Duo Penjahat Bapak-Anak yang Tak Segan Lukai Korbannya
E (46) dan MM (21), bapak dan anak asal Kabupaten Lebak di Banten yang kompak menjadi penjahat dengan aksinya membegal antarkabupaten. Terakhir keduanya menyerang Galuh Juliarti (22) dan dua anaknya yang masih balita.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Bapak dan anak, E (46) dan MM (21), asal Kabupaten Lebak, Banten, menjadi spesialis pencuri dengan kekerasan antarkabupaten di ”Tanah Para Jawara”. Keduanya berbagi peran sebagai joki dan penyerang sekaligus perampas harta benda korban, termasuk ketika membegal Galuh Juliarti (22) dan dua anaknya.
Kamis (21/4/2022) pagi, ibu muda itu hendak mengantar kedua anaknya yang berusia 3 tahun dan 4 tahun ke rumah saudara sebelum berangkat ke tempat kerja. Dalam perjalanan, MM memepet sepeda motornya di Jalan Gili Bedeng Salembaran, Kelurahan Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Sejurus kemudian, E yang dibonceng menghantam wajah dan mengayunkan sebilah golok ke kepala dan tangan kiri ibu muda itu. Galuh yang terluka sekuat tenaga berteriak meminta pertolongan sehingga kedua pelaku kabur dan gagal merampas sepeda motornya.
”Bapak dan anak ini pengangguran sehingga mencuri untuk keuntungan pribadi. Mereka residivis, sudah beberapa kali mencuri dengan kekerasan di Pandeglang dan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” kata Kapolsek Teluknaga Ajun Komisaris Darma Adi Waluyo, Selasa (17/5/2022).
Aksi pembegalan oleh bapak dan anak tersebut terekam kamera pengawas atau CCTV di sekitar jalan raya. Alhasil, keduanya ditangkap pada Senin (16/5/2022) dini hari di Kampung Padarame, Desa Sukanegara, Kecamatan Gunung Kencana, Kabupaten Lebak.
Dalam penangkapan, mereka berupaya kabur ketika diminta menunjukkan barang bukti. Atas dasar itulah, polisi menghadiahi bapak dan anak itu dengan timah panas.
Darma mengatakan, kedua tersangka masih diperiksa, termasuk pengembangan kasus karena sudah beberapa kali beraksi. Kejahatan mereka dijerat pasal pencurian dengan kekerasan dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun.
Tak pandang bulu
Begal merupakan masalah klasik di Jabodetabek. Harian Kompas pertama kali memuat berita mengenai begal pada terbitan Sabtu, 28 Oktober 1967, dengan judul ”Begal Kota Tertangkap” yang pembegalan terhadap pasangan suami istri oleh dua pemuda saat naik becak di sekitar Stasiun Kota, Jakarta Utara, pada tengah hari bolong.
Dua begal menodongkan sebilah pisau sebelum menggasak jam tangan mewah milik korban. Modus serupa terus berulang, malah tanpa pandang bulu dan kian sadis.
Salah satunya menimpa Agus (60), sopir truk yang terkapar di tengah jalan aspal di di sekitar lampu lalu lintas kolong tol di Jalan Raya Cakung Cilincing, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (11/5/2022) dini hari. Sebagian wajah dan lengan kanannya berdarah setelah dibacok enam pemuda yang membegal barang-barang pribadinya.
Selain ibu dan anak balita, serta warga lansia, polisi dan TNI tak luput dari pembegalan. Selasa (15/2/2022) dini hari, lima remaja berusia 17-21 tahun membegal Ajun Inspektur Dua Edi Santoso di Jalan Raya Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Mereka menyiapkan dua bilah celurit sepanjang 50 sentimeter untuk membegal anggota Brimob yang hendak pergi berdinas itu. Tubuh Edi berulang kali dibacok hingga tak berdaya karena luka parah di punggung dan tangan.
Asep Suryana, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, melihat kehadiran atau maraknya gangster ataupun begal karena belum maksimalnya kehadiran negara dalam pemberdayaan ekonomi warga. Apalagi di tengah hantaman pandemi Covid-19, sebagian warga kehilangan pekerjaan ataupun bekerja sekadarnya hanya cukup untuk bertahan hidup.
”Orangtua tidak ada penghasilan. Usia produktif tidak bekerja. Tidak nyaman dan hubungan kurang harmonis, akhirnya keluar rumah, keliling-keliling dan terlibat gangster atau begal,” katanya.