Jakpro Masih Harus Bayar Kekurangan ”Commitment Fee” Rp 90,7 Miliar
BPK melalui laporan hasil pemeriksaan memaparkan PT Jakpro masih memiliki kewajiban membayar ”commitment fee” balapan Formula E sebesar Rp 90,7 miliar. Terkait itu, anggota DPRD DKI mempertanyakan transparansi Jakpro.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Jakarta Propertindo dipastikan masih harus membayar lagi kekurangan dana commitment fee untuk penyelenggaraan balapan mobil listrik Formula E. Kekurangan bayar diperhitungkan sebesar 5 juta pound sterling atau sekitar Rp 90,7 miliar dengan kurs hari ini.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta 2021 yang ditandatangani Kepala Perwakilan BPK DKI Jakarta Dede Sukarjo tertanggal 27 Mei 2022 disebutkan, untuk penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo selaku penyelenggara harus membayar commitment fee.
Pada perencanaan awal, balapan Formula E akan digelar lima tahun pada 2020-2024. Dengan menggelar balapan lima tahun, Jakpro selaku penyelenggara mesti membayar commitment fee sebesar GBP 122.102.000. Sementara asumsi biaya variabel berupa biaya pelaksanaan Formula E yang akan dikeluarkan Jakpro senilai Rp 1,239 triliun.
BPK RI kemudian melalui LHP LKPD 2019 memberikan rekomendasi atas penyelenggaraan kegiatan Formula E. Rekomendasinya, Dinas Pemuda dan Olahraga DKI diminta menyusun desain keterlibatan para pihak, berikut mengembangkan opsi untuk memperoleh pembiayaan mandiri dan rencana pengelolaan pendapatannya; Dinas Pemuda dan Olahraga dan PT Jakpro agar lebih intensif dalam memperjelas keberlanjutan kegiatan dan membuat rencana-rencana antisipasi kendala yang akan muncul; serta Dinas Pemuda dan Olahraga berkoordinasi dengan PT Jakpro untuk mengevaluasi hasil studi kelayakan secara andal dan menyesuaikan dengan kondisi terbaru dampak dari Covid-19.
Dari rekomendasi BPK tersebut, Pemprov DKI Jakarta disebutkan sudah melakukan tindak lanjut, yaitu membuat studi kelayakan kembali penyelenggaraan Formula E dengan mempertimbangkan dampak Covid-19. Hasilnya Formula E layak dilaksanakan dan bahwa kelanjutan penyelenggaraan Formula E akan dilakukan dengan pembiayaan mandiri oleh PT Jakpro dengan skema business to business (B to B).
Dengan pandemi Covid-19 yang di Indonesia dan Jakarta mulai merebak pada Maret 2020, balapan pada musim 2020 dan 2021 tidak tergelar. PT Jakpro melakukan renegosiasi dengan pihak FEO.
Hasil kesepakatannya, Formula E akan dilaksanakan tiga tahun, mulai 2022 sampai dengan 2024. Balapan mulai dilaksanakan Juni 2022.
Dengan renegosiasi, dalam LHP BPK itu disebutkan, ada perubahan pada besaran commitment fee yang harus dibayarkan. Total commitment fee untuk 3 tahun penyelenggaraan itu berubah menjadi 36 juta pounds.
Sampai dengan 2021, PT Jakpro telah melakukan pembayaran commitment fee 31 juta pounds atau setara Rp 560 miliar. ”Sisa kewajiban commitment fee sebesar 5 juta pounds akan dibayarkan PT Jakpro tahun ketiga dengan dana non-APBD,” demikian disebutkan dalam LHP BPK tersebut.
Mengacu pada berita Oktober 2021, uang commitment fee yang sudah dibayarkan PT Jakpro itu berasal dari APBD DKI, yang dialokasikan melalui Dinas Pemuda dan Olahraga DKI.
Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak mempertanyakan keterbukaan data dan informasi dari PT Jakpro terkait masih ada kewajiban bayar 5 juta pounds itu. ”Ini menimbulkan sesuatu yang tanda tanya bagi masyarakat. Kalau memang ok-ok saja tidak masalah,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Simanjuntak yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan itu, munculnya laporan BPK tersebut masih relevan apabila PDI Perjuangan mempertanyakan adanya interpelasi itu.
Terpisah, terkait LHP BPK tersebut Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberikan catatan. ”Ini menjadi catatan yang jika tidak terselesaikan bisa menjadi masalah di kemudian hari,” kata Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI.
Catatan itu pertama soal revisi studi kelayakan yang sampai sekarang belum diterima DPRD, padahal dalam LHP BPK dikatakan dokumen tersebut sudah ada. ”Ini aneh, padahal kami sudah meminta studi kelayakan ini dari tahun lalu. Dari situ kita bisa tahu perhitungan untung rugi dan dampak ekonomi dalam kondisi pandemi. Mengapa harus disembunyikan?” kata Anggara.
Selanjutnya, Anggara menjelaskan bahwa, tanpa transparansi studi kelayakan, perhitungan pengeluaran tidak akan jelas. ”Contohnya, saat membangun sirkuit, beberapa kali angkanya berubah, jumlah penonton juga akhirnya berubah dari yang direncanakan. Ini bukan acara amatir jadi harus jelas semuanya. Indikator program berhasil bukan cuma kemeriahan di hari pelaksanaan, melainkan juga bagaimana eksekusi sesuai dengan perencanaan,” papar Anggara.
Selain itu, Anggara menemukan kejanggalan terkait fakta bahwa PT Jakpro harus membayar kekurangan commitment fee sebesar Rp 90,7 miliar untuk pelaksanaan tiga tahun. Padahal, PT Jakpro sempat menyatakan hasil renegosiasi terakhir pembayaran commitment fee untuk tiga tahun adalah sebesar Rp 560 miliar.
”Ada rekam jejak digitalnya PT Jakpro pernah menyatakan commitment fee untuk tiga tahun adalah Rp 560 miliar, sekarang faktanya harus bayar Rp 90,7 miliar lagi. Belum tentu Jakpro bisa bayar karena tahun 2019 dan 2020 rugi,” tutur Anggara.
Menurut dia, berbagai ketidakjelasan tersebut akan berisiko bagi penjabat Gubernur DKI nanti kalau tetap melanjutkan Formula E. ”Bisa-bisa terjebak dengan gelapnya program Formula E,” ucap Anggara.