DKI Mendata 21 Kasus Hepatitis Akut dan Masih Menyelidiki
Pemprov DKI Jakarta mendata adanya 21 kasus hepatitis akut dengan tiga di antaranya meninggal. Dinkes DKI masih melakukan penyelidikan epidemiologis.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendata setidaknya sudah ada 21 kasus diduga hepatitis akut di Jakarta, tiga di antaranya meninggal. Pemprov DKI memastikan kasus-kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan epidemiologis.
”Ke-21 kasus itu ada di Jakarta dengan korban meninggal tiga orang. Kita berharap yang meninggal tidak bertambah lagi. Untuk 21 kasus ini sedang dalam proses penanganan dan penyelidikan. Mudah-mudahan tidak terkait dengan hepatitis akut,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/5/2022).
Ahmad Riza tidak merinci dengan detil ke-21 kasus itu. ”Hanya untuk usia ternyata hepatitis akut ini tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga orang dewasa,” katanya.
Untuk itu, ia meminta masyarakat tetap melaksanakan protokol kesehatan sekalipun pandemi Covid-19 menurun gejalanya, juga berkurang kasusnya saat ini. Ia juga meminta anak-anak untuk menunda bermain di tempat-tempat umum, seperti kolam renang bersama, kegiatan bersama di ruang tertutup, hingga memegang-megang railing atau pegangan tangga.
”Tempat-tempat atau benda-benda yang digunakan bersama itu tolong dihindari, termasuk ke tempat makan bersama juga dihindari,” kata Ahmad Riza.
Seiring kasus hepatitis akut, ada beberapa hal yang tengah dikoordinasikan DKI Jakarta dengan pemerintah pusat. Pertama terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM). ”Termasuk PTM ini, kita masih mempelajari apakah akan kembali ke online, kita akan lihat meski kasus ini menurut WHO sudah menjadi kejadian luar biasa (KLB). Jakarta menunggu kebijakan pemerintah pusat,” katanya.
Kebijakan lain yang juga tengah digodok adalah pembentukan satgas. ”Masalah ini kita akan menunggu kebijakan dari pemerintah pusat atau Kementerian Kesehatan. Sekarang kami dari dinkes terus berkoordinasi, rapat, diskusi, dialog, juga monitoring evaluasi bersama kementerian terkait yaitu kemenkes,” jelasnya.
Secara terpisah, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, menegaskan, pencegahan dan penanganan hepatitis akut di DKI Jakarta menjadi pekerjaan rumah dinas-dinas terkait. Melihat sasaran atau korban yang lebi banyak pasien usia anak-anak, dinas kesehatan seharusnya menggandeng dinas pendidikan untuk pencegahan.
”Hepatitis akut ini yang diserang anak-anak. Artinya, kalau anak-anak, di bidang pendidikan tentunya dinas pendidikan dengan dinas kesehatan harus berkolaborasi bagaimana melakukan pencegahan sejak dini,” katanya.
Kerja sama dinas terkait perlu dilakukan karena pencegahan penyebaran hepatitis akut ini bersifat massal. Bersifat massal, kata Gembong, diperlukan kolaborasi antardinas.
Apalagi dengan korban yang rata-rata anak-anak menjadi tugas dinas pendidikan dan dinas kesehatan untuk melakukan pencegahan sejak dini sehingga tidak kelabakan ketika hepatitis akut mewabah di Jakarta. Kerja antardinas itu terkait juga dengan sosialisasi tentang penyakit itu.
”Sosialisasi menjadi penting untuk dilakukan dinas pendidikan dan dinas kesehatan, serta paling penting dinas komunikasi informatika dan statistik. Dalam situasi seperti ini harus ambil peran bagaimana melakukan kolaborasi antara disdik dan dinkes dengan yang lain untuk disiarkan kepada warga Ibu Kota agar waspada menghadapi wabah yang kita harapkan tidak merebak di Jakarta,” katanya.
Secara terpisah, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Endang Kurnia Saputra menyatakan, hepatitis akut ini dapat dikendalikan sebaik mungkin. Itu karena hepatitis akut memiliki dampak sama dengan isu-isu risiko kesehatan.
”Kalau ini nanti besar, juga akan mendorong pemerintah membatasi pergerakan, dan sebagainya,” katanya.
Belajar dari pandemi Covid-19, ketika mobilitas dibatasi maka berdampak pada pertumbuhan ekonomi. ”Kita belajar dari Covid-19, tanpa mobilitas orang ternyata pertumbuhan ekonominya turun,” kata Endang.