Pengendalian Banjir di Kota Tangerang Dinilai Belum Optimal
Pengendalian banjir belum maksimal di Kota Tangerang, Banten, karena masih parsial atau sebagian saja. Sebaiknya lengendalian banjir mulai dari hulu ke hilir atau normalisasi sungai hingga perubahan perilaku masyarakat.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Hujan deras yang terjadi belakangan ini menyisakan genangan banjir di Kota Tangerang, Banten. Titiknya pun sama, pada area yang berada di cekungan, dekat sungai atau kali, dan saluran airnya mampat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tangerang melaporkan, hujan deras dan angin kencang pada pada Rabu (11/5/2022) dini hari mengakibatkan luapan air ke jalan dan permukiman warga di delapan titik. Ketinggian air mencapai satu meter. Lokasi yang menjadi langganan banjir antara lain RW 008, RW 009 dan RW 010 di Kelurahan Sangiang Jaya dan RW 022 dan RW 025 di Kelurahan Gebang Raya, serta Jembatan Alamanda dekat Kali Ledug di Kecamatan Periuk. Sejumlah 500 keluarga terdampak banjir.
Penanggulangan banjir di daerah cekungan tidak mudah dilakukan. Tahun 2020, misalnya, pemkot tak bisa berbuat banyak saat Kali Ledug dan Situ Bulakan meluap. Meski dilakukan upaya untuk menyedot dan membuang air dari perumahan, air kembali mengalir ke perumahan. Petugas dan warga hanya bisa menunggu hingga air di kali dan situ surut. Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kota Tangerang mengandalkan tanggul dan pompa air untuk mengatasi banjir di kawasan tersebut. Pada 2021, Bidang Tata Air membangun turap di Kali Ledug. Itu merupakan bagian dari pembanguan 18 turap di 13 kecamatan, 233 pompa air, dan 117 drainase. Selain turap, setidaknya 232 mesin pompa dioperasikan untuk mengurangi debit banjir se-Kota Tangerang. Rinciannya, 8 pompa portable, 148 pompa listrik di rumah pompa, 71 pompa bermesin diesel 71 di rumah pompa, 3 mobil pompa, dan 2 pompa apung.
Lokasi langganan banjir lainnya adalah kolong fly over atau jalan layang Taman Cibodas akibat luapan Kali Sabi. Banyak endapan dan sampah di aliran kali tersebut. Bewok (45), warga Kelurahan Cimone, Kecamatan Cibodas, menuturkan, kolong flyover sudah menjadi langganan banjir sejak dahulu. Bahkan, banjir bisa sampai ke muka pusat perbelanjaan TIP TOP dan SPBU yang berjarak 50 meter dari kolong fly over. ”Bisa semeteran (banjir) di kedua sisi jalan. Kali Sabi dangkal karena lumpur dan banyak sampah,” katanya pada Kamis (19/5/2022).
Selain itu, mampetnya drainase turut memicu banjir seusai hujan deras di Kota Tangerang. Contohnya, drainase di GOR Dimyati yang penuh lumpur sehingga terjadi banjir di area gor tersebut. Dinas PUPR Kota Tangerang tengah memperbaki drainase di samping GOR, termasuk mengganti paving block yang rusak karena tergenang air. Drainase di Jalan Hasyim Ashari, Cipondoh; Jalan Teuku Umar, Karawaci; dan Jalan MH Thamrin, Cikokol, juga berulang kali meluap saat hujan deras ataupun kiriman air dari hulu sungai. Pemkot berupaya memperlancar arus air agar lebih cepat dan lancar ke Sungai Cisadane. Saat membersihkan drainase, di Jalan Teuku Umar ditemukan sumbatan sampah utilitas. Pemkot Tangerang menyurati pemilik utilitas untuk segera membersihkannya dalam tempo sepekan. ”Akan dibersihkan agar aliran air lancar. Sebab, drainase di tiga jalan itu selalu tersumbat jika hujan lebat dan terjadi banjir,” kata Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dody Adriansyah. Warga juga diharapkan tidak membuang sampah sembarangan sehingga drainase tak tersumbat.
Parsial
Penanggulangan banjir juga dilakukan Pemkot Tangerang dengan membangun 21,88 km turap dan 317,35 km saluran atau drainase. Dampak pembangunan itu dapat mengurangi titik banjir yang semula dari 31 titik pada tahun 2013 menjadi hanya dua titik pada 2018 (
Kompas
, 17 Desember 2018).
Pada tahun 2021, pemkot menormalisasi aliran Sungai Cisadane, Kali Angke, Kali Cantiga, Kali Cirarab, dan Kali Sabi. Juga berlangsung pembangunan 117 saluran drainase dan 18 titik turap se-Kota Tangerang serta menyiagakan 233 pompa banjir di daerah rawan banjir dan genangan.
Upaya tersebut agar dapat mengurangi 45-47 hektar luas banjir setiap tahunnya. Targetnya luasan banjir berkurang dari 700 hektar pada tahun 2019 menjadi 580 hektar pada 2023 (
Ade Yunus, aktivis lingkungan hidup sekaligus Direktur Bank Sampah Sungai Cisadane atau Banksasuci Foundation, menuturkan, terjadi pendangkalan daerah aliran sungai sehingga harus ada pengerukan lumpur dan sampah secara masif. Bukan parsial atau sebagian saja, melainkan mulai dari hulu ke hilir atau normalisasi sungai hingga perubahan perilaku masyarakat.
”Turap tanpa normalisasi sama saja. Tetap meluap karena sudah dangkal dasar kali dan sungai. Sederhananya seperti gelas teh tubruk, kalau ampas teh tidak dibersihkan, maka ketika diisi air akan luber,” katanya ketika dihubungi Kamis (19/5/2022).
Selain normalisasi, dia menyarankan pembuatan embung untuk kantong luapan air dari sungai, kali, atau situ. Perlu juga dibangun sumur resapan di titik langganan banjir guna mendukung fungsi drainase yang sudah ada. Keduanya harus dirawat agar fungsinya optimal, tak sekadar pajangan.
”Perhatikan juga capaian jumlah ruang terbuka hijau dan pemberian rekomendasi kepada pengembang,” katanya.
Tak kalah penting, kebiasaan masyarakat membuang sampah di selokan, kali, dan sungai juga patut diubah. Menurut dia, percuma sampah dibersihkan, tetapi kebiasaan membuang sampah sembarangan tetap langgeng. ”Dibutuhkan program berkesinambungan, bukan sekadar seminar setahun sekali, atau sosialisasi tiga bulan sekali. Butuh pendekatan kesadaran dan keteladanan langsung kepada masyarakat,” ucapnya.