Warga Ikut Bertanggung Jawab Cegah Penculikan Anak
Kasus penculikan anak yang terungkap pekan ini di wilayah Jakarta Selatan dan Bogor menjadi perhatian.
Oleh
ERIKA KURNIA, AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak hanya mengandalkan aparat penegak hukum, warga juga bertanggung jawab melindungi anak dari tindak pidana, seperti penculikan anak. Tindak pidana tersebut kini santer terdengar di Jabodetabek.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi, atau biasa disapa Kak Seto, mengingatkan pentingnya peran warga masyarakat dalam menghadirkan kewaspadaan dan keselamatan anak-anak. Peran ini sama pentingnya dengan peran para orangtua dan keluarga, serta aparat penegak hukum.
”Kembali ke prinsip melindungi anak, perlu orang sekampung, tidak hanya orangtua. Orangtua, kan, ada yang sibuk dan sebagainya. Perlu ada pemberdayaan warga, mulai dari setiap RT agar membentuk seksi perlindungan warga, bukan hanya aparat yang terlibat,” tuturnya saat dihubungi, Jumat (13/5/2022).
Saran itu menanggapi kasus penculikan anak yang terungkap pekan ini di wilayah Jakarta Selatan dan Bogor. Polres Bogor menetapkan pemuda 28 tahun bernama Abbi Rizal Afif sebagai tersangka. Tersangka ditangkap di masjid di kawasan Senayan, Jakarta, oleh tim gabungan dari Polres Bogor dan Polres Jakarta Selatan, Kamis (12/5/2022).
Abbi diburu polisi karena menculik 12 anak laki-laki usia belasan tahun di beberapa wilayah Jabodetabek sejak Ramadhan lalu. Selain menculik, ia melakukan pidana pencurian dan pencabulan pada tiga anak. Kini, ia dijerat dengan Pasal 78e, 76f, 82, dan 83 UU Perlindungan Anak serta Pasal 330 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara.
Kak Seto juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap anak laki-laki. Anak laki-laki, menurut dia, rentan menjadi sasaran empuk pelaku kriminal, terutama ia besar atau tinggal di lingkungan yang kurang perhatian dan apresiasi.
”Saat masa praremaja, anak laki-laki ini sedang semangat-semangatnya. Kalau dia kurang perhatian, lalu dia dapat apresiasi dari luar, akan ada suatu kebanggaan. Saat inilah anak-anak bisa menjadi sasaran empuk korban kekerasan seksual atau penculikan dengan motif terorisme atau mengambil organ tubuh,” katanya.
Faktor itu pun, menurut dia, bisa meningkat di masa pandemi Covid-19, masa di mana masyarakat banyak fokus untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Kondisi ini bisa semakin mengurangi perhatian orangtua kepada anak. Di sisi lain, kriminal yang mencari korban anak-anak bisa semakin bertambah.
Pelaku pidana berulang
Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Iman Imanuddin membeberkan latar belakang Abbi, pelaku penculikan. ”Saat kami membuat BAP (berita acara perkara) terhadap tersangka, yang bersangkutan mengakui keterlibatannya dalam kerusuhan pada tahun 2019 di Kantor Bawaslu,” katanya kepada wartawan, Jumat, di Bogor.
Selain itu, ia juga pernah menjadi perekrut pelaku bom bunuh diri di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, pada Januari 2016. Kepada polisi, tersangka juga mengaku menjadi pengawal narapidana bernama Bahar Smith di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur.
”Kami sedang melakukan cek silang dengan data dan fakta-fakta yang kami miliki di bank data Polri. Kami terus dalami dan koordinasi dengan tim khusus dari Densus 88 Polri,” katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Siswo DC Tarigan menambahkan, pihak Lapas Gunung Sindur mengonfirmasi tidak ada bekas napiter atas nama A di Lapas Gunung Sidur.
”Konfirmasi Lapas Gunung Sindur, ternyata identitas yang bersangkutan tidak ditemukan di Lapas Gunung Sindur. Identitas pelaku tidak ada sebagai warga binaan,” tegas Siswo.
Polres Bogor, kata Siswo, saat ini pihaknya masih fokus pada penyelidikan dan pendalaman kasus penculikan dan kekerasan seksual yang dilakukan tersangka. Meski begitu, pihaknya tetap berkoordinasi dan mendalami keterangan atau pengakuan dari tersangka terkait keterlibatan pembakaran rumah almarhum Ustaz Jefri atau Uje, kemudian terlibat kerusuhan di 2019 Bawaslu, hingga terlibat terorisme.
”Saat ini kami masih fokus pada proses penyidikan pencabulan dan penculikan anak,” katanya. Iman menambahkan, alasan pelaku melakukan tindak pindana penculikan bermotif ekonomi. Pelaku mengambil telepon seluler anak-anak itu lalu menjualnya.
Adapun terkait kasus kekerasan seksual 3 anak dari total 13 anak korban penculikan, diduga pelaku memberikan obat tidur. Polisi juga akan mendalami dugaan kekerasan seksual terhadap anak keterbelakangan mental di Ciampea.
”Kami kerja sama dan koordinasi dengan psikolog dan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) untuk healing korban dan psikologi tersangka sendiri,” ujar Iman.