Atasi Kebingungan Penumpang, Perlu Lebih Banyak Informasi dan Petunjuk Arah
Penumpang mesti melakukan transit di Stasiun Manggarai untuk menuju tujuan setelah rute berubah. Namun, informasi atau petunjuk arah kurang tersedia. Sudah tiga hari ini penumpang kebingungan di Manggarai.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada hari ketiga perubahan persinyalan dan rute di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, masih banyak penumpang kereta yang kebingungan. Informasi juga petunjuk arah yang minim di stasiun membuat proses transit tidak lancar. Selain itu, KAI Commuter seharusnya berkoordinasi sejak dini dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk penyediaan angkutan umum lanjutan.
Berdasarkan pantauan di Stasiun Manggarai, Senin (30/5/2022) pagi, penumpang dari arah Bogor yang hendak menuju wilayah Sudirman ataupun Tanah Abang kebingungan saat diberi tahu harus turun di Stasiun Manggarai untuk berganti kereta. Berganti kereta artinya penumpang mesti menuruni dua lantai menuju peron 6 atau 7.
Pada proses transit itu, para petugas di dekat kereta yang berhenti di Stasiun Manggarai memang memberi tahu penumpang, tetapi sayangnya tidak detail. Hal itu membuat penumpang kembali berhenti untuk bertanya kepada petugas yang terlihat untuk memastikan lagi arah dan posisi lantai peron. Akibatnya, penumpang yang sudah mengalir untuk berpindah peron tersendat lajunya.
Suherman (50), penumpang kereta Cikarang yang ditemui transit di Stasiun Manggarai untuk berganti kereta arah Bogor untuk pulang ke rumahnya di Citayam, mengatakan, proses transit yang terjadi saat ini memudahkan dirinya. Dari arah Cikarang atau Bekasi, ia hanya perlu turun di peron 6 atau 7 kemudian naik dua lantai ke peron 11 atau 12.
”Proses perpindahan ini mendekatkan saya ke peron yang saya tuju. Namun, memang jadinya saya naik turun tangga,” katanya.
Namun, proses transit itu juga dikeluhkan Suherman karena kereta dari arah Cikarang saat hendak memasuki Stasiun Manggarai tertahan di sinyal masuk hampir 30 menit. Hal itu membuat perjalanan menjadi lama.
Demikian juga ketika Kompas berjumpa Tiana (45), penumpang yang hendak menuju Cawang dan naik dari Stasiun Tanah Abang. Untuk menuju Cawang, ia sudah tahu harus berganti kereta di Stasiun Manggarai, tetapi perjalanan masih tertahan-tahan.
”Tadi tertahan dua kali di titik setelah Stasiun Sudirman dan menjelang Stasiun Manggarai, lumayan lama, 15 menit,” kata Tiana.
Dengan informasi yang kurang, tanda petunjuk yang kurang, panduan bagi penumpang kurang, kemudian dengan perilaku penumpang yang malas membaca, yang terjadi panik sana-sini dan antrean terjadi.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta Yusa Cahya Permana mengatakan, untuk proses switch over (SO) yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) memang ada banyak hal yang kurang terinformasikan ke publik. Pertama terkait tahapan pembangunan Stasiun Menggarai, kemudian terkait jadwal kegiatan semacam SO tidak banyak yang tahu. Akibatnya, publik atau pengguna kereta tidak siap.
”Publik tidak siap, akibatnya terjadi seperti di hari Sabtu dan Minggu. Antrean panjang. SO yang terjadi pada Jumat (27/5/2022) ke Sabtu (28/5/2022) itu sendiri sudah yang kelima. Kita tidak tahu apakah akan ada SO-SO berikutnya,” kata Yusa.
Padahal, yang diperlukan masyarakat dengan adanya kegiatan semacam SO itu sebetulnya adalah gangguannya kira-kira kapan lalu mereka perlu mengantisipasi seperti apa. ”Ini yang tidak tersampaikan ke masyarakat,” ujar Yusa.
Seharusnya, DJKA juga Kementerian Perhubungan serta KAI Commuter sejak sebulan sebelum kegiatan SO melakukan sosialisasi. Dalam waktu satu bulan, pihak-pihak yang berkepentingan dengan SO memberikan informasi yang masih secara bertahap dan detail sehingga masyarakat bisa membuat antisipasi. Informasi juga jangan hanya lewat media sosial karena tidak semua orang bermedia sosial.
”Dengan informasi yang kurang, tanda petunjuk yang kurang, panduan bagi penumpang kurang, kemudian dengan perilaku penumpang yang malas membaca, yang terjadi panik sana-sini dan antrean terjadi,” katanya.
Belum lagi fasilitas di dałam Stasiun Manggarai kurang memperhitungkan jumlah penumpang. Fasilitas yang dimaksud di antaranya lift, eskalator, dan peron. Fasilitas itu seharusnya disesuaikan dengan jumlah penumpang yang melakukan transit supaya penumpang bisa bergerak leluasa di dalam stasiun.
Hal lain yang menurut Yusa belum dikerjakan adalah informasi terkait angkutan umum lanjutan yang bisa menjadi alternatif penumpang. Penyediaan informasi angkutan alternatif atau angkutan lanjutan bisa mengurangi penumpukan penumpang.
Transjakarta dan DKI Jakarta seharusnya dari awal diajak berkoordinasi supaya mendukung kegiatan SO tersebut. ”Yang saya lihat, Transjakarta berinisiatif sendiri,” kata Yusa.
PT Transportasi Jakarta melalui keterangan tertulis menjelaskan, Transjakarta menyiapkan penyesuaian layanan untuk mengurangi penumpukan penumpang di Stasiun Manggarai. Transjakarta menambah jumlah armada yang melayani rute Manggarai-Blok M (6M).
Kepala Departemen Komunikasi Korporasi dan CSR PT Transportasi Jakarta Iwan Samariansyah mengatakan, Transjakarta menambah lima unit single bus pada layanan Manggarai-Blok M.
Selain itu, penumpang juga bisa memanfaatkan layanan angkutan Transjakarta dari sekitar Stasiun Manggarai, yaitu rute non-BRT 4B Manggarai-UI, rute BRT koridor 4 Pulogadung-Tosari, dan rute non-BRT 4D Pulogadung-Kuningan.
”Setiap rute beroperasi dengan kapasitas penuh, 50-60 pelanggan per bus, dan waktu tunggu lima menit,” kata Iwan.