuah tempat spa dan pijat di kawasan Jakarta Selatan. Agenda yang tersebar lewat poster di media sosial itu melanggar aturan tentang pornografi karena menawarkan pesta seksual.
Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak Jumat (17/6/2022). Kini, polisi menetapkan empat tersangka terkait agenda tersebut. Mereka adalah direktur tempat spa dan pijat berinisial ODC, manajer regional DL, tim kreatif AK, dan pengunggah iklan kegiatan MI.
”Kami dari Polres Metro Jakarta Selatan sudah melakukan lidik terhadap peristiwa tersebut. Kemudian, dari situ, kami memeriksa delapan orang. Delapan orang ini merupakan orang yang bekerja di tempat tersebut dan kemudian empat orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Budhi kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Keempat tersangka kini dijerat pasal berlapis. Pertama, Pasal 30 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kedua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait dengan penyebaran agenda berbau pornografi di media sosial.
Pengenaan pasal ini berkaitan dengan agenda yang direncanakan berlangsung pada 24 Juni pukul 19.00 di sebuah tempat usaha spa dan pijat di kompleks ruko di Kecamatan Kebayoran Baru. Dalam poster yang tersebar di media sosial, agenda itu bertajuk Bungkus Night dengan jargon ”Beyond Your Wildest Sexpectation” yang dapat diartikan ”Melampaui Ekspektasi Seks Terliar Anda”.
Untuk mengikuti agenda itu, pengunjung tidak dikenai biaya. Namun, pengunjung harus melakukan reservasi. Selain itu, poster tersebut mempromosikan ”Bungkus Include Room” senilai Rp 250.000. Ada juga kalimat ”Datang dan Bungkus Mana Aja yang Lo Suka”.
Baca juga : Mendamba Aman di Sekitar Gunung Antang
Dalam poster bergambar foto perempuan yang becermin dengan pakaian terbuka itu tercantum keterangan ”Vol. 2”, yang menyiratkan kegiatan tersebut sudah pernah dilakukan sebelumnya.
”Kalau kita lihat dari apa yang disampaikan memang tertera volume 2 dan ini tentu sedang kami lakukan pendalaman apakah memang asal menulis atau memang sudah ada volume satu. Kami melakukan penyelidikan mendalam terhadap masalah ini,” lanjut Budhi.
Penyelidikan juga diikuti dengan penyegelan ruko spa dan pijat tiga lantai di kawasan Ruko Grand Wijaya Center tersebut. Senin, tempat usaha berinisial H, yang hanya berjarak 500 meter dari Markas Polres Metro Jakarta Selatan, itu sudah ditutupi pita kuning polisi dan satuan polisi pamong praja. Aktivitas usaha pun tidak lagi diizinkan sementara penyidikan berlangsung.
”Kami juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, apabila menemukan informasi yang sekiranya melanggar aturan maupun hukum, jangan segan-segan untuk melapor kepada kami pihak kepolisian untuk menindaklanjuti sesuai prosedur,” ujarnya.
Keterbukaan seksualitas
Devie Rahmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia, menilai, promosi acara semacam itu di media sosial menunjukkan adanya pergeseran norma sosial terkait keterbukaan seksualitas. Menafsir pandangan tokoh komunikasi berkebangsaan Kanada, Marshall McLuhan, poster agenda itu menjadi perpanjangan tangan dari potret masyarakat.
”Negara seperti Amerika Serikat pernah mengalami masa tabu membicarakan seksualitas, seperti pada tahun 1920-an dan 1940-an. Tetapi, sekarang mereka menjadi pengekspor utama budaya seksualitas terbuka akibat pergeseran luar biasa aktivitas seksual pada anak dan remaja,” katanya per telepon.
Fenomena serupa pun telah terjadi di Indonesia, di mana aktivitas seksual sudah jamak dilakukan secara terbuka oleh anak-anak dari usia sekolah tingkat bawah dan menengah.
Jangan biarkan anak-anak berselancar sendiri dengan internet.
Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Kesehatan pada Oktober 2013 menemukan, sebanyak 63 persen remaja sudah pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya maupun orang sewaan dan dilakukan dalam hubungan yang belum sah.
Survei lima tahunan Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2017 juga menunjukkan, sekitar 2 persen remaja perempuan dan 8 persen remaja laki-laki usia 15-24 tahun mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Lalu, 11 persen di antaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
Situasi ini bisa semakin diperparah dengan keterbukaan informasi melalui media sosial yang lebih luas dijangkau masyarakat. Laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) bertajuk ”Profil Internet Indonesia 2022” mengungkapkan, tingkat penetrasi internet tertinggi pada kategori usia 13-18 tahun (99,16 persen), diikuti kategori usia 19-34 tahun (98,64 persen).
Berdasarkan pekerjaan, pelajar dan mahasiswa paling tinggi terkoneksi internet dengan angka 99,26 persen. Ini lebih tinggi dari masyarakat dengan pekerjaan ibu rumah tangga (84,61 persen), masyarakat pekerja (86,90 persen), pensiunan guru atau PNS (70,35 persen), dan pengangguran (67,10 persen).
Survei yang sama juga menunjukkan, media sosial menjadi alasan tertinggi 210 juta penduduk Indonesia menggunakan internet daripada untuk mengakses layanan publik, transaksi daring, bekerja atau bersekolah secara daring, dan mencari informasi atau berita. Hasil ini didapat dari survei dan wawancara kepada 7.568 responden usia 13-55 tahun ke atas sejak 11 Januari hingga 24 Februari 2022.
Pencegahan
Keterbukaan seksual yang lebih dini dan akses internet yang semakin mudah, kata Devie, menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dampak jangka panjangnya.
”Ini mudah-mudahan menjadi diskusi dan ditindaklanjuti bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Kita perlu memutuskan apakah memang kehidupan seperti ini yang kita idamkan untuk kehidupan bangsa. Kita harus menilai kembali konsensus sosial kita, apakah seksualitas yang terbuka akan jadi norma yang akan dianut bangsa kita?” ujarnya.
Jika keterbukaan seksualitas yang menyalahi norma sosial tidak diharapkan, ia menyarankan agar masyarakat proaktif melakukan pencegahan. Selain dengan melaporkan adanya kegiatan yang menyimpang moral dan hukum, masyarakat, khususnya orang dewasa dan orangtua, bisa mulai mengawasi penggunaan internet oleh anak-anak dan remaja.
”Diet media digital bisa jadi satu langkah. Kepada anak bisa dibantu dipilihkan menu-menu akses internetnya, karena konten seksual atau pornografi yang jadi bisnis besar ini banyak berseliweran di media sosial. Jangan biarkan anak-anak berselancar sendiri dengan internet,” pesannya.
Baca juga : Modus Ritual, Dukun Perkosa Dua Remaja di Pandeglang
Kepada polisi, ia juga mengapresiasi upaya pencegahan dengan menindak kegiatan yang menyalahi aturan terkait. Hal ini juga seperti penertiban pesta yang melibatkan ratusan pemuda oleh Polres Metro Depok di sebuah rumah di Depok, Jawa Barat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Yogen Heroes Baruno mengatakan, pihaknya melakukan penggerebekan acara yang mengundang keramaian pada Minggu (5/6/2022) sekitar pukul 00.30. Ratusan hadirin berpesta di rumah dengan kolam renang tersebut.
”Di sana terdapat pesta di dalam suatu rumah, ada minuman keras juga. Kemudian di sana ada kolam renang, beberapa orang sudah nyebur di dalam juga,” katanya kepada media beberapa waktu lalu.
Meski tidak ditemukan unsur pidana, seperti penyalahgunaan narkotika yang sudah dicek dengan tes urine, penyelenggaraan pesta tersebut tidak berizin.