Korban Kebakaran Pasar Gembrong Rayakan Lebaran di Pengungsian Pinggir Jalan
Mimpi merayakan Lebaran dengan mengenakan baju baru dan berkumpul bersama keluarga sembari menikmati hidangan ketupat dan opor ayam sirna oleh si jago merah.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Rasiti (78) duduk beralaskan tikar sembari menjaga cucunya yang terlelap di tepi Jalan Basuki Rachmat, Cipinang Besar, Jakarta Timur. Selama puluhan tahun hidup di Jakarta, kali ini dia bersama keluarga dan tetangga harus merayakan Lebaran beratap jalan tol.
”Alhamdulillah, ada hikmahnya. Mungkin yang tadinya berjauhan, sama tetangga berdekatan, bersatu padu. Tidur bareng, makan bareng, susah bareng,” kata perempuan asal Indramayu, Jawa Barat, itu, Senin (2/5/2022) siang.
Rasiti merupakan satu dari 450 keluarga yang terpaksa tinggal di tempat pengungsian akibat musibah kebakaran pada 24 April 2022 yang melanda Pasar Gembrong. Kebakaran yang terjadi malam hari sekitar pukul 21.00 itu menghanguskan 400 rumah dan bangunan milik warga setempat.
Musibah itu, selain menghanguskan rumah dan harta benda Rasiti, juga turut memupus impiannya. Mimpi merayakan Lebaran dengan mengenakan baju baru dan berkumpul bersama keluarga serta kerabat sembari menikmati hidangan ketupat dan opor ayam pun sirna.
Harta yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badan. Rasiti bahkan tidak bisa mengucapkan Idul Fitri kepada keluarga dekatnya di Cilincing, Jakarta Utara dan Bogor, Jawa Barat.
”HP saya juga ikut terbakar. Mau silaturahmi lewat telepon juga nggak bisa,” katanya.
Rasiti saat ini tinggal di tempat pengungsian yang berada tepat di kolong Tol Becakayu, tepi Jalan Basuki Racmat, wilayah Cipinang Besar. Dia ditemani salah satu cucu dari anak perempuan sewata wayang yang telah meninggal.
Di tengah situasi serba sulit itu, Rasiti tetap bersyukur diberi kesempatan untuk kembali merayakan Idul Fitri 1443 Hijriah. Dia bertekad kembali bangkit demi cucunya.
”Ada keluarga yang ajak dia (cucu) tinggal di rumah mereka. Dia nolak, mau temani saya di sini. Semoga pemerintah bisa segera membangun rumah kami dan anak ini bisa saya urus untuk tetap sekolah,” kata pekerja serabutan itu.
Dikunjungi keluarga
Berjarak sekitar 500 meter dari tempat pengungsian Rasiti, sebagian warga korban kebakaran Pasar Gembrong juga tinggal sementara di tenda-tenda pengungsian. Senin pagi itu, seusai mengikuti shalat Id, mereka kembali ke tenda pengungsian.
Di tempat itu ada sebagian warga yang menghubungi keluarga mereka di kampung halaman melalui panggilan telepon atau panggilan video untuk mengucapkan selamat Idul Fitri. ”Selamat Idul Fitri. Minal aidin walfaizin. Sehat-sehat, ya, di rumah,” ucap Ika (35) saat menghubungi keluarganya di Brebes, Jawa Tengah.
Usai menutup panggilan telefon, mata Ika sembab. Rencana untuk berkumpul bersama keluarga saat Idul Fitri 1443 tak kesampaian setelah suaminya terlibat kecelakaan lalu lintas. Kaki suaminya patah dan harus dirawat di rumah sakit. Satu minggu kemudian atau pada 24 April 2022 malam, kebakaran melanda permukiman warga Pasar Gembrong dan turut melalap habis rumah Ika.
”Celengan kami, Rp 3 juta, juga habis (terbakar). Itu uang tabungan suami selama dagang kopi. Sebenarnya itu tabungan untuk Lebaran di kampung,” ucap ibu tiga anak itu.
Meski harapan untuk mudik dan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman selama Idul Fitri sirna, Ika tetap bersyukur. Tiga hari setelah musibah itu, kakaknya bersama salah satu keponakan dari Brebes berkunjung ke Jakarta. Mereka datang jauh-jauh dari kampung untuk memastikan kondisi Ika dan keluarganya selamat.
Rencana merayakan Idul Fitri di kampung yang terpaksa batal juga turut dirasakan Tarini (52). Dia awalnya berencana untuk mudik ke Cirebon seusai Lebaran.
Tarini yang selama satu tahun terakhir bersama suami berdagang mainan anak-anak biasanya memanfaatkan momen Idul Fitri untuk mengumpulkan rezeki. Dari pengalaman tahun sebelumnya, dagangan mereka laris manis saat Lebaran tiba.
Satu minggu sebelum kebakaran Pasar Gembrong, mereka menyetok mainan anak-anak dengan nilai Rp 50 juta. Mainan itu tersimpan di rumah dan baru akan dijual saat Lebaran tiba.
”Hangus semua. Tidak ada yang tersisa. Mainan itu juga punya orang, masih ngutang. Selama ini hanya dasar kepercayaan,” kata Tarini.
Tarini bersama suaminya pun kini masih diselimuti kebingungan. Mereka berharap produsen mainan anak-anak yang selama satu tahun bekerja sama masih percaya dan mengerti dengan kondisi yang menimpa Tarini bersama keluarga.
Saya tetap bersyukur, dalam keadaan seperti apa pun, masih tetap bisa rayakan Idul Fitri.(Tarini)
Sejak kebakaran melanda permukiman mereka, bantuan berupa makanan, minuman, hingga pakaian terus mengalir. Beberapa keluarga dekatnya yang berada di Jakarta juga mengunjungi Tarini.
”Keluarga yang jauh, kami komunikasi lewat telepon. Saya tetap bersyukur, dalam keadaan seperti apa pun, masih tetap bisa rayakan Idul Fitri," katanya.
Meski tertimpa musibah kebakaran dan terpaksa tinggal di pengungsian dalam kondisi seadanya, rasa syukur tetap terpancar dari para korban. Spritualitas yang hadir lewat Idul Fitri memunculkan sebersit harapan untuk bangkit dari keterpurukan dan memulai hidup yang baru.