Jalan Tol Bakal Dibangun untuk Atasi Kemacetan di Kawasan Puncak
Selain jalan tol Puncak, perlu strategi menggaet wisatawan agar mengunjungi alternatif obyek wisata lain seperti di kawasan Puncak II. Pemerintah pusat harus membenahi infrastruktur di jalan obyek wisata alternatif itu.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah berencana membangun jalan tol untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembangunan jalan tol Puncak sepanjang 18 kilometer itu melalui rute Caringin-Cisarua-Gunung Mas.
Pelaksana Tugas Bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan, perlu langkah dan upaya bersama lintas sektor dan lembaga untuk mengatasi kemacetan di jalur utama menuju objek wisata Puncak setiap akhir pekan. Kebijakan penanganan yang sudah berjalan, seperti ganjil genap, memerlukan infrastruktur pendukung. Oleh karena itu, pihaknya setuju dan mendukung langkah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait rencana pembangunan tol di Puncak.
”Kami akan jemput bola juga. Bersama dinas terkait kami akan datang ke Kementerian PUPR. Ini langkah serius yang perlu ditindaklanjuti,” kata Iwan, Kamis (16/6/2022).
Meski menjadi proyek pusat, menurut dia, pemerintah daerah harus ikut terlibat dalam pembahasan. Hal ini tidak hanya karena jalan tol Puncak masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor, tetapi juga dampak positif lainnya yang akan dirasakan pemerintah daerah, terutama dalam hal kemacetan hingga keberlanjutan kawasan puncak.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian, dalam keterangan resminya, mengatakan, pemerintah akan membangun jalan tol sebagai solusi mengurangi beban kendaraan di jalur utama Puncak yang kerap menimbulkan kemacetan.
Menurut Hedy, Bina Marga memberikan tiga solusi untuk mengatasi kemacetan di Puncak, Bogor. Pertama, pembangunan jalan tol. Kedua, pelebaran jalan. Namun, hal tersebut terkendala pengadaan lahan yang sekarang mahal. Solusi ketiga, penataan simpang. Dari penilaian lapangan setidaknya ada lima titik kemacetan yang disebabkan karena persimpangan.
Terkait rencana pembangunan jalan tol sepanjang 18 kilometer yang melalui rute Caringin-Cisarua-Gunung Mas, ada dua skema yang disiapkan pemerintah. Skema pertama, jalur solicited, yaitu masuk ke dalam rencana kerja Kementerian PUPR. Direktorat Jenderal Bina Marga melakukan proses prastudi kelayakan, dilanjutkan ke proses studi kelayakan, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), pembebasan tanah, dan proses lainnya yang dibutuhkan dalam perencanaan, hingga pembangunan jalan tol.
Skema kedua, jalur unsolicited atau prakarsa adalah dengan melibatkan badan usaha swasta. Menurut Hedy, skema ini bisa lebih cepat dan sebagai salah satu solusi yang harus dikembangkan.
”Jika memang dari model bisnisnya dari hitung-hitungan memungkinkan untuk skema prakarsa, kami akan tawarkan secara prakarsa kalau ada yang berminat,” ujar Hedy.
Proses studi kelayakan dan amdal diperkirakan bisa dilakukan pada 2023, dilanjutkan pengadaan tanah pada 2024 dan konstruksi pada 2026. Namun, proses itu bisa lebih cepat jika ada pemrakarsanya.
Hedy melanjutkan, pihaknya sudah mengusulkan pembangunan jalan tol kepada Komisi V DPR. Komisi V DPR juga sudah meninjau kawasan Puncak awal Juni lalu terkait kemacetan yang sering terjadi di sana. Komisi V DPR memberikan sinyal setuju dan mendukung pembangunan tol untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Bogor.
Ruas kawasan Puncak Bogor merupakan salah satu ruas yang penanganannya berada di bawah tanggung jawab dan wewenang Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Satuan Kerja (SATKER) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah V Jawa Barat.
Kepala Bidang Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur Jalan BBPJN DKI Jakarta-Jawa Barat Nunu Nugraha mengatakan, terkait penanganan infrastruktur pada jalan nasional di sepanjang kawasan Puncak Bogor, sudah diupayakan penanganan untuk mengatasi kemacetan.
Pertama, pelebaran ruas jalan Ciawi-Puncak dengan total panjang penanganan 9.298 meter pada 2017, sepanjang 3.880 meter pada 2018, dan 5.418 meter pada 2019. Kedua, usulan penanganan bahu jalan diperkeras di beberapa segmen, serta usulan penanganan simpang, yaitu Simpang Pasir Muncang, Simpang Megamendung, dan Simpang Cisarua.
Alternatif
Selain mendukung pembangunan tol, menurut Iwan, perlu dipikirkan pula strategi menggaet wisatawan agar mengunjungi alternatif obyek wisata lain, seperti di Caringin, Cigombong, dan kawasan di Puncak II. Oleh karena itu, pembangunan Jalur Puncak II atau poros tengah timur juga perlu dukungan penuh oleh pemerintah pusat. Anggaran yang dibutuhkan cukup besar mencapai triliunan.
”Perlu ada destinasi alternatif. Obyek wisata lainnya banyak yang tak kalah bagus. Ini akan membantu mengurangi kepadatan dan kemacetan pengunjung di Puncak. Ini, kan, semua tertuju ke puncak. Potensi wisata lainnya dengan eksotisitasnya tak kalah,” ujar Iwan.
Jalur Puncak II juga memiliki peran vital meningkatkan infrastruktur jaringan jalan regional di wilayah Jawa Barat. Jalan itu akan menghubungkan wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi, serta Kabupaten Karawang. Jalur Puncak II itu berdampak dan bermanfaat untuk tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Pemkab Bogor sudah melakukan pembebasan lahan hingga pembukaan jalur dengan menggandeng TNI. Namun, Pemkab Bogor terkendala biaya pekerjaan fisik pembangunan jalan tahap pertama sepanjang 48,7 kilometer.
Pada tahap pembangunan kedua sepanjang 18,5 km, sepanjang 15,5 km di antaranya menghubungkan Desa Warga Jaya, Kabupaten Bogor, dan Green Canyon di perbatasan Karawang. Total jalur puncak II sepanjang 62,8 km dengan estimasi anggaran sekitar Rp 5 triliun.
Estimasi lahan yang dibutuhkan sekitar 115 hektar. Sebanyak 63 persen di antaranya merupakan hibah dari pemilik lahan. Ada 1,5 hektar lahan yang belum dibebaskan dan berada di sekitar Sirkuit Sentul. Lahan itu sebagai salah satu akses keluar masuk jalur Puncak II.