Setengah Hati Wujudkan Integrasi Angkutan Umum di Jabodetabek
Kepala daerah di kawasan Bodetabek diharapkan memiliki komitmen maksimal dalam membenahi transportasi publik di daerahnya.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Impian terwujudnya integrasi layanan angkutan umum perkotaan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi masih sulit terwujud. Komitmen setiap daerah untuk mengalokasikan anggaran pendapatan daerah dalam membangun angkutan umum perkotaan jadi kunci terwujudnya layanan transportasi publik yang terintegrasi di aglomerasi Jakarta.
Kepala daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dinilai belum serius dalam membangun transportasi angkutan umum perkotaan. Padahal, di Jabodetabek, transportasi publik seharusnya sudah jadi bagian dari layanan kebutuhan dasar yang wajib disediakan pemerintah daerah.
Di Indonesia baru ada dua daerah yang memiliki komitmen dalam membangun angkutan perkotaan, yaitu DKI Jakarta dan Kota Semarang di Jawa Tengah. Salah satu persoalan yang menyebabkan pembangunan angkutan perkotaan tidak jadi prioritas lantaran angkutan perkotaan dinilai belum jadi bagian dari kebutuhan dasar warga.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sebenarnya cukup tegas mengatur mengenai kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyediakan layanan angkutan umum. Lantas, apa persoalannya?
Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, ada faktor regulasi. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebenarnya tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa urusan pemerintah yang wajib salah satunya mengenai perhubungan atau transportasi. Namun, urusan pemerintah di bidang transportasi ini masih masuk kategori wajib non-pelayanan dasar.
”Menurut saya, ini harus didorong. Kita melihat perkembangan perkotaan, (angkutan umum) paling tidak sudah masuk dalam urusan pemerintah wajib layanan dasar,” kata Djohan dalam acara Ngobrol Seputar Transportasi Jabodetabek bertema ”BISKITA: Inspirasi Angkutan Umum Perkotaan Terintegrasi di Bodetabek”, Selasa (19/4/2022), di Jakarta.
Angkutan umum perkotaan yang terintegrasi dibutuhkan sebagai layanan dasar lantaran transportasi publik jadi penunjang utama bagi warga yang bakal berangkat kerja, berangkat sekolah, atau menuju sarana layanan kesehatan. Jika angkutan umum tidak menjadi bagian dari urusan pelayanan dasar, kepala daerah bakal setengah hati mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam membangun angkutan umum perkotaan.
Belum seriusnya kepala daerah memenuhi kebutuhan warga untuk mengakses transportasi publik di Jabodetabek juga terlihat dari data hasil analisis Kompas yang dipublikasikan di harian ini pada 3 Februari 2022. Dari analisis Kompas, diketahui cakupan layanan angkutan umum di Jakarta dan wilayah penyangga terbatas. Ada 8,8 juta warga tak terjangkau akses transportasi.
Di Jakarta, layanan angkutan massal menjangkau 96,1 persen penduduk. Sementara di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) hanya menjangkau 26,2 persen dari total penduduk di wilayah tersebut.
Jadi agenda politik
Menurut Djohan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong kepala daerah di wilayah aglomerasi menjadikan transportasi publik sebagai program prioritas. Dari segi regulasi, perlu ada undang-undang perkotaan yang salah satunya mengatur transportasi publik sebagai layanan kebutuhan dasar warga yang wajib disediakan pemerintah.
Pemerintah pusat juga bisa berperan dengan memberikan penghargaan kepada daerah yang memiliki komitmen penuh mengembangkan transportasi publik di wilayahnya. Salah satu bentuk penghargaan itu berupa pemberian dana insentif daerah kepada pemerintah di daerah yang mau dan serius dalam mengembangkan transportasi publik.
Direktur Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Tatan Rustandi juga berharap kepala daerah di Bodetabek memiliki komitmen sama untuk membenahi transportasi publik di daerahnya. Ia berharap setiap kepala daerah menjadikan isu transportasi publik sebagai bagian dari kampanye politiknya. ”Mudah-mudahan kepala daerah memasukkan (isu pembangunan transportasi publik) sebagai agenda penting,” katanya.
Inspirasi BisKita
Upaya menarik minat warga untuk beralih ke transportasi publik di wilayah Bodetabek sebenarnya sudah mulai terlihat hasilnya. Di Kota Bogor, sejak BisKita Trans Pakuan diluncurkan November 2021, warga Kota Bogor antusias menggunakan transportasi publik. Jumlah penumpang BisKita pada Maret hingga April 2022 setiap hari rata-rata 11.000 orang.
”BisKita benar-benar dibutuhkan masyarakat Kota Bogor. Jumlah penumpang dari minggu ke minggu terus meningkat,” kata Direktur PT Kodjari-Operator dan Investor BISKITA Trans Pakuan Dewi Jani Tjandra.
BisKita Trans Pakuan merupakan bagian dari program layanan angkutan publik dengan sistem buy the service (BTS). Dengan program dari BPTJ Kementerian Perhubungan, pemerintah mengalokasikan subsidi pengadaan bus dan biaya operasional.
Dalam model BTS ini, pihak swasta digandeng dengan sistem lelang sebagai operator. Pemerintah akan membayarkan sejumlah dana yang disepakati untuk jasa operasional. Pengenaan tiket kepada masyarakat juga bisa dilakukan tetap dengan subsidi dari pusat dan daerah.
Menurut Dewi, BisKita Trans Pakuan merupakan transportasi publik aman, nyaman, bersih, dan tepat waktu yang diimpikan warga perkotaan. Kehadiran BisKita di Kota Bogor yang dikenal sebagai kota sejuta angkot ini juga relatif tanpa konflik sosial. Para pengusaha angkot di wilayah itu menerima kehadiran BisKita dan bekerja sama dalam membangun transportasi publik di daerah itu.
Pada akhirnya, angkutan umum yang nyaman, aman, dan terjangkau memang membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam satu wilayah aglomerasi.