Begal Tak Sekadar Dipicu Faktor Ekonomi dan Isu Keluarga
Kasus begal tak hanya soal merampas harta benda korban, tetapi kerap pula disertai kekerasan. Pelaku pun banyak berusia remaja yang tak melulu memiliki isu keluarga dan ekonomi. Mereka berpegang pada nilai yang salah.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
Kejahatan jalanan, khususnya aksi merampas harta benda orang lain dengan kekerasan, meresahkan publik Jabodetabek. Banyak pelaku adalah anak di bawah umur. Kepolisian Resor Kota Bogor di Jawa Barat termasuk yang kini disibukkan dengan penyelidikan kasus begal yang menimbulkan korban dan harta benda. Fenomena begal yang marak belakangan ini tidak sekadar faktor ekonomi ataupun isu keluarga, tetapi ada nilai yang salah yang dianut para pelaku.
Kepala Kepolisian Sektor Tanah Sareal Ajun Komisaris Surya saat di konfirmasi mengatakan, GF (24), warga Kebon Pedes, Kota Bogor, menjadi korban begal di Jalan Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor, Selasa (17/5/2022) dini hari.
GF saat ini dalam perawatan di rumah sakit karena mengalami luka di punggung akibat sabetan senjata tajam. Tak hanya mengalami luka, motor beserta dompet yang berisi surat dan uang tunai sekitar Rp 200.000 juga dirampas pelaku begal. Diperkirakan korban mengalami kerugian hingga Rp 17 juta.
”Korban bersama temannya dalam perjalanan pulang dari Cibinong dan melintas Kebon Pedes sekitar pukul 02.30. Di situ merela dihadang dua pelaku begal berboncengan dan langsung beraksi mengeluarkan senjata,” kata Surya, Selasa (17/5/2022).
Berdasarkan keterangan korban, kata Surya, GF dan temannya sempat kabur, tetapi sulit melepas teror pelaku yang membawa senjata tajam.
GF yang terdesak dan tidak bisa melawan akhirnya menyerahkan kunci motornya karena pelaku sudah mengancam dan menempelkan senjata tajam ke pundaknya.
Naas, setelah menyerahkan kunci motor, GF justru dibacok di bagian punggung oleh pelaku begal dan langsung melarikan diri ke arah Jalan Sholeh Iskandar. Korban menggunakan sepeda motor Honda Beat berwarna hitam bernomor polisi F 3825 AAB.
Kasubsie Humas Polresta Bogor Inspektur Satu Rachmat Gumilar menambahkan, pihaknya bersama Polsek Tanah Sereal sedang mendalami dan menyelidiki kasus begal tersebut.
Ringkasnya, mereka adalah keluarga yang padu. Naasnya, kepaduan mereka justru termanifestasikan ke dalam perilaku yang salah karena standar nilai yang mereka anut juga salah.
Psikolog Forensik Reza Indragiri lmengatakan, begal menjadi perilaku kekerasan jalanan yang khas dengan selalu membawa senjata tajam dan dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Faktor ekonomi bisa saja menjadi alasan, tetapi menurut Reza, tidak ada motif jelas dalam fenomena begal dengan target acak atau insidental itu.
”Motifnya tidak jelas, maka tidak mudah memastikan penyebabnya (perilaku agresif pelaku yang tak segan membacok korban). Kata ’begal’ tidak ada dalam KUHP. Alhasil, perlu diterjemahkan ke dalam bahasa KUHP. Dengan diksi atau pasal yang definitif, akan mudah ditelusuri penyebabnya,” ujar Reza.
Namun, dalam beberapa kasus begal, salah satu contoh di Tangerang, lanjut Reza, anak yang turut menjadi pelaku bukan lagi sosok anak-anak, melainkan sudah dewasa. Di Kabupaten Tangerang, Banten, Senin kemarin ada kasus bapak-anak kompak menjadi spesialis begal. Mereka berdua pun tak segan menganiaya korbannya. Korban di kasus terakhir adalah ibu muda dan dua anaknya.
Asumsi bahwa anak adalah sosok polos yang hidupnya tergantung kepada orangtua dan bisa dimanfaatkan secara salah oleh orangtuanya, jelas tidak berlaku.
”Keterlibatan ayah dan anak itu murni hasil kalkulasi rasional. Misal, relasi kekeluargaan mereka menjadi jaminan bahwa mereka adalah komplotan jahat yang pasti kompak, tidak akan berkhianat, dan saling menjaga satu sama lain,” kata Reza.
Begitu pula dari sisi pertanggungjawaban pidana. Si ayah tidak bisa lagi dianggap sebagai orangtua yang bermasalah, termasuk punya gangguan jiwa, karena anaknya sudah lewat dari usia pengasuhan.
Dari aksi begal itu, kata Reza, mereka memperlihatkan adanya hubungan homophily (kesamaan nilai), intimacy (kedekatan), multiplexity (pembagian peran yang jelas), serta duration (rentang waktu yang panjang).
”Ringkasnya, mereka adalah keluarga yang padu. Naasnya, kepaduan mereka justru termanifestasikan ke dalam perilaku yang salah karena standar nilai yang mereka anut juga salah,” kata Reza.